FENOMENA RADIKALISME DALAM AGAMA KRISTEN DAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA PADA ERA REFORMASI (SEBUAH TINJAUAN TEOLOGIS)
Main Author: | YOLLA YOLANDA |
---|---|
Other Authors: | KESS DE JONG, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2009
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- BAB I PENDAHULUANI.Latar Belakang MasalahKita mengenal Indonesia sebagai negara pluralis, di mana kemajemukan hadir dan berkembang di dalamnya. Sebut saja, suku, ras, budaya, bahkan agama. Kemajemukan yang terjadi di Indonesia pun tidak terlepas dari kemajuan di berbagai bidang ilmu yang menyentuh berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Kemajemukan itu telah membawa akibat yaitu adanya perjumpaan yang semakin intensif antar kelompokkelompok manusia. Salah satunya adalah pergesekan yang seringkali terjadi di antara agama-agama yang berbeda. Ketika keyakinan terhadap suatu agama itu cenderung dimutlakkan maka akan sangat berpotensi pada timbulnya pergesekan atau ketegangan. Apabila hal itu tidak segera diatasi maka semakin lama akan terjadi benturan yang mengakibatkan terpecah belahnya serta perusakan-perusakan kehidupan manusia serta mengancam kemajemukan yang telah ada.Ketika memfokuskan pada agama, maka sesungguhnya ada fenomena yang menarik dalam hubungan antar umat beragama di Indonesia. Fenomena menarik karena sebagian besar masyarakat Indonesia senantiasa mengkondisikan dirinya dalam hubungan mayoritas-minoritas, apalagi ketika hal itu dikaitkan dengan urusan agama. Hal itu sudah terbukti dalam sejarah perjalanan bangsa yang panjang serta pengalaman-pengalaman konkrit yang hadir dalam realitas masyarakat Indonesia1. Realitas itu nampak kembali melalui peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang kini tengah dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Meningkatnya radikalisme dalam agama di Indonesia menjadiMengenai mayoritas-minoritas ini, M. W. Wyanto berpendapat bahwa kita dapat melihat gejala sikap superior, agresif, dan mau menang sendiri dari kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. Gejala-gejala tersebut nampak juga dalam hubungan antar umat beragama di mana salah satunya menjadi yang mayoritas dalam kehidupan bersama, sementara yang lainnya menjadi yang minoritas. Sikap yang seringkali ditunjukkan oleh kelompok mayoritas inilah yang jelas merusak kehidupan bersama. Jika kelompok mayoritas itu bersifat eksklusif (dikatakan eksklusif, sebab dalam kelompok-kelompok agama sering ada klaim mengenai kebenaran (truth claim) yang hanya ada pada kelompoknya sendiri), punya fanatisme tinggi, dan militan, maka kekacauanlah yang akan terjadi. Truth claim ini hanyalah alat bantu untuk membenarkan naluri mayoritasnya sehingga tanpa disadari truth claim seringkali dimunculkan dan dimanfaatkan oleh kelompok mayoritas yang memiliki sikap agresif. Lih. M. W. Wyanto, M. Th, Bahan Kuliah Teologi Agama-Agama Semester VI, TA.2004/2005.11fenomena sekaligus bukti nyata yang tidak bisa begitu saja diabaikan ataupun dihilangkan.Radikalisme keagamaan yang semakin meningkat di Indonesia ini ditandai dengan berbagai aksi kekerasan dan teror. Aksi tersebut telah menyedot banyak potensi dan energi kemanusiaan serta telah merenggut hak hidup orang banyak, termasuk orang yang sama sekali tidak mengerti mengenai permasalahan ini. Meski berbagai seminar dan dialog telah digelar untuk mengupas persoalan ini yaitu mulai dari pencarian sebab hingga sampai pada penawaran solusi2, namun tidak juga kunjung memperlihatkan adanya suatu titik terang. Fenomena tindak radikalisme dalam agama memang bisa dipahami secara beragam, namun secara esensial, radikalisme agama umumnya memang selalu dikaitkan dengan pertentangan secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan kelompok agama tertentu dengan tatanan nilai yang berlaku atau dipandang mapan pada saat itu. Dengan demikian, adanya pertentangan, pergesekan ataupun ketegangan, pada akhirnya menyebabkan konsep dari radikalisme selalu saja dikonotasikan dengan kekerasan fisik3. Apalagi realitas yang saat ini telah terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia sangat mendukung dan semakin memperkuat munculnya pemahaman seperti itu.Lalu bagaimana dengan kemunculan gerakan keagamaan yang radikal di Indonesia? Kemunculan gerakan keagamaan yang berhaluan radikal di Indonesia sesungguhnya sudah termuat dalam sejarah awal negara Indonesia. Tetapi kini kembali menjadi sesuatu hal yang fenomenal pasca jatuhnya Orde Baru pada tahun 1998, yakni sejak