TANGGUNG JAWAB PPJP SEBAGAI PENERIMA PEKERJA OUTSOURCING DARI PPJP SEBELUMNYA APABILA TERJADI PHK
Main Author: | CHRISTOPHER GANADHI THE, 031211132001 |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unair.ac.id/12625/1/gdlhub-gdl-s1-2016-thechristo-40333-7abstrak.pdf http://repository.unair.ac.id/12625/2/FH.%2071-16%20The%20t.pdf http://repository.unair.ac.id/12625/ http://lib.unair.ac.id |
Daftar Isi:
- Pada tahun 2011, muncul langkah hebat dari buruh-buruh outsourcing yang melakukan permohonan Judicial Review pada Mahkamah Konstitusi ( yang untuk selanjutnya disebut MK) Indonesia mengenai pasal 59 dan pasal 64 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang dianggap tidak melindungi hak-hak dari buruh Outsourcing. Permohonan ini akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 27/PUU-IX/2011 yang dalam amar putusan dalam intinya MK memperkenalkan dua model yang dapat dilaksanakan untuk melindungi hak-hak pekerja/buruh. Pertama,dengan mensyaratkan agar perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing tidak berbentuk PKWT, melainkan berbentuk “perjanjian kerja waktu tidak tertentu”. Kedua, menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh (Transfer of Undertaking Protection of Employment atau TUPE) yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing. Model perjanjian kerja waktu tidak tertentu ini memberikan perlindungan hak-hak buruh secara pasti karena statusnya adalah pegawai tetap dan kelanjutan pekerjaannya dijamin oleh UU dan apabila memang ada pemutusan hubungan kerja harus melalui tahap-tahap tertentu.