Peran Iwol dan Dewan Adat Aplim Apom Sibilki dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat di Distrik Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang Provinsi Papua
Main Author: | Uropmabin, Muner E. |
---|---|
Other Authors: | Budhayati, Chistiana Tri |
Format: | Thesis application/pdf |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Program Studi Ilmu Hukum FH-UKSW
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.uksw.edu/handle/123456789/17526 |
Daftar Isi:
- Skripsi ini membahas mengenai “Peran Iwol dan Dewan Adat Aplim Apom Sibilki Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat Di Distrik Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang Provinsi Papua”. Dari hasil penelitian ini di peroleh dua jenis sengketa yang terjadi di Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang yakni sengketa horizontal dan sengketa vertikal. Sengketa horizontal adalah sengketa antara masyarakat dan masyarakat. Faktor penyebab sengketa horisontal adalah pengakuan sepihak atas tanah ulayat sehingga terjadi konflik di antara masyarakat adat setempat. Sengketa semacam ini di selesaikan oleh otoritas Iwol sebagai Mediator/ pihak ke tiga yang memfasilitasi ke dua bela pihak untuk melakukan mediasi. Sengketa Vertikal adalah sengketa atas tanah ulayat oleh masyarakat dan pemerintanh Kabupaten Pegunungan Bintang. Foktor penyebab terjadinya sengketa vertikal adalah ketidak konsistenan pemerintah dalam memberikan ganti kerugian atas tanah ulayat sehingga masyarakat menunutut agar pihak pemerintah segera membayar unag rekognisi/ uang ucapan terimakasih kepada masyarakat. Sengketa semacam ini dapat di selesaikan oleh Dewan Adat AplimApom Sibilki sebagai mediator atau pihak ke tiga yang memfasilitasi ke dua belah pihak dalam menyelesaikan sengketa. Peran Iwol dan Dewan Adat Aplim Apom Sibilki sangat terbuka dalam menangani berbagai masalah hukum di Kabupaten Pegunungan Bintang. Salah satu tugas utama dari kedua lembaga ini adalah menyelesaikan sengketa tanah ulayat dengan cara mediasi. Cara penyelesaian sengketa tanah ulayat yang di lakukan oleh kedua lembaga tersebut adalah mempertemukan para pihak yang bersengketa untuk melakukan perundingan di Abib Tilbon (di lapangan terbuaka di tengah perkampungan), di saksikan oleh seluruh masyarakat setempat. Sehingga keputusan yang di ambil oleh kedua belah pihak merupakan keputusan yang sah. Setelah para pihak bersepakat dengan keputusanya, di akhiri dengan acara bakar batu dan makan gemuk babi bersama sebagai simbol perdamaian.