KERUGIAN KEUANGAN NEGARA (STATE FINANCIAL LOSS) SEBAGAI SYARAT DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 25/PUU-XIV/2016

Main Author: ALDONOVAN WALID, 031311133041
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.unair.ac.id/71424/1/FH.%20103-18%20Wal%20k%20Abstrak.pdf
http://repository.unair.ac.id/71424/2/FH.%20103-18%20Wal%20k.pdf
http://repository.unair.ac.id/71424/
http://lib.unair.ac.id
Daftar Isi:
  • Tindak pidana korupsi merupakan extra ordinary crime atau kejahatan yang luar biasa. Tindak pidana korupsi mengakibatkan negara mengalami banyak kerugian. Karena sebagian besar pelaku korupsi mengakibatkan negara rugi dan dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kasus korupsi yaitu delik merugikan keuangan negara jumlahnya sangat banyak dibandingkan dengan delik korupsi yang lain. Putusan Mahakamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 menghapus kata “dapat” dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ada pendapat yang pro, namun banyak juga pendapat yang kontra dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016. Karena kerugian keuangan negara harus nyata dan pasti jumlahnya. Padahal masih banyk perdebatan mengenai lembaga yang berwenang menghitung kerugian keuangan negara karena tindak pidana korupsi. Putusan Mahakamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 membuat Laporan Kerugian Keuangan Negara dari BPK menjadi syarat yang harus ada saat penyidikan tindak pidana korupsi