PENYALAHGUNAAN UPAYA HUKUM, UNTUK MENANGGUHKAN LELANG EKSEKUSI OBYEK HAK TANGGUNGAN

Main Author: Suhar Adi Konstanto, 090110073
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2003
Subjects:
Online Access: http://repository.unair.ac.id/35028/1/jiptunair-gdl-s2-2004-konstanto2c-1028-lelang-thb_07-03.pdf
http://repository.unair.ac.id/35028/2/8.pdf
http://repository.unair.ac.id/35028/
http://lib.unair.ac.id
Daftar Isi:
  • Pasal 6 UUHT menjamin bahwa Pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak melakukan parate eksekusi, artinya -atas kekuasaan sendiri- boleh menjual obyek Hak Tanggungan melalui lelang, tanpa campur tangan pengadilan. Kemudian, Pasal 14 ayat (3) UUHT memastikan bahwa Sertipikat Hak Tanggungan (disingkat SHT) mempunyai kekuatan eksekutorial. Atas dasar itu, Pasal 20 UUHT menegaskan bahwa obyek Hak Tanggungan dapat dijual melalui lelang -(berdasarkan parate eksekusi, atau berdasarkan titel eksekutorial SHT) atau melalui Denjualan di bawah tangan (berdasarkan kesepakatan antara pemegang dengan pemberi Hak Tanggungan). Sedangkan Pasal 7 UUHT menetapkan bahwa Hak Tanggungan dapat dipertahankan di tangan siapapun obyeknya berada. Hak Tanggungan memang dirancang sebagai hak jaminan yang kuat, dengan ciri khas eksekusi &quot;mudah dan pasti&quot;. Akan tetapi, prakteknya tidak demikian. Beberapa ketentuan UUHT tidak tegas, tidak lengkap, serta tidak memperhatikan konfigurasi peraturan dalam sistim hukum yang berlaku (termasuk tentang banyaknya upaya hukum yang bisa disalahgunakan untuk menangguhkan lelangeksekusi obyek Hak Tanggungan), sehingga justru memicu ketidakpastian. Untuk membatasi hambatan tersebut, diperlukan adanya tambahan ketentuan, terutama yang menegaskan bahwa lelang obyek Hak Tanggungan berdasarkan parate eksekusi dilaksanakan tanpa fiat Dengadilan. sedangkan yang dilaksanakan berdasarkan titel eksekutorial SHT samasekali tidak boleh ditangguhkan kecuali terdapat unsur pidana. Sebelum ada revisi dan amandemen UUHT, maka Mahkamah Agung RI --dengan menggunakan &quot;fungsi mengatur&quot; yang dimilikinya- dapat menuangkan ketentuan-ketentuan menyangkut hukum acara sedemikian itu dalam suatu Peraturan Mahkamah Agung. Begitupun eksekutif, bisa mengambil prakarsa untuk mencegah penyalahgunaan upaya hukum dimaksud, melalui Peraturan Pemerintah. </description