ASTANA PROCESS SEBAGAI MEKANISME PENYELESAIAN KONFLIK DI SURIAH
Main Author: | Sevirna Ratri Aryani, 031411133019 |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unair.ac.id/74190/1/abstrak.pdf http://repository.unair.ac.id/74190/2/full%20text.pdf http://repository.unair.ac.id/74190/ |
Daftar Isi:
- Konflik berkepanjangan Suriah telah mengakibatkan krisis-krisis baru di berbagai sektor. Selain itu, pelanggaran HAM berat juga turut dirasakan populasi di dalam Suriah hingga saat ini. Padahal, konflik dan pelanggaran HAM merupakan elemen-elemen yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan dunia. Maka dari itu, keberlanjutan konflik harus segera dihentikan dengan mekanisme penyelesaian konflik yang ada dalam hukum internasional. Dalam hukum internasional, mekanisme penyelesaian sengketa dan konflik dirangkum dalam pasal 33 Piagam PBB serta Bab VI dan Bab VII Piagam PBB. Dalam perkembangannya salah satu upaya penyelesaian konflik Suriah dilakukan oleh Rusia, Turki, dan Iran yang menginisiasi serangkaian proses penyelesaian konflik Suriah yang disebut sebagai Astana Process. Tiga negara tersebut bertindak sebagai negara penjamin (guarantor state). Penyelesaian konflik melalui Astana Process oleh tiga negara penjamin tersebut pada dasarnya adalah bentuk intervensi kemanusiaan dan Responsibility to Protect (R2P). Selain itu, upaya tiga negara tersebut melalui Astana Process mendapatkan beberapa pencapaian seperti datangnya tokoh penting dari kelompok oposisi sebagai delegasi, disetujuinya pembentukan komisi konstitusi, dan terciptanya forum mediasi dimana mediatornya mempunyai pengaruh terhadap pihak-pihak berkonflik. Hal ini belum pernah dicapai sebelumnya dalam proses penyelesaian konflik melalui forum PBB (atau disebut dengan Proses Jenewa). Meskipun demikian Astana Process juga menemui beberapa hambatan. Hambatan itu muncul karena tiga negara penjamin kurang mampu menindaklanjuti komitmen yang mereka buat dalam Astana Process.