Daftar Isi:
  • Penggunaan istilah pejabat umum bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah sampai dengan saat ini belum diatur oleh Undang-Undang tetapi diatur melalui Peraturan Pemerintah yang tingkatannya lebih rendah dari Undang-Undang. Hal ini memicu semakin banyaknya pro-kontra mengenai kewenangan pembuatan akta terutama bila dikaitkan dengan pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dimana diberikannya kewenangan pembuatan akta pertanahan terhadap Notaris yang sebelumnya berada pada Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan adanya pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris mempunyai kewenangan secara yuridis formal membuat akta pertanahan sekaligus melakukan pendaftaran peralihan hak milik atas satuan rumah susun. Otentisitas akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sampai saat ini masih dipertanyakan mengingat pengaturannya belum dengan Undang-Undang. Untuk menjadi akta otentik, berdasarkan pasal 1868 Burgerlijk Wetboek (BW) disyaratkan bentuk akta tersebut sesuai yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, dan diwilayah kewenangan jabatan dimana akta itu dibuat.