PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN
Main Author: | DJOKO PRIANTORO, 090610456 MH |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2009
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unair.ac.id/38257/1/gdlhub-gdl-s3-2010-priantorod-11241-th2809-k.pdf http://repository.unair.ac.id/38257/2/gdlhub-gdl-s3-2010-priantorod-10484-th2809.pdf http://repository.unair.ac.id/38257/ http://lib.unair.ac.id |
Daftar Isi:
- Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi warga perempuannya yang saat ini masih menjadi kelompok yang termarjinalkan yaitu dengan meratifikasi Konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of All forms of Discrimination Againts Woman) yaitu konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan menjadi Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 dimana undang-undang tersebut menekankan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan didalam segala bidang dan kegiatan. Pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi CEDAW memandang perlu mengadakan perbaikan dalam peraturan perundang-undanngan terutama menyangkut masalah buruh perempuan sehubungan dengan hak-hak reproduksinya agar selalu konsisten dengan Konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of All forms of Discrimination Againts Woman). Salah satu bentuk perbaikan tersebut adalah dengan dibentuknya Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khusus yang menyangkut hak-hak reproduksi terdapat pada Pasal 76, 81,82,83. Masalah cuti haid yang diatur dalam Pasal 81 ayat (1), cuti hamil diatur dalam Pasal 82 ayat (1), dan Pasal 76 ayat (2), Cuti gugur kandungan diatur dalam Pasal 82 ayat (2), hak menyusui diatur pada Pasal 83 Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan secara umum telah memiliki konsistensi dengan Konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of All forms of Discrimination Againts Woman), hanya saja pada Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Indonesia masih terdapat ayat-ayat yang isinya justru mematahkan atau melemahkan bunyi pasal atau ayat-ayat lainnya sehingga pada akhirnya tidak memiliki arti apa-apa. Ayat tersebut yang dimaksud adalah kalimat yang menyatakan bahwa untuk pelaksanaan ketentuannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, ini tentunya memungkinkan perusahaan untuk tidak melaksanakan ketentuan yang diharuskan, apalagi di Indonesia posisi buruh selalu berada pada posisi yang subordinatif dan selalu menjadi pihak yang dikalahkan.