PENDIDIKAN IMAN ANAK MENURUT YOHANES CALVIN DAN KAITANNYA DENGAN GEREJA KRISTEN SUMBA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN

Main Author: YULIAN ARIANCE LEBE
Other Authors: TABITA KARTIKA CHRISTIANI,
Format: Bachelors
Terbitan: SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta , 2009
Subjects:
Daftar Isi:
  • BAB 1 PENDAHULUAN1. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan iman anak tentunya bukanlah hal yang dapat dianggap sepele. Banyak pihak bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan iman bagi anak-anak kecil tersebut, termasuk gereja dan tentunya orang tua anak-anak itu sendiri. Dalam gereja-gereja kini, dapat kita lihat berbagai upaya yang coba diusahakan untuk mendukung terlaksananya pendidikan iman anak, salah satunya melalui pelaksanaan Sekolah Minggu/Kebaktian Anak. Dari berbagai aliran gereja yang ada dan berkembang, maka salah satu aliran gereja yang turut mengusahakan pemberian pendidikan iman anak yakni aliran atau denominasi Calvinis.Di lingkungan gereja-gereja protestan sedunia, aliran atau denominasi Calvinis (lebih sering disebut Reformed ataupun Presbyterian) hampir sama tuanya dengan Lutheran dan jumlah anggota gereja penganutnya merupakan yang kedua terbesar sesudah Lutheran, tersebar di lima benua.1 Di Indonesia sendiri, diantara 72 gereja anggota PGI (sampai dengan 1994), yang sebagian besar lazim dimasukkan ke dalam kategori arus utama, sekurang-kurangnya sebagian mengaku sebagai Calvinis, atau paling tidak dipengaruhi Calvinis,2 salah satunya adalah GKS (Gereja Kristan Sumba).Sebagai gereja yang menyebut diri beraliran Calvinis, tentunya ajaran-ajaran Calvin berakar di dalamnya; beberapa ajaran Calvin yang ada antara lain mengenai predestinasi, sakramen-sakramen maupun gereja. Calvin melihat gereja sebagai sarana yang diberikan Allah kepada orang-orang percaya yang lemah untuk membina dan memelihara mereka dalam iman3 dan yang menentukan apakah suatu gereja tertentu betul-betul boleh disebut gereja adalah cara Firman diberitakan dan sakramen-sakramen dilayankan.41 2Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005) p.52. S.d.a. 3 Christiaan de Jonge, Apa Itu Calvinisme? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001) p.99. 4 S.d.a., p.100.1Terkait dengan keberadaan anak dalam gereja, salah satu pengajaran Calvin yakni mengenai diberlakukannya sakramen baptisan anak. Baptisan sendiri menurut Calvin adalah tanda bahwa kita diterima masuk ke dalam persekutuan gereja, supaya setelah kita ditanamkan di dalam Kristus, kita terhisap anak-anak Allah.5 Calvin menyebutkan 3 karunia yang diberikan kepada kita dalam baptisan yakni pengampunan akan dosa-dosa kita, kematian dan kebangkitan kita kembali bersama Kristus dan persekutuan kita dengan Tuhan sendiri.6 Sedangkan manfaat baptisan bagi anak-anak sendiri menurut Calvin adalah selain berguna bagi orang tua sang anak yakni sebagai tanda Ilahi dan tanda itu menyatakan bahwa Tuhan akan menjadi Allah mereka termasuk Allah bagi anak-anak mereka, tetapi bagi sang anak sendiri dengan baptisan mereka dimasukkan ke dalam tubuh gereja dan iman mereka pun dapat dibina sejak awal.7 Dapat dikatakan, baptisan menjadi landasan pelaksanaan pendidikan bagi anak.Pembenaran Calvin untuk memberlakukan baptisan bagi anak-anak, merupakan perluasan pembenaran berkaitan dengan baptisan anak menurut Zwingli. Calvin mengatakan bahwa apabila bayi-bayi Kristen tidak dapat dibaptis, mereka berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan dalam hubungannya dengan bayi-bayi Yahudi, sehingga bagi Calvin bayi-bayi haruslah dibaptis dan jangan sampai menolak manfaat-manfaat yang diberikan olehnya.8 Lebih lanjut Calvin pun beralasan bahwa jikalau anak-anak Israel disunat karena tercakup dalam perjanjian Allah dengan Israel, maka lebih-lebih lagi anak-anak orang percaya dibaptis karena tercakup dalam Kristus dengan orang tua mereka.9 Ada manfaat yang diberikan baptisan dan sangat terasa bahwa Calvin menekankan agar anak-anak orang percaya juga mendapat manfaat-manfaat tersebut.Selain baptisan, dalam hubungan anak dengan gereja, Calvin mengungkapkan bahwa merupakan kewajiban bagi gereja untuk membuat program pendidikan keagamaan yang berguna untuk mengilhami dan menuntun anak-anak untuk hidup saleh atau suci.10 Gereja menjadi utusan Tuhan5Yohanes Calvin, (Diseleksi oleh Th. van den End), Institutio Pengajaran Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999) p.281. 