"YESUS MENGUTUK POHON ARA" (HERMENEUTIK SEMIOTIKA TERHADAP MARKUS 11:12-26)
Main Author: | EVA MARIA CLEOSA |
---|---|
Other Authors: | JAKUB SANTOJA, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2008
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- BAB I PENDAHULUAN1.Latar Belakang PermasalahanDalam kehidupannya, manusia selalu berkomunikasi, baik itu dengan sesamanya manusia, makhluk hidup yang lain, dirinya sendiri, atau bahkan dengan alam. Menurut kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, komunikasi berarti hubungan atau kontak, sedangkan komunikasi dua arah diartikan sebagai komunikasi yang komunikan dan komunikatornya saling bergantian memberi informasi. 1 Dengan demikian dalam sebuah komunikasi berarti ada suatu pesan yang disebut dengan informasi yang harus tersampaikan dari suatu sumber kepada tujuan, dan komunikasi dapat dikatakan telah berlangsung dengan baik apabila pesan berhasil disampaikan kepada tujuan.Dr. Harun Hadiwijono dalam bukunya Iman Kristen mengatakan bahwa Alkitab adalah alat penyataan Allah, Alkitab (penyataan Allah yang dibukukan) membuat manusia yang hidup pada zaman setelah zaman Tuhan Yesus hidup, dapat bersekutu dengan Tuhan Allah. Pada akhirnya Dr. Harun Hadiwijono mengatakan bahwa pembukuan penyataan Allah dimaksudkan agar kita, orang-orang yang hidup sesudah zaman Tuhan Yesus Kristus, dapat percaya bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah, dan oleh karenanya mendapat hidup yang kekal (Yoh 20:31; 21:25). 2Berdasarkan yang telah dijabarkan di atas mengenai Alkitab sebagai alat penyataan Allah dapat disimpulkan bahwa Alkitab adalah salah satu alat komunikasi antara manusia dengan Allah. Sedangkan pesan yang ingin disampaikan oleh Alkitab (mengacu pada kesimpulan dari Dr. Harun Hadiwijono) adalah bahwa Yesus itu Kristus, Anak Allah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komunikasi telah berjalan dengan baik apabila orang-orang yang membaca Alkitab sebagai alat komunikasi dapat percaya bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah.1Tim penyusun, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta : Modern English Press, 1991), p. 760. H. Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta : BPK-GM, cet.16., 2005), p. 54-56.2Pada kenyataannya, untuk memfungsikan sebuah alat komunikasi sesuai dengan tujuannya adalah tidak mudah. Banyak kendala di sana-sini yang membuat pesan tidak tersampaikan dengan baik. Berkaitan dengan Alkitab, bukanlah hal yang mudah untuk membuat orang percaya begitu saja bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah dengan hanya berdasarkan Alkitab. Mengapa? Tentunya seseorang (baik dia orang Kristen ataupun bukan) memerlukan bukti yang dapat menguatkan fakta bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah.Bagi orang-orang non-Kristen, mungkin kepercayaan mereka akan muncul apabila mereka pernah mengalami pengalaman bersama Allah, ataupun melihat sikap hidup yang baik dari kehidupan umat Kristen lain, atau juga mungkin secara tidak sengaja membaca buku-buku Kristen dan Alkitab. Kepercayaan memang dapat muncul dengan cara seperti itu, tapi apakah kemudian kepercayaan itu bisa benar-benar tumbuh dan berbuah? Belum tentu demikian.Bagi penyusun, posisi mereka sama dengan umat Kristen yang sejak lahir sudah menjadi Kristen. Kedua kelompok tadi, tentunya mengenal atau mendengar bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah, penuh kasih, mampu melakukan mukjizat-mukjizat, dan penuh kemuliaan. Kedua kelompok ini bisa saja percaya dengan hal tersebut, namun ketika mereka diperhadapkan dengan beberapa teks Alkitab yang memuat sikap dan perbuatan Yesus yang kontradiksi dengan apa yang mereka