Spiritualitas Rasul Paulus dan Relevansinya bagi Pelayanan Pendeta GKJ
Main Author: | ADHIKA TRI SUBOWO |
---|---|
Other Authors: | ROBERT SETIO, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2010
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- IntisariSkripsi Spiritualitas adalah istilah baru yang menandakan kerohanian atau hidup rohani. Dalam pengertian kuno, kata tersebut berarti kesalehan, yang menandakan hubungan secara personal dengan Tuhan. Namun kini, kata tersebut menekankan segi kebersamaan. Menurut Adolf Heuken, spiritualitas mencakup dua segi, yaitu askese atau usaha melatih diri secara teratur supaya terbuka dan peka terhadap sapaan Allah. Dan segi lain adalah mistik sebagai aneka bentuk dan tahap pertemuan pribadi dengan Allah.1 Secara etimologi, istilah spiritualitas merupakan pembendaan dari kata sifat spiritual. Kata dasarnya ialah spirit yang bisa diartikan dengan: jiwa, roh, sukma, budi dan lain sebagainya. Kata sifat spiritual berarti jiwani, rohani, sukmawi dan sebagainya. Kata bendanya berarti kerohanian, kejiwaan, kesukmawian dan sebagainya. Dalam bahasa Yunani, kata yang dipakai untuk kata spirit ialah kata pneuma, dan kata sifatnya pneumatikos. Kata pneuma pertama-tama berarti angin, udara yang bergerak, nafas, roh.2 Sedangkan kata spiritual adalah merupakan pembentukan kata baru dari kata benda spirit yang mendapatrohani, batin, kejiwaan, makna. Kata ini kemudian dipakai sebagai suatu istilah teknis untukSelain itu menurut Pdt Yusak Tridarmato, M.Th spiritualitas dapat juga dipahami sebagai kehidupan sehari-hari.4 Dengan demikian spiritualitas sebagai dasar dalam melakukankehidupan rohani yang dibangun oleh seseorang yang menjadi daya gerak pendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dalam kehidupan keseharian. Jadi spiritualitas pelayanan yang dimaksud penulis adalah kehidupan rohani yang dibangun oleh seseorang yang menjadi daya gerak pendorong seseorang yang dinyatakan dalam aktifitas pelayanannya.1 2Adolf Heuken, Spiritualitas Kristiani (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2002), hal 11. Yusak Tridarmanto dalam makalah Lokakarya Teologi Implementasi Spiritualitas Paulus Dalam Karya danTeologi, yang disampaikan pada hari Rabu, 7 Oktober 2009 di Kaliurang.3 4Karl Rahner, Encyclopedia of Theology (Burn & Oates London, 1977), hal 1624.Yusak Tridarmanto dalam makalah Lokakarya Teologi Implementasi Spiritualitas Paulus Dalam Karya dan Teologi, yang disampaikan pada hari Rabu, 7 Oktober 2009 di Kaliurang.Mperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pengertian dari banyak sumber, penulis memahami spiritualitas sebagaiILdaya gerak kehidupan yang menjadi pendorong bagi seseorang dalam melakukan perilakuIKmembentuk bagi sesuatu yang sifatnya eksistensial bagi kehidupan religius orang Kristen.3Uimbuhan ualis sehingga menjadi sebuah kata sifat spirit(u)alis. Kata ini memiliki artiKDWSpiritualitas rasul Paulus nampak dengan jelas dalam proses transformasinya. Karena dalam proses transfomasi tersebut terungkap pengalaman yang membentuknya sehingga mampu melayani Kristus dengan segenap hati. Rasul Paulus menjadi sosok rasul yang paling terkenal bagi gereja, karena Pauluslah yang melakukan pelayanannya dengan melakukan perjalanan ke banyak tempat. Hal yang menambah keistimewaan Paulus adalah, sebelum menjadi seorang Rasul, Paulus adalah seorang Yahudi yang taat bahkan menganiaya Gereja (Gal 1:13). Tentu ini sebuah proses yang unik. Dan benar saja, Paulus tidak serta merta mengalami