OBJEK PRAPERADILAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21/PUU-XII/2014
Main Author: | AFIF FAISHAL, 031311133161 |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unair.ac.id/59310/1/FH.%20107-17%20Fai%20o%20abstrak.pdf http://repository.unair.ac.id/59310/2/FH.%20107-17%20Fai%20o.pdf http://repository.unair.ac.id/59310/ http://lib.unair.ac.id |
Daftar Isi:
- Upaya paksa merupakan bentuk kewenangan yang dimiliki penyidik ataupun penuntut umum untuk mengurangi hak asasi manusia yang dimiliki oleh tersangka, tentunya didasari pemberian kewenangan oleh Undang-Undang yang dalam hal ini Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Upaya paksa diberi oleh undangundang antara lain penangkapan,penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat dan pemanggilan. Dengan adanya hak untuk mengurangi hak asasi manusia yang dimiliki oleh tersangka, maka hukum acara pidana Indonesia membuat suatu wadah untuk mengkontrol upaya paksa tersebut dengan membentuk pranata praperadilan. Namun implementasinya pranata praperadilan ini hanya bersifat administratif, tanpa mereduksi pembuktian seperti ranah pokok perkara. Adanya permohonan Judicial Review atas Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berkaitan dengan objek praperadilan, dalam Putusannya Nomor 21/PUU-XII/2014, Mahkamah Konstitusi menambahkan objek praperadilan yaitu penetapan tersangka, dengan alasan bahwa penetapan tersangka merupakan bentuk perkembangan upaya paksa. Kata Kunci : Upaya Paksa, Praperadilan, Mahkamah Konstitusi, Penetapan Tersangka.