ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS PERLINDUNGAN KORBAN DALAM LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI

Main Author: Mirza Dwan Sanova
Format: Theses
Bahasa: ind
Terbitan: Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala , 2023
Subjects:
Online Access: http://etd.usk.ac.id//index.php?p=show_detail&id=108950
Daftar Isi:
  • ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS PERLINDUNGAN KORBAN DALAM LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGIRegulasi hukum tentang tindak pidana kekerasan seksual secara rinci di Indonesia baru diundangkan pada tahun 2022 melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Sebelumnya, Kementerian Pendidikan telah mengeluarkan Peraturan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Lingkungan Perguruan Tinggi. Kedua aturan ini idealnya mengatur jenis dan sanksi kekerasan seksual berbasis perlindungan korban. Namun demikian, permasalahan yang muncul adalah tampak ada pemisahan antara perilaku seksual di Lingkungan Kampus dengan persetujuan (consent) dan kekerasan seksual tanpa persetujuan (consent). Adanya penekanan pada sexual consent menjadi alasan bagi pelaku tidak dapat dihukum. Selain itu, permasalahan berikutnya tentang konsep perlindungan korban yang diatur dalam Permendikbudristek belum mampu melindungi hak-hak korban sepenuhnya, sebab kekerasan seksual di Kampus biasanya tidak terekspose karena ada tekanan kampus demi menjaga nama baik kampus, dan adanya rasa malu dari korban terhadap tindakan yang diterimanya. Untuk itu, kajian utama dalam penelitian ini memaparkan permasalahan tentang Penafsiran Hukum atas Konsep Sexual Consent sebagai Syarat Penentuan Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang Terdapat di dalam Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 dan UU TPKS Nomor 12 Tahun 202, dan Konsep Sexual Consent dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dan UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022 Dilihat dari Perlindungan Hak-Hak Korban.Penelitian dan pengkajian dalam penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengembangkan konsep sexual consent pada peraturan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 dengan cara menganalisis dan menafsirkan konsep sexual consent sebagai syarat penentuan tindak pidana kekerasan seksual dalam peraturan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, serta meninjau apakah hak-hak korban dalam Permendikbusristek Nomor 30 Tahun 2021 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 yang berbasis sexual consent sebagai bentuk perlindungan korban sudah dapat terpenuhi.Adapun Jenis penelitian adalah yuridis-normatif, dengan menggunakan 4 pendekatan, yaitu pendekatan undang-undang, pendekatan sejarah, pendekatan konseptual, dan pendekatan komparatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder yang terdiri dari sumber-sumber tertulis, baik itu regulasi peraturan perundang-undangan, buku hukum, kamus hukum, dan bahan kepustakaan lainnya. Adapun metode analisis penelitian ini adalah analisis preskriptif.Hasil penelitian menunjukkan kekerasan seksual mencakup arti umum untuk semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain baik itu bernuansa seksualitas, verbal, visual, tindakan aktif, maupun dalam bentuk penggunaan lambang-lambang yang menunjukkan nuansa seksualitas. Persetujuan seksual atau sexual consent dalam konteks hubungan seksual menjadi syarat apakah hubungan seksual itu didasarkan tekanan atau tidak, intimidasi atau tidak, sehingga ia disebut dengan tindak pidana kekerasan seksual. Sehingga dapat disimpulkan apabila ada persetujuan seksual dari korban, maka pelaku tidak dapat dipidana dan jika tidak ada persetujuan dari korban, pelaku baru dapat dijatuhi pidana. Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 maupun Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 secara yuridis mampu memberikan perlindungan terhadap korban. Hasil dari wawancara menunjukkan bahwasanya hak-hak korban yang diperhitungkan adalah hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan sejak terjadinya tindak pidana kekerasan seksual, dimana penanganan atau penyelesaian perkara sesuai keinginan dari korban dengan prinsip utamanya menjaga kerahasiaan identitas dan keselamatan korban.Disarankan terhadap pemerintah dalam hal ini lembaga eksekutif dan lembaga legislatif perlu lebih teliti dalam hal menggunakan atau pemilihan kata-kata untuk digunakan dalam suatu peraturan atau perundang-undangan, sehingga dapat menghilangkan kemultitafsiran masyarakat dalam memahami pasal-pasal dalam perundang-undangan. Sejalan dengan itu perlu memasukkan landasan teologis atau norma agama dalam peraturan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 dan dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, hal ini agar norma agama dapat diakomodasi secara baik dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana amanat konstitusi UUD 1945 dan ideologi Pancasila.Kata Kunci: Tindak Pidana, Kekerasan Seksual, Perlindungan Korban, Perguruan Tinggi