KONSTRUKSI SOSIAL MASYARAKAT RELIGIUS TERHADAP REALITAS SOSIAL PEREMPUAN PELAYAN WARUNG KOPI REMANG-REMANG DI PASAR MOJOAGUNG, JOMBANG

Main Author: FERRY WAHYU ARLADIN, 071211433029
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2016
Subjects:
Online Access: http://repository.unair.ac.id/45961/1/abstrak.pdf
http://repository.unair.ac.id/45961/2/FERRY%20WAHYU%20ARLADIN-NIM%20071211433029.pdf
http://repository.unair.ac.id/45961/
http://lib.unair.ac.id
Daftar Isi:
  • Beberapa tahun terakhir, warung kopi yang menggunakan jasa pelayan perempuan, mengalami perkembangan pesat di Pasar Mojoagung, Jombang. Warung kopi remang-remang tersebut, menghadirkan dunia malam warung kopi yang menawarkan aroma sensualitas dari para pelayan perempuannya. Di balik eksistensi warung kopi remang-remang, terdapat masyarakat pedagang Pasar Mojoagung yang banyak diantaranya merupakan orang-orang yang menyandang identitas sebagai pemuka-pemuka agama. Atas dasar fakta itulah, penelitian ini mengkaji bagaimana konstruksi sosial masyarakat religius, terhadap perempuan pelayan warung kopi remang-remang di Pasar Mojoagung, Kabupaten Jombang. Penelitian ini menggunakan perspektif konstruksi sosial dari Peter L. Berger untuk mengkaji dialektika pengetahuan di masyarakat menyangkut eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi, yang merupakan dasar bagi pembentukan sebuah konstruksi kenyataan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang erat kaitannya dengan paradigma definisi sosial. Penelitian ini dilakukan di Pasar Mojoagung, Kabupaten Jombang, dengan mengambil sembilan subjek penelitian, yakni tujuh subjek kelompok masyarakat religius dan dua subjek pelayan perempuan. Masyarakat religius mengkonstruksikan perempuan pelayan warung kopi remang-remang sebagai realitas negatif, penunjukan identitas negatif tersebut dikarenakan terjadinya kontra definisi antara nilai kebebasan perempuan yang dibawa oleh komunitas warung kopi remang-remang dengan nilai yang telah melembaga dalam masyarakat. Meskipun eksistensinya dianggap mengganggu, ternyata masyarakat religius masih memberikan toleransinya atas dasar hak yang dimiliki oleh para pelayan perempuan untuk bekerja, beraktivitas, dan mencukupi kebutuhan hidupnya.