6 Wilhem Niesel, The Theology of Calvin (Translated by Harold Knight, Philadelphia: The Wesminster Press, 1956) p.220. 7 Scn 3, p198. 8 Alister E. Mcgrath, Sejarah Pemikiran Reformasi (terj: Liem Sien Kie, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2002) p.239. 9 Scn 3, p.197. 10 Barbara Pitkin, The Heritage of The Lord: Children in The Theology of Calvin, dalam The Child in Christian Thought (Ed. Marcia J. Bunge, UK: Wm. B. Eerdmans, Publishing Co., 2001) p.186.2yang bertanggung jawab atas iman dan hidup rohani anak-anak muda tersebut dan gereja menunjukkan bukti tanggung jawabnya tersebut dengan memberikan pendidikan bagi mereka.Keseriusan Calvin untuk memberikan pendidikan dalam hal keagamaan kepada anak ditunjukkan dengan membuat sebuah rumusan untuk mengajarkan agama Kristen kepada anak, yang dikenal dengan nama Katekismus Gereja Jenewa. Bahkan perhatian Calvin pada anak ia tunjukkan pula dengan mendirikan sebuah akademi di Jenewa, di mana di dalamnya pemeliharan iman Kristen sangat dijaga selain upayanya untuk menciptakan kesempatan lebih lanjut bagi anak-anak. Dari semuanya ini menunjukkan betapa Calvin memberi perhatian yang serius terhadap pelaksanaan pendidikan iman anak. Jika selama ini Calvin lebih dikenal dengan ajarannya mengenai predestinasi, disiplin atau siasat gereja, ternyata tidak berarti beliau lupa atau tidak menunjukkan perhatian kepada pendidikan iman anak.Calvin menunjukkan bahwa anak merupakan bagian dari gereja dan keberadaan mereka harus juga menjadi perhatian, yakni dengan pemberian pendidikan untuk membekali mereka sejak usia dini. Gereja tidak melulu memikirkan atau memberi perhatian hanya pada warga dewasa tetapi juga bagi anak. Saat ini memang telah banyak gereja-gereja Tuhan yang tengah berlomba-lomba memberi perhatian yang serius terhadap anak, tetapi tidak sedikit juga yang masih berjalan di tempat atau terkadang terkesan diam jika sudah harus berurusan dengan anak. Walau memang sepantasnyalah diakui bahwa bukanlah hal yang gampang untuk memahami anak-anak.Jika meninjau ke dalam diri GKS sendiri sebagai salah satu gereja yang mengaku beraliran Calvinis, selain memang telah memberlakukan baptisan anak, GKS juga mencoba memberi perhatian bagi pendidikan anak yang menyangkut pembinaan iman mereka dengan mengadakan Kebaktian Anak/ Kebaktian Remaja (KA/KR), tetapi penjabarannya ini diserahkan sepenuhnya kepada tiap komisi KA/KR di masing-masing gereja GKS untuk mengatur sendiri program-program yang dirasa sesuai dan dibutuhkan oleh masing-masing KA/KR yang ada, sehingga dalam hal ini sinode tidak campur tangan di dalamnya.Dalam Tata Gereja GKS sendiri tidak dibicarakan secara khusus dan mendalam tentang anak, hanya saja memang diatur mengenai pelaksanaan pemberitaan firman Tuhan bagi anak pada hari minggu3dalam bentuk cerita Sekolah Minggu. Hal lainnya lagi tentang anak dibicarakan dalam kaitannya dengan sakramen baptisan anak maupun katekisasi sidi dan ketiganya; baik cerita Sekolah Minggu, sakramen maupun katekisasi, dimasukkan dalam bagian pembinaan.Melihat pada catatan-catatan sinode yang ada dan telah lama sekali berlalu, misalnya sidang sinode pada tahun 1976 dan 1978, GKS terlihat berupaya memberikan perhatiannya pada pendidikan anak tidak hanya sebatas kebaktian pada hari minggu, tetapi GKS juga mendukung pelaksanan PAK di sekolah-sekolah. Tetapi dalam setiap evaluasi yang ada, selalu muncul kendala mengenai kurangnya