FENOMENA PENDIDIKAN PEREMPUAN SUKU BANJAR DALAM KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA DI DESA PALUH MANAN KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN DELI SERDANG
Daftar Isi:
- Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena pendidikan perempuan suku Banjar, mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pendidikan perempuan suku Banjar. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan perempuan dan masyarakat terhadap pendidikan anak perempuan suku Banjar di Desa Paluh Manan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi partisipan dengan turut mengamati aktivitas perempuan suku Banjar, wawancara secara mendalam (depth interview) kepada perempuan suku Banjar yang mengalami putus sekolah, orangtua yang memiliki anak perempuan putus sekolah, kepala desa yang mengetahui kondisi pendidikan perempuan suku Banjar, tokoh masyarakat yang mengetahui kehidupan sosial budaya suku Banjar, kepala sekolah dan guru disekolah yang mengetahui perkembangan pendidikan di Desa Paluh Manan serta studi dokumentasi yang diperoleh secara tertulis maupun lisan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori fenomenologi dan teori belajar. Penelitian ini mendapatkan keterangan bahwa di era globalisasi ini masih ditemui masyarakat yang memiliki pendidikan rendah khususnya pendidikan perempuan suku Banjar di Desa Paluh Manan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah fenomena pendidikan suku Banjar relatif rendah hal itu terlihat dari sekitar ±70% perempuan tersebut putus sekolah yang menyebabkan pola pikir mereka sulit untuk maju. Adapun faktor penyebab rendahnya pendidikan suku Banjar di desa ini yaitu karena faktor lingkungan keluarga dan tempat tinggal, faktor ekonomi keluarga yang tidak memadai, dan tradisi suku Banjar itu sendiri yang masih dipegang teguh oleh mereka. Selain itu minimnya pengetahuan perempuan dan masyarakat suku Banjar itu sendiri terhadap pendidikan secara luas menjadikan mereka kurang antusias memperjuangkan pendidikannya dan menganggap manfaat pendidikan itu hanya sebatas bisa baca dan tulis