KETIDAK-HANCURAN NINIWE DALAM KITAB YUNUS (Kritik Sosial Mengenai Kitab Yunus)
Main Author: | MATIAS FILEMON HADIPUTRO |
---|---|
Other Authors: | ROBERT SETIO, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2008
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- BAB I PENDAHULUANI.1 LATAR BELAKANG MASALAHMasyarakat Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Suatu pengakuan bahwa masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk terdiri atas banyak suku dan agama tetap mengusahakan adanya kebersamaan dan persatuan. Namun pada kenyataan, pengakuan tersebut hanya menjadi slogan belaka, karena yang terjadi adalah munculnya konflik-konflik antar agama dan suku. Pada tahun 1996-1998 muncul gelombang konflik antar agama yang sangat besar.1 Banyak tempat ibadah yang dirusak dan dibakar. Bukan cuma konflik antar agama yang terjadi di Indonesia; tapi konflik antar etnis juga terjadi. Misalnya konflik antara etnis Tionghoa Indonesia dengan penduduk asli 2 Indonesia pada kerusuhan Mei 1998, yang mengakibatkan pemerkosaan atas perempuanperempuan etnis Tionghoa; 3 konflik antara suku Dayak dan Madura di Kalimantan Tengah, dan masih banyak konflik-konflik antar suku lainnya. Konflik-konflik antar agama dan suku yang terjadi di Indonesia kemungkinan disebabkan karena masing-masing agama dan suku hanya bergaul dengan komunitasnya saja dan menimbulkan rasa saling curiga antar kelompok. Sikap saling curiga antar kelompok dan tidak mau bergaul dengan kelompok lain membawa dampak negatif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena masing-masing kelompok menjadi masyarakat yang tertutup dan memiliki pemahaman eksklusif yang sempit. Hal ini bertentangan dengan pengakuan Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi tetap satu!).1Band. E. G. Singgih, Tema Kerukunan Umat Beragama di Dalam Diskusi Pakar Agama, dalam Panitia Penerbitan Buku Kenangan Prof. Dr. Olaf H. Schumann, Agama Dalam Dialog: Pencerahan, Pendamaian dan Masa Depan. Punjung Tulis 60 Tahun Prof. Dr. Olaf H. Schumann, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, hlm. 33. 2 Menurut Shirley Lie tidak ada yang namanya penduduk murni asli Indonesia, karena penduduk asli Indonesia (para leluhur) sudah melakukan perkawinan campur dengan etnis Tionghoa atau etnis lainnya. Lih. Shirley Lie, Dilema Etnis Tionghoa di Indonesia dalam BASIS No. 05-06, tahun ke-55, Mei-Juni, 2006, hlm. 14-15. 3 Data statistik mengenai jumlah para perempuan etnis Tionghoa yang mengalami pemerkosaan tidaklah begitu jelas. Data yang diberikan oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TKR) menyebutkan 152 perempuan etnis Tionghoa diperkosa. Data yang diberikan Tim Gabungan Pencarian Fakta (TGPF) menyebutkan 159 perempuan etnis Tionghoa diperkosa. Lih. Antonius Sumarwan, Menyingkap Gramatika Wacana Orde Baru, dalam BASIS No. 05-06, tahun ke-55, Mei-Juni, 2006, hlm. 41. Sementara Yahya Wijaya menyebutkan 180 perempuan etnis Tionghoa diperkosa. Lih. Yahya Wijaya, Membangun Teologi Etnisitas yang Inklusif, dalam Gema Duta Wacana, vol. 31, No. 1, April 2007, hlm. 96. Walaupun terdapat perbedaan jumlah dalam data tentang perempuan etnis Tionghoa yang mengalami pemerkosaan ketika kerusuhan Mei 1998, namun dapat menguatkan bukti bahwa pemerkosaan atas perempuan etnis Tionghoa pada Mei 1998 adalah sungguh-sungguh terjadi.Pasca kerusuhan Mei 1998, banyak pemuka-pemuka agama yang mulai mencoba membangun suatu pemahaman teologi yang inklusif, dengan tujuan mencegah terjadinya kerusuhankerusuhan dan konflik-konflik serupa di masa mendatang. Usaha membangun pemahaman teologi yang inklusif dilakukan juga oleh para teolog Kristen di Indonesia. Salah satu usaha yang dilakukan adalah menafsirkan teks-teks Alkitab yang melihat suatu sikap keterbukaan terhadap agama dan etnis lain, seperti yang terdapat dalam kitab Yun. Dan kitab Yun inilah yang akan menjadi bahasan dalam penulisan skripsi ini. Dalam Alkitab Ibrani, biasanya YHWH menyuruh nabi untuk menyampaikan pesan bagi masyarakat Israel, karena bangsa Israel adalah bangsa kepunyaan Tuhan. Namun tidak demikian yang terjadi dalam Kitab Yun. Kitab Yun justru bercerita tentang seorang nabi (Yunus) yang diutus oleh YHWH untuk menyampaikan pesan Tuhan bagi bangsa di luar Israel (Niniwe). Perintah dari YHWH untuk menyampaikan nubuat kepada bangsa di luar Israel, terasa begitu membingungkan bagi Yunus, bahkan membuat Yunus enggan untuk menjalankan perintah YHWH dan berusaha lari dari YHWH. Kebingungan lainnya muncul ketika YHWH mengambil tindakan untuk mengasihi Niniwe dan tidak jadi menghancurkan Niniwe (Band. Yun 3:10).Kitab Yun yang mengisahkan tentang sikap dan tindakan YHWH yang menyuruh Yunus untuk bernubuat bagi masyarakat Niniwe sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut. Apa maksud dari pengarang kitab Yun mengisahkan ketidak-hancuran Niniwe? Bukankah dalam Alkitab Ibrani kebanyakan dikisahkan tentang kehancuran bagi-bangsa di luar Israel, dan berkat bagi bangsa Israel?