Gambaran Subjective Well Being Perempuan Batak yang Melajang

Main Author: Rohmah, Septi Naela
Other Authors: Prasetya, Berta Esti Ari
Format: Thesis application/pdf Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2022
Subjects:
Online Access: https://repository.uksw.edu//handle/123456789/27564
Daftar Isi:
  • Suku Batak Toba merupakan suku bangsa yang terdapat di Sumatra Utara. Di Dalam suku Batak memiliki hukum adat yang berlaku pada di masyarakat yaitu pernikahan. Hukum adat orang Batak Toba diatur dalam sebuah kebudayaan tradisi yang akan terus menerus ada dan tidak punah ditelan zaman. Suku Batak Toba meyakini suatu norma yang berlaku di masyarakat bahwa perempuan wajib menikah jika sudah berusia dewasa, jika tidak segera menikah akan disebut thias (aib) atau perempuan tobang (perempuan yang tidak laku-laku). Hal tersebut sering kali menimbulkan perasaan sedih dan tidak berharga, merasa diasingkan di lingkungan sekitar yang diasumsikan memengaruhi subjective well being. Subjective well being merupakan penilaian kognitif dan afektif seseorang terhadap kehidupannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat Subjective well being pada perempuan Batak Toba yang melajang, faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi Subjective well being perempuan Batak yang melajang dan faktor wanita Batak masih melajang. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan wawancara terhadap 3 subjek wanita Batak yang masih melajang yang berusia diatas 30 tahun. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa gambaran Subjective well being dilihat dari afek kognitif mereka dapat menjalani kehidupannya dengan rasa bersyukur, kepuasan khusus seperti pekerjaan dan finansial sehingga menimbulkan perasaan senang. Sedangkan faktor yang mendukung terkait kondisi subjective well being perempuan batak yang melajang adalah dukungan sosial, hubungan sosial yang baik, religuisitas.
  • The Toba Batak tribe is an ethnic group found in North Sumatra. In the Batak tribe, there is a customary law that applies to society, namely marriage. The customary law of the Toba Batak people is regulated in a traditional culture that will continue to exist and will not become extinct in time. The Toba Batak tribe believes in a norm that applies in society that women are obliged to marry when they are of age, if they do not get married soon they will be called thias (disgrace) or women tobang (women who do not sell well). This often causes feelings of sadness and worthlessness, feeling isolated in the surrounding environment which is assumed to affect subjective well being. Subjective well being is a person's cognitive and affective assessment of his life. The purpose of this study was to examine the subjective well-being of single Toba Batak women, factors related to the subjective well-being of single Batak women and factors of single Batak women. This study uses qualitative research, the data collection technique in this study is to use interviews with 3 single Batak women who are over 30 years old. The results of the study show that the description of Subjective well being seen from their cognitive affect can live their lives with gratitude, special satisfactions such as work and finances, causing feelings of pleasure. Meanwhile, factors that support the subjective well-being of single Batak women are social support, good social relations, and religiosity. Keywords: Marriage, custom, Subjective well being, single Batak women