Penguatan Majelis Rakyat Papua dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua
Main Author: | Derek Antonius Wospakrik, Decky |
---|---|
Other Authors: | Prasetyo, Teguh, Rauta, Umbu |
Format: | Thesis application/pdf |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana UKSW
, 2013
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.uksw.edu/handle/123456789/2887 |
Daftar Isi:
- Peran dan fungsi MRP dalam pelaksanaan Otsus Papua dapat dilihat dalam peraturan perundang-undangan. Landasan dari lahirnya MRP adalah UU Nomor 21 Tahun 2001 yang telah dirubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2008 Tentang Otonomi Khusus Papua. Dengan hadirnya UU Otsus Papua yang bertujuan memberikan perlindungan dan keberpihakan secara affirmative action kepada masyarakat asli Papua. Dalam Pasal 5 ayat (2) menegaskan dalam pelaksanaan Otsus Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua yang merupakan representasi kultural dari orang asli Papua yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap adat istiadat dan budaya, pemberdayaan perempuan dan pemantapan kerukunan kehidupan beragama. Dengan demikian kehadiran MRP merupakan perwujudan dari pelaksanaan Otsus Papua. kemudian pemerintah pusat menindak lanjuti pasal 5 ayat (2) dengan mengeluarkan PP Nomor 54 Tahun 2004 Tentang Majelis Rakyat Papua yang kemudian disusul dengan Peraturan Daerah Khusus No. 4 Tahun 2004 tentang pelaksanaan tugas dan wewenang MRP. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang MRP dalam wujud lembaga perwakilan mempunyai fungsi dan peran antara lain legislasi, perwakilan dan pengawasan. Dari sisi fungsi legislasi MRP tidak mempunyai peran yang nyata dikarenakan peran dari MRP hanya menyetujui dan mengesahkan Perdasus. Sedangkan dalam membuat dan menyusun serta mengusulkan ada ditangan DPRP dan Pemerintah Daerah. Fungsi Pengawasan yang dilakukan oleh MRP lebih kepada perlindungan kepentingan orang asli Papua dalam ekonomi, sosial dan budaya. Pengawasan yang dilakukan oleh MRP ini termasuk dalam pembuatan Perdasus yang lebih berpihak kepada orang asli Papua. Dan disisi lain pengawasan terhadap lembaga daerah yang berhubungan dengan kehidupan kultural orang asli Papua. Fungsi perwakilan, dibagi berdasarkan wilayah hukum adat yang ada di Papua dan merupakan representasi dari beberapa unsur, seperti Adat, Agama dan Perempuan. Dalam perwakilan ini unsur-unsur tersbut telah menjadi representasi dari perwakilan secara kultural orang asli Papua di dalam MRP yang mana di bagi kedalam kelompok kejra (pokja). Di dalam menjalankan fungsi dan peran, kedudukan dari MRP sangat lemah, hal ini dapat dilihat dalam peraturan perundangan yang mengatur tentang MRP. Kelemahan tersebut adalah dalam fungsi legislasi yang hanya mengesahkan dan menyetujui terhadap suatu Perdasus. Kedudukan dalam fungsi legislasi ini yang harus dirubah dengan melakukan perubahan terhadap peraturan perundangan yang telah ada. Sehingga memberikan kedudukan yang sederajat diantara kedua lembaga perwakilan dan dapat terjadi checks and balances. Tujuan ini semua demi kepentingan orang asli Papua dalam pelaksanaan Otsus Papua. Namun hal tersbut juga tidak dapat terlepas dari sistem rekrutmen anggota MRP yang mana dalam rekrutmen anggota MRP harus diberdasarkan reward and punishment. Dan juga jaring aspirasi masyarakat.