Daftar Isi:
  • Notaris merupakan pejabat umum yang diberi kewenangan oleh negara untuk membuat akta otentik. Dalam jabatan notaris terdapat kepercayaan publik yang sangat besar. Tugas dan kewenangan notaris membuat akta otentik diikuti pula oleh tanggung jawab notaris, baik yang sudah ditentukan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris maupun Kode Etik Jabatan Notaris. Namun, terdapat beberapa kasus tindak pidana pemalsuan akta otentik yang menyangkut Notaris baik sebagai terdakwa maupun saksi. Perlu ditelaah lebih lanjut, dalam hal Notaris tersebut sebagai pelaku tindak pidana pemalsuan akta otentik atau sebagai pelaku penyerta. Dalam penulisan ini dianalisa lebih lanjut mengenai teori dan bentuk-bentuk penyertaan. Bentuk penyertaan dapat dilihat didalam Pasal 55 dan 56 KUHP. Didalam rumusan Pasal 55 KUHP dibedakan bentuk-bentuk mededader (para peserta, para pembuat). Kelompok ini terdiri dari orang yang melakukan/pelaku (plegen), yang menyuruhlakukan (doen plegen), yang turut serta melakukan (mede plegen), sengaja menganjurkan/penganjur (uitlokken). Sedangkan di dalam Pasal 56 KUHP dijelaskan mengenai pembantuan (medeplichtige). Penulis menganalisa bentuk-bentuk tindak pidana penyertaan (deelneming) pemalsuan akta otentik yang mungkin dapat dilakukan oleh Notaris. Sedangkan pertanggungjawaban pidana Notaris sebagai “Deelnemer” dalam tindak pidana pemalsuan akta otentik dapat dilihat sesuai kapasitas peran Notaris dalam kasus penyertaan (deelneming) tersebut. Prinsip pertanggungjawaban pelaku tindak pidana juga harus dilakukan pertanggungjawaban pidana terhadap perbuatan penyertaan (deelneming).