KONSEP IBADAH JEMAAT DALAM PEMIKIRAN PAULUS: ANTARA ROH DAN RASIO (Tafsiran Sosial atas 1 Korintus 14:13-17)

Main Author: DESSY KRISTINA UTAMI
Other Authors: JUSAK TRIDARMANTO,
Format: Bachelors
Terbitan: SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta , 2009
Subjects:
Daftar Isi:
  • BAB I PENDAHULUANI.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Rasul Paulus merupakan salah seorang rasul yang berperan sangat penting dalam kelahiran dan pertumbuhan jemaat Kristen mula-mula, terutama bagi kalangan orang non-Yahudi. Paulus secara aktif dan giat mengabarkan Injil baik secara fisik dengan hadir di tengahtengah kehidupan jemaat, maupun dengan surat-surat yang ia tulis sebagai sarana untuk tetap menjalin relasi dan komunikasi dengan jemaatnya ketika Paulus tidak berada di tempat jemaat yang bersangkutan. Dalam pelayanan Rasul Paulus baik secara fisik maupun tertulistercermin dinamika pelayanan dan masalah-masalah yang saat itu menimpa kehidupan jemaat. Salah satunya adalah pelayanan Paulus di dalam kehidupan jemaat Kristen Korintus. Dari berbagai jemaat yang telah didirikan Paulus, jemaat Kristen Korintus merupakan salah satu jemaat yang sangat penting dan mengisi hati Paulus. Di kota inilah Paulus mendirikan gereja pada perjalanan penginjilannya yang ke dua. Paulus pernah tinggal, mengabarkan Injil dan bekerja di Korintus selama 18 bulan.1 Selama di Korintus, Paulus tinggal di rumah suami istri Yahudi, Akwila dan Priskila yang mempunyai pekerjaan yang sama dengan Paulus yaitu sebagai pembuat tenda, pada waktu itu sekitar tahun 50 M.2 Pada waktu Paulus masih melayani di tengah-tengah jemaat Korintus, sepertinya belum ada masalah yang begitu berarti dalam komunitas Kristen itu. Tetapi setelah Paulus meninggalkan kota ini untuk melanjutkan pengabaran Injil ke kota lain, berbagai masalah mulai timbul, antara lain masalah mengenai percabulan dan tindakan asusila, pengidolaan terhadap rasul-rasul tertentu yang pernah datang dan mengajar di sana, masalah yang berkaitan dengan pernikahan, makan daging yang telah dipersembahkan terlebih dahulu kepada berhala, ibadah dan karunia rohani, serta permasalahan tentang kebangkitan. Masalah yang terjadi di dalam komunitas Kristen Korintus ini ternyata tidak hanya bersumber dari pandangan teologis yang berbeda, namun juga dipengaruhi oleh kondisi sosial kota itu yang beragam dan majemuk. Berbagai permasalahan yang terjadi ini membuat jemaat meminta pendapat dari Paulus sebagai pendiri jemaat Korintus. Paulus, sebagai Bapa rohani mereka,1 2Lih. Kis 18:1-8 The Interpreters Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 6821juga tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa jemaat Korintus yang telah mengisi hatinya itu. Maka ia menulis surat kepada jemaat untuk memberikan pengarahan, nasehat, teguran kepada jemaat Korintus berkaitan dengan permasalahan yang terjadi. Indikasi bahwa berbagai permasalahan dalam jemaat Korintus juga disebabkan karena pengaruh kondisi sosial masyarakat, dapat kita peroleh dari beberapa ahli, misalnya Gerd Theissen yang menyatakan bahwa konflik yang terjadi di Korintus bukan hasil dari pemikiran teologis semata. Itu juga terjadi karena perbedaan dunia sosial dan ekonomi di mana jemaat Korintus berasal.3 Serupa dengan pandangan Theissen, James D. G. Dunn pun mengatakan bahwa alasan Paulus untuk mengirimkan surat-suratnya kepada jemaat Korintus adalah sebagai bentuk perhatian Paulus berkaitan dengan hubungan-hubungan sosial kota itu.4 Salah satu persoalan yang terjadi di dalam jemaat Korintus adalah masalah ibadah jemaat. Saat Paulus berada di kota Korintus, jemaat sudah melakukan ibadah sendiri walaupun mereka belum punya rumah atau tempat yang tetap untuk beribadah. Mereka