PEMBATASAN HAK PREROGATIF PRESIDEN DALAM MENGANGKAT KAPOLRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Main Author: Nanda, Fazli
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://scholar.unand.ac.id/37279/1/Cover%20dan%20Abstrak.pdf
http://scholar.unand.ac.id/37279/2/BAB%20I.pdf
http://scholar.unand.ac.id/37279/3/BAB%20IV.pdf
http://scholar.unand.ac.id/37279/4/DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
http://scholar.unand.ac.id/37279/5/SKRIPSI%20FULL.pdf
http://scholar.unand.ac.id/37279/
Daftar Isi:
  • Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian menyebutkan bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Namun, Keikutsertaan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam memberikan persetujuan dalam pengangkatan seorang Kapolri sebagai pimpinan tertinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia melahirkan banyak pandangan dimana ada yang menilai bahwa hal ini membatasi ruang gerak Presiden dalam menggunakan Hak Prerogatifnya ataupun dengan penilaian bahwa hal ini merupakan bentuk penerapan prinsip check and balances antar lembaga Negara dalam sebuah Negara demokrasi. Penelitian ini bersifat deskriptif dan dilakukan dengan pendekatan yuridis Normatif. Pendekatan tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Setelah semua data didapatkan, maka akan dilakukan pengolahan dan analisis data. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini adalah Pertama Bagaimanakah Pembatasan Hak Prerogatif Presiden dalam mengangkat Kapolri berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kedua Bagaimanakah Implikasi Yuridis dari keikutsertaan DPR RI dalam memberikan persetujuan terhadap pengangkatan Kapolri. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu data yang disusun secara sistematis dengan menggunakan kalimat sebagai gambaran dan pembahasan dari hasil penelitian hingga diperoleh kesimpulan. Dari Penelitian ini disimpulkan bahwa .(1) Pergeseran makna hak prerogatif dalam pengangkatan Kapolri tidaklah dimaknai bahwa hak presiden berkurang, namun perlunya intervensi dari cabang kekuasaan lain dalam hal ini DPR RI untuk menghindari kesewenang – wenangan penggunaan kekuasaan eksekutif oleh Presiden karena kuatnya kekuasaan yang dimiliki. Namun keikutsertaan DPR RI dalam pengangkatan Kapolri selama ini perlu menjadi perhatian dan beberapa koreksi agar tentunya hak prerogatif presiden juga tidak menjadi hilang atau dikurangi. (2) bahwa dengan adanya persetujuan DPR dalam mengangkat Kapolri berpotensi mempengaruhi pengabdian dan loyalitas kepada Presiden sehingga timbul anasir-anasir politis yang rawan dengan pola dan mekanisme transaksional seperti yang terjadi pada kasus Miranda Swaray Goeltom mantan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia yang terbukti secara hukum melakukan tindak pidana penyuapan saat menjalankan fit and proper test di DPR.