CALON TUNGGAL DALAM PEMILU KEPALA DAERAH MENURUT SISTEM DEMOKRASI DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Main Author: HERIBERTUS HARI SUMARNO, 131314153059
Format: Thesis NonPeerReviewed Book Lainnya
Bahasa: ind
Terbitan: , 2016
Subjects:
Online Access: http://repository.unair.ac.id/49083/1/Abstrak.pdf
http://repository.unair.ac.id/49083/2/TESIS_HERIBERTUS%20HARI%20SUMARNO_031314153059.PDF
http://repository.unair.ac.id/49083/
http://lib.unair.ac.id
Daftar Isi:
  • Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung diselenggarakan serentak di beberapa daerah. Di beberapa daerah yang diselenggarakannya pilkada serentak, terdapat 1 (satu) calon pasangan, atau calon tunggal. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 mempersyaratkan bahwa pemilihan dalam Pilkada serentak, sekurang-kurangnya 2 (dua) calon pasangan yang ditetapkan. Apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut, Pilkada ditunda sampai Pilkada serentak selanjutnya. Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 100/PUUXIII/ 2015, memberikan implikasi hukum terhadap penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memberikan dasar hukum tentang calon tunggal kepala daerah dalam Pilkada serentak. Namun, legalitas calon tunggal juga menimbulkan persoalan. Di satu sisi, Pilkada dengan calon tunggal menunjukan pemilihan yang tidak demokratis. Di sisi yang lain, keberadaan calon tunggal akan melemahkan keberadaan partai politik. Secara implisit, keberadaan calon tunggal menjadi kritik tersendiri bahwa partai politik yang seharusnya menjalankan fungsi rekrutmen politik ternyata tidak menjalankan fungsinya tersebut sebagaimana mestinya