Perlindungan Hukum Terhadap Istri sebagai akibat cerai talak dalam pemenuhan mut'ah dan nafkah

Main Author: halimah, suci warti
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2016
Subjects:
Online Access: http://scholar.unand.ac.id/16675/1/abstrak.pdf
http://scholar.unand.ac.id/16675/2/BAB%20I.pdf
http://scholar.unand.ac.id/16675/3/BAB%20IV.pdf
http://scholar.unand.ac.id/16675/4/DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
http://scholar.unand.ac.id/16675/5/OK%20UPLOAD.pdf
http://scholar.unand.ac.id/16675/
Daftar Isi:
  • Dasar pemikiran Penulis memilih judul ini karena berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan masih banyak sekali suami yang tidak mau memenehui kewajibannya yang berupa mut’ah dan nafkah padahal suami itu tahu bahwa mut’ah dan nafkah itu adalah kewajiban mereka sebagai salah satu akibat dari mengajukan permohonan cerai talak terhadap isteri. Bagi Penulis yang menjadi masalah pokok dalam tulisan ini adalah bagaimana pelaksanaan pemenuhan mut’ah dan nafkah setalah adanya putusan cerai talak di Pengadilan Agama, serta bagaimana bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada isteri sebagai akibat cerai talak dalam pemenuhan mut’ah dan nafkah di Pengadilan Agama. Penulisan tesis ini bersumber dari data Putusan dan Berita Acara Persidangan Pengadilan Agama Pariaman, juga mengadakan penelitian terhadap hukum normatif yang bersifat analisis deksriptif. Penulis menyimpulkan bahwa pelaksanaan pemenuhan mut’ah dan nafkah itu tidak diatur secara tegas oleh undang- undang, oleh karena itu pelaksanaannya sesuai dengan kesepakatan para pihak yang dalam hal ini Pemohon dan Termohon, namun pelaksanaan pemenuhan mut’ah dan nafkah itu dilakukan sebelum atau pada saat akan dilakukannya ikrar talak, dan ada juga yang melaksanakan pemenuhannya setelah ikrar talak dilangsungkan, bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada isteri adalah dengan mengharuskan suami untuk melaksanakan pemenuhan mut’ah dan nafkah itu sebelum atau pada saat ikrar talak akan dilakukan hal ini bertujuan untuk lebih terjaminnya pelaksanaan pemenuhan mut’ah dan nafkah itu serta apabila Pemohon dan Termohon itu sepakat untuk melaksanakan ikrar talak terlebih dahulu dan pemenuhan mut’ah dan nafkah dilaksanakan setelah ikrar talak diucapkan namun stelah itu tidak pernah dipenuhinya mut’ah dan nafkah itu sama sekali, maka bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan oleh Pengadilan Agama terhadap bekas isteri adalah bentuk mediasi dan kemudian menasehati bekas suami yang tidak mau melaksanakan kewajibannya tersebut selain itu jika suami adalah seorang Pegawai Negeri Sipil maka isteri bias saja mengajukan surat permohonan pembagian gaji kepada instansi dimana suami bekerja sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 dan juga Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) Nomor 08/SE/1983. Terkait upaya yang dapat dilakukan oleh bekas isteri agar putusan Pengadilan Agama tentang mut’ah dan nafkah itu dapat dilaksanakan oleh suaminya adalah dengan cara mengajukan gugatan/permohonan eksekusi terhadap putusan Pengadilan Agama ke Pengadilan Agama yang bersangkutan. Kata Kunci : CERAI TALAK, MUT’AH, NAFKAH