ANALISIS PENERAPAN PMK 85/2012 TENTANG PENUNJUKAN BUMN SEBAGAI WAJIB PUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT. PAL INDONESIA

Main Author: DERY ACHMAD AZIZI, 041210213005
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.unair.ac.id/71311/1/ABSTRAK.pdf
http://repository.unair.ac.id/71311/2/FV%20P%2019-18%20Azi%20a.pdf
http://repository.unair.ac.id/71311/
http://lib.unair.ac.id
Daftar Isi:
  • 1. PT. PAL Indonesia (Persero) telah melaksanakan kewajibannya sebagai wajib pajak pemungut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012 Tentang Penujukan BUMN untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewa, serta tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporannya. 2. Bagi pemungut PPN sendiri selain timbul kewajiban baru memungut dan menyetorkan PPN dan memberi cap “Disetor tanggal ...” di faktur pajak atas transaksi tersebut timbul juga kewajiban baru melaporkan SPT Masa PPN Pemungut yakin 1107 PUT. Dan dilampiri dengan Faktur Pajak lembar ke-3 (tiga) dan Surat Setoran Pajak lembar ke-5 (lima) serta dilampiri daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. 3. Faktur Pajak tetap dibuat oleh rekanan namun jika sebelumnya kode transaksinya 01 saat ini menjadi 03, selain itu sebelumnya faktur pajak dibuat dalam 2 (dua) rangkap maka saat ini faktur pajak dibuat menjadi 3 (tiga) rangkap dan pada Faktur Pajak tersebut oleh BUMN harus dicap kapan PPN tersebut disetor dengan memberi cap “DISETOR TANGGAL : XX-XX-XXXX”. 4. Pada transaksi sebelum berlaku ketentuan ini pihak rekanan tidak menyetorkan langsung melalui SSP, sedangkan ketentuan ini pihak rekanan membuat SSP 5 (lima) rangkap dengan identitas rekanan dan pihak penyetor dicantumkan Nama dan NPWP BUMN (BUMN sebagai penyetor). Hal ini karena pihak rekanan BUMN tidak menerima lagi uang titipan PPN karena PPN-nya disetorkan sendiri oleh BUMN namun dengan SSP atas nama rekanan, namun dalam invoicenya tetap mencantumkan nilai PPN karena bentuk pembayaran hanya berubah menjadi SSP. 5. Efek dari penerapan ini bagi rekanan BUMN karena PPN atas transaksi ini telah dipungut oleh wajib pajak pemungut maka tidak mempengaruhi lagi Faktur Pajak keluaran yang dipungut sendiri sehingga SPT Masa PPN bisa menjadi lebih bayar. 6. Dalam hal penunjukan BUMN sebagai Pemungut PPN, tidak termasuk anak perusahaan Joint Operation atau bentuk kerja sama lainnya. Karena BUMN sebagaimana dimaksud dalam butir 1 adalah BUMN yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yaitu Badan usaha yang paling sedikit mempunyai 51% (lima puluh satu persen) saham yang dimiliki oleh negara.