ketahui selama ini, bukan tidak mungkin apabila iman ataupun kepercayaan mereka menjadi goyah.Dalam teks Perjanjian Baru, khususnya dalam Injil Markus 11:12-14 dan Injil Matius 21:18-22 terdapat kisah Yesus mengutuk pohon ara. Dalam Markus, tertulis sebab memang bukan musim buah ara pada ayat 13 akhir. Keterangan tersebut menimbulkan tanda tanya besar, bagaimana bisa seorang Yesus yang pengampun, yang mengajarkan kita untuk bersabar, bisa mengutuk sebatang pohon ara yang tidak menghasilkan buah di waktu yang memang bukan musimnya untuk berbuah, hanya karena Ia merasa lapar?Kisah di atas telah dapat mewakili kisah-kisah lain yang mungkin juga membuat pembacanya mengerutkan alis. 3 Ketika kebingungan tercipta, dan tidak dibimbing untuk diberi penjelasan, maka yang akan terjadi selanjutnya adalah pesan yang sebenarnya termuat dalam kisah-kisah tersebut tidaklah sampai kepada pembaca Alkitab. Bersamaan dengan gagalnya penyampaian pesan yang termuat dalam teks-teks kitab suci, maka gagal pula proses komunikasi yang terjalin.Kesimpulannya, kebingungan pembaca Alkitab dapat dikatakan sebagai salah satu kendala bagi berlangsungnya proses komunikasi melalui Alkitab. Dalam hal ini, apabila terjadi kegagalan dalam komunikasi, agak sulit untuk menentukan dimana letak kesalahan yang menyebabkan kegagalan tersebut. Tiga komponen yang terkait, yaitu penulis Alkitab yang menjadi perantara Allah, Alkitab, dan pembaca Alkitab, sama sekali tidak dapat disalahkan. Satu-satunya jalan keluar dari berbagai kemungkinan kegagalan ini adalah dengan penafsiran/ interpretasi Alkitab.Berdasarkan kesimpulan tersebut, penyusun dapat mengatakan bahwa interpretasi atas sebuah teks dalam Alkitab merupakan hal yang sangat krusial. Para ahli akhirnya terus mengembangkan berbagai metode yang bisa dipakai dalam menafsirkan atau menginterpretasikan teks-teks Kitab Suci. 4 Dalam buku Pedoman Penafsiran Alkitab, karya John H. Hayes, dan Carl R. Holladay, terdapat setidaknya 9 macam metode tafsir yang dibahas lebih lanjut. 5 Berbagai macampendekatan atau metode penafsiran yang ada sekarang ini menjadi bukti bahwa manusia membutuhkan dan selalu berusaha untuk memahami isi dari Firman Allah yang terdapat diPerhatikan juga teks-teks berikut. Dalam Matius 12 :46-50 (yang juga dimuat dalam Markus 3 : 31-35; Lukas 18 : 19-21) terdapat kisah Yesus menolak Ibu dan saudara-saudaranya, kemudian Matius 10 : 34-42 [terkhusus ayat 3436, (lihat juga dalam Mikha 7:6, dan Lukas 12:51-53)], dalam ayat-ayat ini Yesus mengatakan bahwa Ia datang membawa pedang, dimana Ia akan memisahkan orang dari orangtuanya, dan mengatakan bahwa musuh seseorang adalah seisi rumahnya. Kedua cerita tadi sangat bertentangan dengan ajaran Yesus tentang kasih, dan sekilas terlihat sangat bertentangan dengan isi dari 10 Perintah Allah yang ke-5. Saya katakan Kitab Suci di sini karena tidak hanya Alkitab saja yang membutuhkan penginterpretasian. Misalnya saja, Kitab Suci Al-Quran juga membutuhkan penginterpretasian dalam membacanya. John H. Hayes, dan Carl R. Holladay dalam buku Pedoman Penafsiran Alkitab membagi sejarah penafsiran Alkitab (dengan berbagai metode menafsirnya) secara garis besar ke dalam 3 bagian : Periode permulaan dan Abad pertengahan, periode reformasi dengan akarnya pada dunia keilmuan Yahudi akhir periode Abad Pertengahan dan Renaisans, dan periode modern yang dicirikan oleh upaya untuk menentukan dengan jelas metode-metode dan program-program penafsiran. John H. Hayes, dan Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, cet.4., 2004), p. 19.5 43Sembilan metode tersebut adalah : kritik teks, kritik historis, kritik tata bahasa, kritik sastra, kritik bentuk, kritik tradisi, kritik redaksi, kritik struktur, dan kritik kanonik. John H.Hayes, dan Carl R.Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, cet.4., 2004).dalam Alkitab, secara baik dan benar. 6 Bukti tersebut juga menuntun kita pada sebuah kenyataan bahwa manusia berusaha untuk terus-menerus berkomunikasi dengan Allah, tentunya dalam hal ini yang menjadi media utama adalah Alkitab.Berdasarkan semua penjelasan yang telah penyusun uraikan di atas, secara singkat penyusun ingin mengatakan bahwa adanya teks-teks yang dinilai ganjil bagi jemaat gereja dalam Kitab Suci (seperti yang terdapat dalam Markus 11: 12-14), dapat menyebabkan terjadinya kegagalan dalam proses komunikasi antara Allah dan manusia (yang dilakukan melalui media Alkitab). Satu-satunya cara untuk memperlancar proses komunikasi itu hanyalah dengan jalan melakukan penafsiran yang baik dan benar terhadap teks-teks tersebut. Oleh karenanya, menurut penyusun, para ahli penafsiran Alkitab sangatlah perlu untuk terus-menerus mengembangkan ilmu penafsiran Alkitab, demi terciptanya kelancaran komunikasi antara Allah dengan manusia melalui Alkitab.Ketika penyusun masih duduk di bangku SMU, penyusun menganggap bahwa perikop atau kisah mengenai Tuhan Yesus mengutuk pohon ara adalah kisah yang paling aneh di dalam Injil. Berdasarkan pengalaman tersebut, dalam rangka pembahasan tentang teks-teks ganjil yang terdapat dalam Alkitab, maka penyusun memilih perikop ini untuk menjadi bahan kajian dalamDalam artikel berjudul Antara Buah Ara dan Tafsir Wacana yang ditulis oleh A. Gianto dalam majalah Basis Nomor 11-12, A.Gianto menuliskan penjelasan Cicero (yang adalah seorang filsuf dan ahli bahasa) tentang mengapa Cassius yang mengalami nasib buruk di Siria. Dituliskannya demikian: Ketika panglima balatentara Romawi itu sedang menyiapkan pasukannya di pelabuhan Brindisi, datanglah seorang penjaja buah ara yang berteriak Cauneas!Cauneas! Cassius mengira orang ini sekadar ingin menjajakan dagangannya. Memang kata-kata itu dapat dimengerti sebagai Buah ara dari Kauna, kota di Turki Selatan yang memang tersohor berkat buah aranya yang lezat. Tentu saja Cassius tida peduli akan tawaran itu. Ia meneruskan rencananya menyerbu Siria. Malang baginya, di sana tentaranya dibuat kocar-kacir oleh laskar Persia dan ia sendiri menemui ajalnya. Dalam De Interpretatione II, 84 Cicero menulis andaikata Cassius memahami teriakan Cauneas!Cauneas! sebagai peringatan Cau ne eas!, yang artinyaAwas, jangan berangkat!, boleh jadi ia tidak akan mengalami malapetaka. Memang bila diucapkan dengan cepat, Cau ne eas! terdengar sebagai Cauneas! [A.Gianto, Antara Buah Ara dan Tafsiran Wacana, Basis No. 11-12 (November-Desember 2002), p. 16] Berdasarkan tulisan tersebut, kita dapat melihat terjadinya kegagalan penyampaian informasi oleh karena kesalahan penafsiran. Cerita di atas menunjukkan bahwa bukan hanya dalam rangka membaca Alkitab saja manusia membutuhkan penafsiran, tetapi juga daam komunikasi sehari-hari. Penafsiran yang diperlukan dalam komunikasi pun haruslah sebuah penafsiran yang baik dan benar, agar tidak terjadi kesalahan penerimaan informasi. Dalam penafsiran Alkitab, tentunya penafsiran yang baik dan benar sangatlah penting, jika tidak, bukan tidak mungkin hal seperti yang dialami oleh Casius juga dialami oleh para pembaca teks Alkitab.6penyusunan skripsi ini. 7 Tentunya dalam pengkajian teks ini penyusun berusaha untuk menggunakan salah satu metode penafsiran yang paling tepat, untuk dapat mengeluarkan pesan yang sebenarnya dari teks tersebut.7Dalam perkembangannya kemudian, penyusun memutuskan untuk membahas juga teks-teks berikutnya yang masih satu rangkaian peristiwa dengan teks tersebut, teks yang kemudian dibahas dalam Markus 11:12-26.