juga belum mempunyai pemimpin ibadah dan tata ibadah yang jelas. Namun agaknya, permasalahan tentang ibadah ini baru muncul saat Paulus sudah tidak berada lagi di kota Korintus. Persoalan ini berkaitan dengan esensi ibadah yang pada saat itu belum ada pola ibadah yang disepakati bersama oleh seluruh jemaat Korintus yang majemuk itu. Jemaat mengalami kebingungan karena tidak adanya pola ibadah yang pasti sehingga memungkinkan beberapa orang tertentu dalam jemaat yang mengekspresikan dengan bebas karunia-karunia yang mereka miliki dalam ibadah. Hal ini tentu saja akan menimbulkan pertanyaan : mengapa masalah ini terjadi ketika Paulus tidak lagi hadir dalam komunitas Kristen ini? Apa yang terjadi dalam persekutuan jemaat komunitas Kristen pada saat Paulus tidak lagi berada di kota Korintus? Paulus sebagai pendiri jemaat Korintus tidak mau membiarkan masalah tentang ibadah dan penggunaan karunia rohani ini berlarut-larut dan jemaatnya berada dalam kebingungan. Paulus tidak menghendaki terdapat perselisihan dalam jemaat Korintus yang masih baru terbentuk ini, yang mengarah pada perpecahan. Paulus mengirimkan surat kepada jemaat3Gerd Theissen. The Social Setting of Pauline Christianity : Essay on Corinth. (Philadelphia: Fortress Press, 1982). Hal. 14 4 James. D. G. Dunn. I Corinthians. (Sheffield : Sheffield Academic Press, 1995). Hal. 152Korintus (khususnya dalam pasal 14) untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan ibadah dan penggunaan karunia rohani, khususnya karunia berbahasa roh (glossolalia). I.2. POKOK PERMASALAHAN Dari uraian latar belakang permasalahan di atas, penulis ingin menggali lebih dalam mengenai persoalan dalam ibadah yang terjadi di dalam jemaat Korintus pada waktu itu, khususnya jika ditinjau dari segi sosial kota Korintus pada umumnya dan kondisi sosial intern jemaat pada khususnya. Lebih dalam lagi, penulis ingin mengetahui bagaimana peran Paulus dalam konflik tersebut dan pemikirannya yang tertuang dalam 1 Korintus 14:13-17 yang mengatakan bahwa selain roh, rasio (akal budi) juga harus digunakan dalam ibadah (termasuk di dalamnya doa, ucapan syukur dan nyanyian) bersama umat. Pokok permasalahan yang ingin penulis bahas juga termasuk pada faktor penyebab konflik dan seperti apa persisnya masalah ibadah yang terjadi di gereja Korintus, bagaimana kondisi sosial Korintus dan keanekaragaman dalam jemaat dan karunia yang dimiliki jemaat dan ibadah yang diciptakannya, serta bagaimana kondisi sosial itu berperan dalam munculnya masalah dalam ibadah ini. Penulis menyadari bahwa kita hidup di masa kini, dalam kondisi masyarakat dan gereja yang berbeda, lebih modern (jika dibandingkan dengan masa Paulus waktu itu). Maka dari itu, penulis juga ingin mencari tahu apakah pemikiran Paulus dalam menyelesaikan masalah di Korintus juga masih relevan jika dipakai untuk kondisi gereja masa kini, khususnya dalam masalah peribadatan. Jika kita menilik pada kondisi ibadah jemaat di gereja-gereja yang ada di Indonesia, manakah yang sering kali lebih kita tekankan : aspek rasio saja atau aspek roh saja? Sudahkah kita dengan seimbang menggunakan kedua aspek tersebut atau malah tidak menggunakan kedua-duanya? Tentunya permasalahan ini dapat menjadi refleksi kita bersama dalam ibadah jemaat di gereja. I.3. BATASAN PERMASALAHAN Penulis menyadari betapa luasnya permasalahan tentang ibadah itu. Maka dari itu, demi fokusnya penulisan skripsi ini, penulis kemudian melakukan pembatasan masalah. Pada dasarnya, skripsi ini terbagi menjadi 3 bagian besar. Yang pertama adalah penelitian mengenai kondisi sosial masyarakat Korintus, baik itu Korintus sebagai kota Romawi, sosial budaya kota ini, pluralitas keagamaan dan pola relasi antar masyarakat, serta kondisi sosial 3