PEMBEBANAN HARTA BERSAMA PERKAWINAN BERUPA HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI AGUNAN DALAM PERKAWINAN CAMPURAN
Main Author: | LIDYA ELIZABHET, 030810205 N |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2010
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unair.ac.id/37853/1/gdlhub-gdl-s2-2011-elizabhetl-14736-tmk181-k.pdf http://repository.unair.ac.id/37853/2/gdlhub-gdl-s2-2011-elizabhetl-12293-tmk181-0.pdf http://repository.unair.ac.id/37853/ http://lib.unair.ac.id |
Daftar Isi:
- Seiring dengan perkembangan dunia usaha yang semakin ketat dengan persaingan antar pelaku dunia usaha membuat pelaku dunia usaha atau bisnis dituntut untuk lebih ekstra dalam meningkatkan produktivitas usahanya. Salah satu daya penggerak untuk meningkatkan produktivitas suatu usaha adalah kepemilikan modal yang memadai, karena tanpa tersedianya modal yang memadai mustahil suatu kegiatan usaha atau bisnis bisa berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, cara untuk memperoleh modal usaha adalah melalui kegiatan pinjam meminjam yang biasa dikenal dengan kredit. Dalam kegiatan pemberian kredit, pihak pemberi kredit (Bank/Kreditur) pasti mewajibkan pihak penerima kredit (Debitur) untuk menyerahkan suatu agunan sebagai wujud pelaksanaan salah satu prinsip perbankan yakni prinsip kehati-hatian sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 2 jo Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992. Dalam tesis ini penyusun memfokuskan pada barang agunan yang berupa harta bersama perkawinan campuran yang berupa hak milik atas tanah dalam perjanjian kredit perbankan. Dan sasaran penyusun dalam tesis ini adalah bagaimana prosedur pengikatan harta bersama perkawinan sebagai agunan dalam perkawinan campuran serta akibat hukum terhadap agunan apabila perkawinan campuran itu putus, mengingat bahwa dalam konsep perkawinan campuran menurut Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah terletak pada adanya perbedaan kewarganegaraan di antara masing-masing pihak yang melangsungkan perkawinan sehingga nantinya terkait dengan aspek hukum perdata internasional.