TEOLOGI PENDIDIKAN KELUARGA DALAM KONTEKS MASYARAKAT MODERN - PENELITIAN POLA PENDIDIKAN KELUARGA TERHADAP JEMAAT GBKP YOGYAKARTA

Main Author: ELISABETH REHULINA GINTING
Other Authors: YAHYA WIJAYA,
Format: Bachelors
Terbitan: SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta , 2008
Subjects:
Daftar Isi:
  • BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Penulisan Pandangan tradisional yang mengatakan bahwa keluarga yang ideal adalah keluarga dimana suami berperan sebagai pencari nafkah dan istri menjalankan fungsi pengasuhan anak, masih kuat mengakar pada masyarakat. 1 Seiring dengan perkembangan zaman peran-peran tersebut tidak selalu bisa dipertahankan, terlebih karena kondisi ekonomi menuntut baik suami maupun istri sama-sama berperan sebagai pencari nafkah. Istri yang berkarir di luar rumah untuk mencari nafkah tidak lagi dapat menjalankan peranan sebagai ibu rumah tangga secara penuh waktu seperti pada keluarga tradisional, namun kedua peran tersebut harus dilaksanakan. Menurut Anne Hommes, dalam masyarakat patriarkhal dua peran tersebut merupakan beban ganda kaum wanita. 2 Kenyataan yang sering terjadi kebanyakan istri tidak dapat sepenuhnya melakukan dua peran tersebut sekaligus karena terlalu berat. Hal ini membuat banyak keluarga memanfaatkan jasa pengasuh agar masalah pengasuhan anak dapat teratasi dan sang ibu memiliki waktu yang cukup untuk bekerja, namun apakah peran pengasuh atau pihak ketiga ini mampu memenuhi peran seorang ibu bagi anak? Pola pendidikan setiap keluarga dalam mendidik anak tentu berbeda-beda, itu sebabnya keluarga yang menggunakan jasa pengasuh harus menyamakan pola pendidikan yang diterapkan oleh orang tua dengan pengasuh terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar pola pendidikan kedua pihak tidak bertentangan. Pertentangan yang penyusun maksud misalnya apa yang dipandang penting bagi orang tua mungkin dipandang kurang penting bagi si pengasuh. Kondisi keluarga dimana suami dan istri sama-sama memiliki pekerjaan dan kesibukan di luar rumah menimbulkan pertanyaan besar mengenai pola pendidikan seperti apa yang diterapkan dalam keluarga. Menurut Atmadja Hadinoto, orang tua masih memandang tugas edukasi (pendidikan) sebagai tugas sekolah dan lembaga-lembaga di luar dirinya. 3 Perhatian orang tua umumnya terbatas pada nilai prestasi anak yang dapat diperiksa dari raport akhir tahun1Sumber: Kementrian Pemberdayaan Perempuan, www.duniaesai.com/gender/index.html, Swara Rahima, Gender, tanggal 04 Des 2006. 2 Anne Hommes, Perubahan Peran Pria & Wanita Dalam Gereja & Masyarakat, Yogyakarta, Jakarta, Penerbit Kanisius BPK GM, cetakan pertama, 1992, p.24 3 N.K Atmadja Hadinoto, Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia, Jakarta, BPK GM, 2000, p.11sekolah, dengan demikian pendidikan anak merupakan tugas utama sekolah bukan orang tua. Kenyataan ini berbeda dengan pendapat Maurice Eminyan yang mengatakan bahwa keluarga merupakan suatu sekolah bagi anak untuk mempelajari segalanya. 4 Ini berarti keluarga adalah tempat pertama anak belajar mengenai segala sesuatunya dan sekolah adalah pelengkap. Pendidikan keluarga tidak terbatas pada pendidikan iman saja tetapi juga terkait dengan pendidikan moral, budaya dan pembentukan karakter. Apa yang diajarkan keluarga akan tercermin dalam tingkah laku sang anak kelak. Keluarga yang mendidik anaknya dengan kasih dan kepedulian akan membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang mengasihi sesamanya. Pendidikan mengenai iman, moral dan budaya juga akan sangat berpengaruh dalam membentuk karakter anak dan ketiganya memiliki tujuan masing-masing bagi perkembangan anak. Pendidikan iman membuat anak mengenal Tuhan dan segala ciptaan-Nya sehingga anak tumbuh menjadi manusia yang takut akan Tuhan dan mencintai ciptaan-Nya. Pendidikan moral membantu anak mengerti nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat mengenai apa yang baik dan yang tidak baik. Pendidikan budaya bertujuan memperkenalkan anak pada pluralitas sehingga anak mampu menghargai perbedaan. Inilah yang harus ditanamkan oleh orang tua kepada anak sejak usia dini. Pendidikan ini penyusun sebut dengan pendidikan keluarga. Keluarga yang kedua orang tuanya sama-sama bekerja, sedikit banyak akan mempengaruhi perkembangan anak karena kurangnya intensitas pertemuan. Dalam tulisan ini, penyusun akan mengadakan penelitian mengenai pola pendidikan keluarga dengan mengambil contoh masyarakat yang berlatar belakang budaya Batak Karo di Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Yogyakarta. Penelitian tersebut akan menjadi bahan bagi penyusun untuk membuat sebuah metode pendidikan keluarga yang kontekstual bagi masyarakat Batak Karo di tengahtengah perkembangan zaman ini.4Maurice Eminyan, Teologi Keluarga, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001, p. 158