kerja sama dari pendeta, para majelis maupun para guru yang ada dalam pelaksanaan pelayanan bagi anak. Dalam GBKU (Garis-Garis Besar Kebijakan Umum) tahun 2006-2010 pun, ternyata kendala yang sama masih juga dikeluhkan. Adanya kesadaran yang kurang dari masing-masing pihak untuk bekerja sama bagi pembinaan iman anak hingga sulitnya mendesain bahan-bahan pembinaan yang cocok dengan anak, ternyata masih terus dirasakan hingga sekarang ini.Dalam kaitan dengan Sekolah Minggu, banyak warga jemaat yang sebenarnya mampu mengambil bagian dalam pelayanan tetapi menolak untuk melayani. Banyak guru-guru agama Kristen di sekolah-sekolah maupun pengerja gereja yang tidak atau bahkan kurang mengambil bagian dalam kegiatan KA/KR.11 Sehingga sebagai akibatnya, banyak kebaktian anak pada hari minggu yang sama sekali tidak berjalan dengan alasan tidak ada pengajar, tetapi jika ada yang berjalan itu pun dengan tersendat-sendat, karena pengajar yang tidak tentu hadirnya.Namun berbicara tentang peranan gereja dalam memperhatikan dan mendukung terlaksananya pendidikan iman anak dengan segala tantangan yang ada, sebenarnya tidak boleh dilupakan bahwa tetap orang tua anak-anaklah yang memegang peranan penting dalam pemberian pendidikan. Tetapi ternyata, para orang tua sebagai pendidik utama anak-anak masih kurang menunjukkan peranannya. Pembinaan anak secara kristiani semakin jarang dilakukan dalam rumah tangga.12 Padahal jika mau disadari dengan sungguh, keluarga merupakan salah satu komponen penting gereja untuk11Catatan dari Sidang Sinode GKS ke 29 yang Berhimpun di Elopada pada Tanggal 3-11 Juli 1978 bersama LampiranLampirannya, p.137. 12 Badan Pelaksana Majelis Sinode GKS, Garis-Garis Besar Kebijakan Umum (GBKU) 2006-2010 (Sumba: Percetakan Kantor Sinode GKS, 2007) p.13.4mendukung pelaksanan pendidikan bagi anak dan baptisan anak menegaskan peranan orang tua untuk mendidik anak-anak mereka.Demikianlah, GKS terus bergumul dengan berbagai kendala yang ada. Banyak komponen penunjang dalam tubuh GKS yang harusnya bekerjasama tetapi kurang bersatu untuk memberi perhatian serius bagi pendidikan anak dalam hal pembinaan dan pemeliharaan iman mereka sejak usia dini. Sehingga, melihat kenyataan yang ada dalam diri GKS, dengan berbagai kendala yang ada, akhirnya memunculkan kerisauan dalam hati penyusun mengenai anak dan perhatian GKS bagi pendidikan iman mereka.Apalagi mengingat GKS sebagai gereja yang mengakarkan dirinya pada ajaran Calvin yang sebenarnya serius memberi perhatian pada anak, mendorong penyusun untuk memberi semangat dan mendobrak keseriusan GKS beserta semua pihak yang bertanggung jawab di dalamnya untuk sungguh-sungguh memberi perhatian pada anak dan pendidikan iman mereka, apalagi mengingat bahwa semua komponen pendukung dalam GKS baik pendeta, keluarga, pengajar hingga keseluruhan jemaat perlu saling mendukung dan harusnya perhatian Calvin yang besar pada anak dapat menjadi pendobrak semangat, kesadaran dan keseriusan GKS dengan berbagai komponen di dalamnya. Anak-anak perlu dibantu merasakan bahwa mereka merupakan bagian gereja yang utuh, dikelilingi oleh para anggota yang mengasuh mereka dalam cinta.13 Akhirnya penyusun berharap penulisan ini dapat memberi sumbangan yang berarti bagi GKS dan semua yang bertanggung jawab terhadap pendidikan iman anak.2. Perumusan MasalahanBerangkat dari latar belakang permasalahan yang ada, melihat perhatian Calvin pada anak dalam hubungan mereka dengan gereja, salah satunya melalui pemberlakukan baptisan bagi anak, menunjukkan betapa Calvin serius untuk peduli pada keberadaan anak dan pembinaan iman mereka sejak dini. Bahkan tidak berhenti pada pelayanan sakramen baptisan, sebab Calvin mengupayakan pendidikan anak dengan menyusun katekismus guna pendidikan keagamaan mereka. Sehingga ketika Calvin melakukan berbagai upaya guna melaksanakan pendidikan iman anak, maka menurut13Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976) p.154.5