KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM MENGELUARKAN SURAT PERINTAH PENYIDIKAN YANG BARU DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NO 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN
Daftar Isi:
- Tindak Pidana Korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau bisa disebut extra ordinary crime. Oleh karena itu penanganan harus dilakukan dengan luar biasa, di Indonesia ada 3 lembaga penengak hukum yang menangani tindak pidana korupsi yaitu KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian. Ketiga lembaga penegak hukum tersebut dapat menangani tindak pidana korupsi, diawali dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan, pada tahap penyidikan biasanya kejaksaan mengeluarkan surat perintah penyidikan dengan disertai penetapan tersangka, terkadang tersangka melakukan praperadilan dan dikabulkan oleh pengadilan, kemudian penyidik kejaksaan mengeluarkan surat perintah penyidikan yang baru. Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini, Apakah kejaksaan mempunyai kewenangan dalam mengeluarkan surat perintah penyidikan yang baru terhadap tersangka tindak pidana korupsi ?, Kendala apa yang dihadapi oleh kejaksaan dalam mengeluarkan surat perintah penyidikan yang baru untuk perkara tindak pidana korupsi ?, Upaya apa yang dilakukan oleh kejaksaan agar surat perintah penyidikan yang baru tidak dibatalkan oleh putusan praperadilan ?. Penelitian ini adalah penelitian empiris, penelitian hukum empiris didasarkan pada kenyataan di lapangan atau melalui observasi (pengamatan) langsung. Berkenan dengan tipologi dan klasifikasi penelitian, hukum normatif disertakan dengan penelitian hukum doctrinal (doktrin). Sedangkan penelitian hukum empiris disertakan dengan penelitian non doctrinal (tanpa doktrin). Penelitian hukum empiris yang mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektivitas hukum. Penelitian hukum empiris hendak mengadakan pengukuran terhadap peraturan perundang-undangan tertentu mengenai efektivitasnya, maka definisi-definisi operasional dapat diambil dari peraturan perundangundangan. Kejaksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penyidikan yang baru dikarenakan pemeriksa praperadilan tidak memeriksa substansi melainkan melakukan pemeriksaan terhadap proses, hambatan yang dihadapi adalah orang-orang yang termasuk dalam unsur utama keterangan kurang dapat memberikan data, adanya ketakutan dari orang-orang yang dimintai keterangan karena adanya intevensi dari pimpinan terhadap orang yang memberikan data, adanya manipulasi data atau laporan, adanya kesulitan dalam mengumpulkan data pendukung. Oleh karena itu agar surat perintah penyidikan yang baru tidak dibatalkan oleh pengadilan melalui lembaga praperadilan, seharusnya kejaksaan lebih cermat dan teliti dalam memproses tersangka. Kata kunci : Kejaksaan, Korupsi, Penyidikan