Kewenangan rangkap jaksa sebagai penyidik, penuntut umum dan saksi pelapor(verbalisan) tindak pidana korupsi dalam perspektif sistem peradilan pidana terpadu

Main Author: ANDREYANI, BELLA
Format: Thesis NonPeerReviewed application/pdf
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://eprints.umk.ac.id/12398/1/HAL.%20JUDUL.pdf
http://eprints.umk.ac.id/12398/2/BAB%20I.pdf
http://eprints.umk.ac.id/12398/3/BAB%20II.pdf
http://eprints.umk.ac.id/12398/4/BAB%20III.pdf
http://eprints.umk.ac.id/12398/5/BAB%20IV.pdf
http://eprints.umk.ac.id/12398/6/BAB%20V.pdf
http://eprints.umk.ac.id/12398/7/DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
http://eprints.umk.ac.id/12398/
Daftar Isi:
  • Skripsi yang berjudul “KEWENANGAN RANGKAP JAKSA SEBAGAI PENYIDIK, PENUNTUT UMUM DAN SAKSI PELAPOR TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU”, secara umum bertujuan menjelaskan tentang kewenangan jaksa sebagai penyidik sekaligus sebagai penuntut umum tindak pidana korupsi ditinjau dari asas diferensiasi fungsional dan pengawasan horizontal atas kewenangan rangkap jaksa ditinjau dari sistem peradilan pidana terpadu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Dalam teknik pengumpulan data, penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Setelah diperoleh, maka akan disusun secara sistematis dan selanjutnya dilakukan analisa untuk mendapatkan kejelasan tentang permasalahan yang dikaji. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat dijelaskan bahwa, pertama setelah adanya KUHAP yang menganut asas diferensiasi fungsional maka kewenangan kejaksaan tidak lagi berfungsi sebagai dominus litis. Oleh sebab itu penerapan asas diferensiasi fungsional menempatkan hubungan penyidik dan penuntut umum harus dilihat dari division of power bukan separation of power. Kedua, kewenangan rangkap jaksa dapat terjadi karena dalam hal penataan struktur hukum belum ditempatkan secara proporsional sehingga menimbulkan kerancuan kewenangan dan secara kultur hukum pelaksana sub sistem peradilan pidana cenderung instansi sentris dan menyebabkan egoisme sektoral yang menyebabkan SPPT tidak terlaksana dengan maksimal.