reformasi dikumandangkan. Dikatakan fenomenal karena nampak dari beberapa organisasi yang terbentuk dan berkembang yang memulai aksinya dengan alasan penertiban hingga pada organisasi yang berjuang karena tergerak akan rasa solidaritas terhadap nasib saudara-saudaranya, yang seagama di berbagai negara. Aksi tersebut tentu saja tidak hanya memperlihatkan kekuatan massa sebagaimana terlihat dalam aksi penggalangan solidaritas melainkan juga terekspresikan dalam bentuk atau cara kekerasan. Contoh: seperti yang telah diberitakan di berbagai media yaitu aksi penggerebekan dan perusakan tempat-tempat hiburan malam, pelacuran, dan berbagai tempat yang lain, yang dianggap menyebarkan2kemaksiatan.Keseluruhanaksi-aksitersebutsemakinmengalamiZulheldi Hamzah, Meredam Radikalisme Umat Islam, http: //www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id = 4802_0_3_40_M14, diakses pada tanggal 24 November 2007. 3 Zainuddin Fananie, dkk, Radikalisme Keagamaan & Perubahan Sosial, Surakarta: Muhammadiah University Press kerjasama dengan The Ford Foundation, 2002, hlm. 1.2peningkatan ketika negara Indonesia memasuki era reformasi4. Sebut saja, peristiwa radikalisme yang diperlihatkan melalui kerusuhan di berbagai daerah5, seperti yang terjadi di Jakarta, Poso, Ambon, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah pada tahun 19982002; lalu diikuti oleh berbagai teror bom, seperti di malam natal pada tahun 2000; hingga aksi yang berskala internasional yaitu Peristiwa 11 September 20016 dan Ledakan Bom di Bali pada tanggal 12 Oktober 20027.Pada dasarnya, keseluruhan aksi itu adalah perwujudan dari suatu ekspresi yang berpijak pada keimanan seseorang atau sekelompok agama tertentu terhadap agama yang diyakininya. Tentu saja hal itu tidak sekedar dipahami sebagai sebuah fenomena keagamaan saja melainkan suatu fenomena yang juga terkait dengan problematika kehidupan dalam masyarakat Indonesia. Seiring dengan hal itu, sistem politik yang dipakai dan berkembang di Indonesia juga memberikan berbagai kemungkinan untuk kelompok agama tertentu itu (dalam hal ini dikaitkan dengan ormas-ormas yang radikal) untuk bertindak lebih jauh8. Apalagi, sejak era reformasi bergulir kita melihat bahkan memahami bahwa kini peran negara, khususnya pemerintah yang berkuasa semakin melemah saja. Negara tidak lagi memiliki kekuatan untuk menangkap dan menertibkan aksi ormas-ormas agama yang bertindak tidak sesuai dengan hukum dan ketentuan yang berlaku di Indonesia. Kemudian, kekerasan dan perusakan yang masih mewarnai aksi unjuk rasa sepanjang era reformasi ini juga menggambarkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya menghayati akan artinya demokrasi.Zainuddin Fananie, dkk, Radikalisme Keagamaan & Perubahan Sosial,....., hlm. 2. Lih. Dr. Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2004 hlm.513-571. 6 Peristiwa ini telah melahirkan sebuah stigma negatif terhadap Islam. Umat Islam dicap sebagai teroris dan organisasi Al-Qaedah sebagai pihak tertuduh dan yang paling bertanggungjawab atas peristiwa tersebut. Lih. Akh. Muzakki, Islamic Radicalism in Southeast Asia: with Special Reference to The Alleged Terrorist Organisation, Jamaah Islamiyah dalam Al- Jamiah (Journal of Islamic Studies), Vol. 42, No. 1, Jogjakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2004, hlm. 61. Di Indonesia sendiri, peristiwa tersebut sangat menarik perhatian banyak kalangan, khususnya kalangan Islam tertentu, yaitu beredarnya sejumlah tulisan, poster-poster maupun T-Shirt yang bergambar wajah Osama Bin Laden, banyaknya aksi unjuk rasa yang diprakarsai oleh kelompok Islam radikal, seperti Front Pembela Islam (FPI) sebagai wujud solidaritas dan dukungan serta ungkapan syukur akan peristiwa tersebut, aksi sweaping terhadap warga AS di Jakarta, Solo dan Makasar, serta aksi-aksi yang lainnya. Lih. Dr. Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia,...., hlm. 567-569. 7 Pada peristiwa ini diidentifikasikan bahwa jaringan Al-Qaedah (yang kemudian hari dikenal dengan nama Jamaah Islamiyah) terlibat di dalamnya sehingga para ilmuwan di berbagai belahan dunia mengemukakan berbagai teori tentang fenomena radikalisme dalam Islam. Salah satunya adalah teori bahwa radikalisme agama yang terjadi di berbagai belahan dunia merupakan resistensi agama terhadap laju modernisasi. Lih. Akh. Muzakki, Islamic Radicalism in Southeast Asia:, hlm. 62. 8 CMM, Radikalisme Agama dan Transisi Demokrasi, http:// www.cmm.or.id/ cmm-ind_more.php?id = A4528_0 3 0_M, diakses pada tanggal 24 November 2007.543