Mangongkal Holi sebagai Tindakan Simbolik Kekerabatan Batak Kristen Diaspora

Main Author: Sitinjak, Parulian Tua Birong
Other Authors: Lattu, Izak Y.M, Retnowati
Format: Thesis application/pdf
Bahasa: ind
Terbitan: Magister Sosiologi Agama Program Pascasarjana FTEO-UKSW , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.uksw.edu/handle/123456789/17364
Daftar Isi:
  • Tesis ini bertujuan untuk: 1). Menjelaskan pemahaman Batak Kristen diaspora mengenai mangongkal holi sebagai simbol kekerabatan. 2). Menjelaskan Faktor-faktor yang mempengaruhi mangongkal holi sebagai tindakan simbolik kekerabatan dan tujuan untuk mengali upaya-upaya mempertahankan dan mengembangkan mangongkal holi. Upacara mangongkal holi pada dasarnya sebagai praktik budaya yang menggali tulang-belulang para leluhur dan sebatas penghormatan bagi mereka. Genealogi, identitas, dan persekutuan menjadi penting bagi kebutuhan yang selalu ingin dipenuhi oleh manusia, kebanyakan orang bahwa hal yang biologislah yang menjadi ciri-ciri fisik yang telah membentuk genealogi, identitas, dan persekutuan dari manusia sehingga keluarga kita pahami sebagai hubungan komunitas sedarah atau relasi hanya sebatas pertalian sedarah, sehingga pada kesimpulannya bahwa manusia tidak sampai kepada mengenai kesiapaannya. Patut disadari bahwa daya cipta dan daya pikir manusia sangat memainkan peranan di dalamnya. Manusia adalah makhluk yang selalu bertanya, mencari dan melacak, membayangkan, menganalisa, merasa dan mengkonstruksi. Pikiran manusia mengandung “genelogical imagination” dan “imagined Community” yang mendorong manusia untuk mewujudkannya. Di dalam pemikiran manusia dapat membayangkan para anggota dan garis keluarga yang menghubungkan dirinya dengan yang lain, di sisi yang sama juga manusia bisa membayangkan keadaan atau tempat yang ingin dihidupinya, maka disinilah peran imaginasi telah memunculkan suatu dunia baru yang belum terwujud tetapi bisa dirasakan dan direpresentasikan secara nyata dan juga bahwa disinilah dunia nyata dan dunia imanjinasi tidak mungkin dipisahkan. Maka berangkat dari kesadaran ini, manusia selalu ditantang ulang untuk perumusan ulang terhadap dirinya sendiri; genealogi, identitas, dan persekutuan, maka dengan kemampuan pikirannya persoalan genealogi, identitas dan persekutuan tidak dapat lagi dibatasi. Ditentukan dan diukur oleh hal yang biologis dan budaya semata. Dalam menkonstruksi narasi genealogi, identitas, dan pesekutuan maka manusia menyeleksi orang-orang yang sesuai dan menekankan agenda-agenda baik personal maupun komunal.