PEMENUHAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

Main Author: Cristina Wijayanti, S.H, 031224153134
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2016
Subjects:
Online Access: http://repository.unair.ac.id/49382/1/ABSTRAK.pdf
http://repository.unair.ac.id/49382/2/Tesi%20ok.pdf
http://repository.unair.ac.id/49382/
http://lib.unair.ac.id
Daftar Isi:
  • Tindak pidana perdagangan orang mengakibatkan kerugian bagi korban, baik kerugian materiil maupun immateriil. Kerugian materiil berupa penyembuhan luka fisik, sedangkan kerugian immateriil berupa kehilangan keseimbangan jiwa, kepercayaan diri korban serta semangat hidup korban. Korban kejahatan pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana, namun korban tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan oleh Undang-Undang kepada pelaku kejahatan. Selain sebagai saksi yang mengetahui suatu kejahatan, korban juga merupakan subyek hukum yang memiliki kedudukan sederajat di depan hukum. Dalam tesis ini penulis membahas mengenai Karakteristik hak restitusi dalam tindak pidana perdagangan orang dan Implementasi pemenuhan hak restitusi terhadap korban tindak pidana perdagangan orang melalui putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Peraturan sebagai payung hukum bagi tindak pidana perdagangan orang yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, ketentuan mengenai ganti rugi sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Kitab Undang- Undang Hukum Acara Perdata, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dari hasil penelitian tersebut, kurangnya pemenuhan hak restitusi terhadap korban. Hal ini dikarenakan terdapat kendalakendala, diantaranya: kendala dari perundang-undangan yang tidak memiliki peraturan pelaksana dan dimuatnya pidana kurungan sebagai pengganti dari restitusi, sehingga memberikan pengaruh pada upaya pemenuhan restitusi yang pelaksanaannya tidak secara total. Dalam Implementasi pemenuhan hak restitusi, bahwa Majelis Hakim memutus pemenuhan hak restitusi tersebut hanya berdasarkan tuntutan, sedangkan tuntutan jaksa hanya berpedoman pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh penyidik dalam tahap penyidikan, dalam memberikan hak restitusi tersebut Penegak Hukum tanpa menghitung kembali secara rinci jumlah restitusi yang diberikan kepada korban