PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI TERHADAP KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERTAMBANGAN
Main Author: | BUDAYAWAN TAHIR, S.H., 031614153026 |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unair.ac.id/79126/1/abstrak.pdf http://repository.unair.ac.id/79126/2/full%20text.pdf http://repository.unair.ac.id/79126/ http://lib.unair.ac.id |
Daftar Isi:
- Pertambangan dengan lingkungan hidup pada dasarnya ada keterkaitan erat disebabkan dalam pengelolaan sumber daya alam, dimana melalui pertambangan haruslah memiliki tolak ukur yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan keadaan masyarakat. Namun seringkali kerusakan lingkungan hidup akibat pertambangan seringkali merugikan masyarakat. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis- normatif, yakni dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (hukum positif) untuk menemukan kebenaran secara yuridis-formal. Selanjutnya, menghubungkannya dengan penerapan dalam pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap kerusakan lingkungan hidup akibat pertambangan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukan: 1. Tindak pidana pencemaran lingkungan pada umumnya terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Mengenai sanksi tindak pidana pencemaran lingkungan hidup dalam pasal 97 sampai dengan pasal 120 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Dengan diklarifikasinya perbuatan kerusakan lingkungan kedalam tindak pidana maka pihak penegaak hukum wajib memberikan sanksi terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tindak tidana yang menyebabkan kerusakan lingkungan. 2. Pertanggungjawaban pidana, UU Minerba mengakui tidak hanya orang perorangan sebagai subjek delik, tetapi juga korporasi. Dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh suatu badan hukum, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberataan ditambah 1/3 (satu per tiga) kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan. Selain itu, undang-undang tersebut juga menganut sistem pertanggungjawaban pidana berdasarkan asas kesalahan, karena tidak ada pengaturan dan penyebutan secara jelas penyimpangan dari asas tersebut.