Pendampingan Pastoral Pra-pernikahan kasus hamil sebelum menikan beda agama di GKPB "Pniel" Blimbingsari
Main Author: | NI MADE KRIS SETIARINI |
---|---|
Other Authors: | KESS DE JONG, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2010
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- ABSTRAKSI Kasus hamil sebelum menikah saat ini bukan lagi menjadi hal yang aneh dan tabu dalam masyarakat. Dalam pemikiran banyak orang hasil akhirnya yang sangat menentukan yaitu ketika sang bayi lahir itu adalah hasil dari sebuah pernikahan. Seakan semuanya menjadi selesai dengan sebuah pernikahan. Padahal meresmikan hubungan dengan pernikahan tidak begitu saja dapat menyelesaikan masalah. 1 Mungkin kelihatannya selesai tetapi di balik itu semua ada banyak hal yang harus dihadapi. Mulai dari masalah yang ada dalam diri setiap pasangan baik yang dihamili maupun yang menghamili sampai pada keterkaitannya kepada keluarga, masyarakat, adat, agama dll.Kebanyakan kasus hamil sebelum menikah ini disebabkan oleh sebuah kecelakaan2 artinya memang keadaan itu tidak seharusnya terjadi. Kecelakaan yang pemerkosaan. Sedikitnya ada tiga macam kecelakaan yang disebutkan oleh Alan Ros 3 yaitu: Pertama, kecelakaan impulsif. Ini terjadi karena ketidakmampuan untuk mengendalikan diri atas daya tarik seks walau mereka mengetahui hal tersebut tidak benar. Kedua, kecelakaan karena kurangnya sosialisasi. Ini terjadi karena mereka belum mengembangkan pengendalian batin untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak direstui oleh masyarakat. Yang terakhir adalah kecelakaan sosial. Kecelakaan ini terjadi karena mengikuti norma dan standar teman sebaya atau anggota kelompok. Ada akibat psikologis dari hamil sebelum menikah pada orangorang yang bersangkutan baik itu mereka sebagai pasangan ataupun keluarga. 4 Bagi mereka yang hamil sebelum menikah tentu akan memiliki pergumulan yang lebih berat dari wanita yangperubahan seperti perasaan tidak pasti, cemas, tercekam dll, sebagai reaksi emosional. Apalagiperasaan yang menuntut mereka harus mempertanggungjawabkan kehamilan, siap ataupun tidak siap mereka dituntut untuk menentukan suatu sikap dengan segera. Begitu juga dengan keluarga, dengan seketika harus menyiapkan banyak ritual di tengah luka karena dianggap tidak mampu mendidik anak-anak mereka dengan baik. Belum lagi jika diperhadapkan bahwa hamil sebelum menikah adalah hal yang tidak baik menurut agama. Sebagai orang yang beragama keadaan ini akan sangat menambah luka keluarga karena bukan saja merasa bertanggung jawab kepada masyarakat tetapi juga pada Tuhan.Di sisi lain pernikahan yang merupakan bagian dari kehidupan sudah dapat mendatangkan krisis. Apalagi bagi mereka yang belum siap, ditambah1 2Andreas B. Subagyo, Tampil Laksana Kencana, Yayasan Kalam Kudus, Bandung: 2003, hal 174 Ibid, hal 174 3 Ibid, hal 176-177 4 Ibid, hal 179Mdengan keadaan yang belum menikah. Bagi mereka yang menghamili juga akan dikejar olehILhamil dengan keadaan biasanya. Hamil yang tanpa kasus saja sudah mengakibatkan banyakIKUKDWdimaksud di sini adalah kecelakaan yang tidak terkait dengan tindakan kriminal sepertidengan krisis darurat yang dialami sesudah kejadian. Jika lingkungan mengetahui maka dapat saja mereka dikucilkan, atau mendapat sikap yang tidak seperti biasanya. Ini membuktikan bahwa sebenarnya kasus hamil sebelum menikah ini bukanlah hal yang gampang diselesaikan hanya melalui pernikahan. Tetapi lebih kepada bagaimana pemulihan setiap orang yang terkait di dalamnya.Sebagai negara yang terdiri dari keberagaman baik itu adat, nilai budaya, bahasa, agama, kebiasaan hidup, memungkinkan kita untuk menjalin hubungan dengan yang lain dalam sebuah perbedaan. Seperti halnya di Bali yang memiliki adat dan kebudayaan yang tidak bisa lepas dan sangat terkait dengan keberadaan agama Hindu sebagai agama mayoritas juga tidak bisa lepas dari hubungan dengan yang lainnya sebagai minoritas. Dengan adanya pertemuan budaya serta agama inilah maka pernikahan beda agama sangat mungkin terjadi khusunya dengan konteks Bali.MILIKUKDW