RESPONS GKPB JEMAAT PNIEL BLIMBINGSARI TERHADAP PENGGUNAAN GAMELAN BALI SEBAGAI MUSIK PENGIRING IBADAH
Main Author: | NI LUH RATNA KOMALASARI |
---|---|
Other Authors: | JUSAK TRIDARMANTO, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2008
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu kegiatan peribadatan yang tanpa melibatkan musik di dalamnya. Akan sangat terasa hambar ketika kita bernyanyi tidak diiringi dengan musik. Dengan melihat hal ini maka bisa dikatakan bahwa musik merupakan bagian integral dalam kehidupan ibadah yang dilakukan oleh manusia. Bukan saja ketika melakukan ibadah, dalam kehidupan sehari-haripun musik sangat dekat dengan kehidupan manusia. Musik dapat mengekspresikan bagaimana keadaan seseorang. Apakah seseorang berada dalam suasana sedih atau senang, kecewa, bahagia, bisa diekspresikan lewat musik. Oleh sebab itu, musik juga dikatakan sebagai bagian dari hidup manusia yang penting. Melalui penyajian musik tertentu, keadaan emosional seseorang dapat tersentuh. Dalam melakukan suatu kegiatan pun banyak diwarnai oleh musik. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika dalam tata ibadah gerejapun musik memainkan peranan yang sangat penting karena didalamnya musik juga merupakan suatu sarana yang dipakai untuk dapat mengekspresikan iman kepada Tuhan.Musik juga mempunyai hubungan dengan budaya. Setiap budaya memiliki corak musik tertentu atau dengan kata lain perbedaan musik setiap budaya itu pasti ada. Corak musik sangat ditentukan dan diwarnai oleh budaya dan lingkungan dimana musik itu hidup. Berdasarkan atas hal tersebut dapat dikatakan bahwa musik itu bersifat kontekstual. Musik bukan saja merupakan suatu hal yang bersifat universal tetapi juga bersifat lokal karena terkait dengan konteksnya. Setiap konteks budaya menemukan corak musiknya tersendiri, cara mengekspresikannya yang semuanya timbul dan terbentuk karena kebutuhan-kebutuhan tertentu, sejarah dan juga lingkungan budaya itu sendiri. 11Lih. Aristarchus Sukarto, Kontekstualisasi Musik Gerejawi : Suatu Pertimbangan Teologis Dan Kultura dalam Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.Demikian juga halnya dengan musik gerejawi. 2 Banyak gereja-gereja dewasa ini melakukan usaha kontekstualisasi dalam hal musik gerejawi walaupun itu merupakan sesuatu yang tidak mudah untuk dilakukan. Dewasa ini banyak gereja-gereja sudah merasa sangat nyaman dengan keberadaannya, yaitu nyaman ketika bernyanyi, ketika beribadah diiringi oleh musik-musik yang tidak bersifat tradisional. Ketika hal itu terjadi maka ada ketakutan jika pada akhirnya gereja akan berada dalam situasi kurang mengenal akan keberadaan budayanya sendiri. Hal ini terlihat ketika ada usaha untuk menggunakan alat musik tradisional untuk mengiringi jalannya peribadatan. Banyak dari anggota jemaat yang pada akhirnya kurang bisa menikmati atau menghayati ibadah hanya karena tidak terbiasa dengan musik tradisional yang digunakan. Padahal, merupakan suatu yang sangat penting untuk diperhatikan bahwa kontekstualisasi musik gerejawi itu dilakukan dalam upaya mengkontekstualkan gereja itu sendiri supaya gereja tidak menjadi bagian yang asing bagi lingkungannya.Usaha kontekstualisasi musik gereja juga dilakukan oleh GKPB ( Gereja Kristen Protestan di Bali ). Dalam prosesnya, usaha kontekstualisasi musik gereja dapat dilihat dari dipakainya musik tradisional yaitu gamelan Bali dengan coraknya yang khas sebagai sarana musik pengiring jalannya ibadah. Dalam tradisi Bali, gamelan biasanya digunakan untuk mengiringi orang yang sedang menari, digunakan untuk konser gamelan, sebagai hiburan, sebagai sarana pendidikan moral, sebagai pengiring drama gong Bali dan sebagai sarana seni ritual keagamaan. 3 Fungsi gamelan yang terakhir inilah yang masih sangat kental terlihat di lingkungan GKPB yaitu ibadah dilaksanakan dengan dipakainya gamelan Bali sebagai musik pengiring jalannya ibadah.Memang tidak semua gereja yang tergabung dalam sinode GKPB menggunakan gamelan Bali dalam melaksanakan ibadahnya. Namun salah satu gereja yang sampai saat ini masih tetap menggunakan gamelan Bali adalah GKPB Pniel Blimbingsari, sebuah gereja yang berdiri di sebuah desa kecil bernama Blimbingsari di Bali bagian Barat. Desa tempat gereja ini berdiri memiliki keunikan yang jarang dijumpai di daerah Bali lainnya yaitu seluruh masyarakatnya memeluk agama Kristen.2Musik gerejawi di sini hendaknya tidak dipahami sebagai musik yang bercorak Kristiani melainkan istilah yang dipakai untuk menunjuk pada musik yang terkait dengan tata ibadah gerejawi. Lih. Aristarchus Sukarto, Kontekstualisasi Musik Gerejawi : Suatu Pertimbangan Teologis Dan Kultura dalam Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. 3 Lih. I Wayan Senen, Perempuan Dalam Seni Pertunjukan di Bali (Yogyakarta : BP ISI, 2005) hal 96.