perubahan, melainkan ada pengalaman yang menyebabkannya, yakni pengalaman perjumpaannya dengan Kristus (1 Kor 9:1, 15:8). Spiritualitas bukanlah suatu bentukan yang statis,5 melainkan senantiasa berubah sesuai dengan pengalaman yang membentuknya. Jadi, pengalaman berperan penting dalam membentuk spiritualitas seseorang. Demikian juga yang dialami oleh Rasul Paulus, sebelum mengalami transformasi, Paulus memiliki spiritualitas sebagai seorang Yahudi. Ia seorang Yahudi yang taat, dalam spiritualitas lamanya, Paulus sangat maju sebagai orang Yahudi, bahkan lebih maju dari pada teman-teman sebayanya (Fil 3:3-6). Namun ternyata spiritualitas yang dimilikinya tersebut tidak bersifat statis, karena pengalaman perjumpaannya dengan Yesus dalam perjalanan menuju Damsyik, telah membuat Paulus mengalami transformasi dalam hidupnya, yang nampak dalam spiritualitas barunya yakni sebagai pelayan Kristus.ternyata setelah kita mencermati kesaksian Paulus sendiri dalam ketiga suratnya (Gal 1:11-sekejap. Proses tersebut membutuhkan waktu, dimana Paulus melakukan reevaluasidisana juga aku tidak pergi ke Yerusalem mendapatkan mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku, tetapi aku berangkat ke tanah Arab dan dari situ kembali lagi ke Damsyik. Setelah pengalaman perjumpaan Paulus dalam perjalanan menuju Damsyik, Paulus tidak langsung pergi ke Yerusalem untuk menemui rasul yang lain. Melainkan terlebih dahulu ke Arab. Kepergian Paulus ke Arab inilah yang menunjukkan bahwa Paulus membutuhkan waktu untuk melakukan kontemplasi terlebih dahulu sebelum ia memulai pelayanannya. Memang beberapa ahli berbeda penafsiran tentang maksud kepergian Paulus ke Arabia, namun kemungkinan yang mendekati kebenaran adalah tujuan kepergian Paulus ke Arab5Statis artinya dalam keadaan diam, tidak bergerak, tidak aktif, tidak berubah keadaannya, tetap (DepartemenPendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).Mbangunan spiritualitas lamanya. Hal ini nampak jelas dalam Gal 1:17, dimana dikatakanIL17, Fil 3:2-11, dan Rom 7-8:17), proses transformasi Paulus tidak terjadi dalam waktu yangIKLukas mengisahkan peristiwa trasformasi Paulus dengan cepat (Kis 26:11-18). NamunUKDWuntuk melakukan reevaluasi bangunan spiritualitas lamanya dan mulai membentuk spiritualitas barunya.6 Dengan demikian sebuah transformasi spiritualitas membutuhkan waktu, tidak berlangsung dengan singkat. Gereja Kristen Jawa adalah gereja yang memiliki sistem kepemimpinan presbiterial,7 dimana jemaat setempat memiliki kebebasan untuk menentukan kebijakan. Namun Gereja Kristen Jawa juga memiliki Sinode yang bertujuan sebagai wujud kebersamaan diantara gereja-gereja di lingkungan GKJ. Karena itu, GKJ perlu berbenah diri dalam hal mempersiapkan para Pendetanya. Hal ini dikarenakan banyaknya masalah yang telah terjadi pada para Pendeta setelah melayani di jemaat. Bahkan dari tahun 1974 sampai tahun 2009, 30 orang Pendeta telah ditanggalkan dari jabatannya oleh karena permasalahan di Jemaat. Oleh karena itu diperlukan spiritualitas yang kuat dalam diri seorang Pendeta, dan siap untuk melayani jemaat Kristus.6Ernest De Witt Burton, A Crtitical and Exegetical on the Epistle to Galatians (New York: Charles ScribenersSons, 1930), hal 55-58, lihat juga William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat-surat Galatia & Efesus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hal 24-25.7Mukadimah Tata Gereja GKJ tahun 1998,disebutkan disana bahwa bentuk pemerintahan yang dipilih adalahpresbiterial.MILIKUKDW