KRISTOLOGI SEBAGAI KOMUNIKASI IMAN (MAKNA DAN RELEVANSI YESUS KRISTUS BAGI KEHIDUPAN BERMASYARAKAT DI JAWA BAGIAN BARAT)

Main Author: SRI YUSUF WIBOWO PUJIHARTANTO
Other Authors: EMMANUEL GERRIT SINGGIH,
Format: Bachelors
Terbitan: SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta , 2008
Subjects:
Daftar Isi:
  • BAB IPENDAHULUAN1.1Latar Belakang Masalah1.1.1Kristologi, sebuah sarana mengungkapkan iman Iman, sebuah istilah yang tidak asing bagi setiap pemeluk agama. Sebuah pengakuaniman tentunya mencerminkan kepercayaan seseorang atau kelompoknya. Lihat saja kehidupan bangsa Yahudi yang mendasarkan kehidupan beragama melalui sebuah keyakinan yang tercakup dalam sebuah pengakuan iman atau yang biasa disebut shema Allah itu Esa. Pemeluk agama Islam juga memandang penting sebuah pengakuan iman dalam kehidupan beragama. Oleh karena itu, setiap orang yang beragama Islam atau yang hendak memeluk agama tersebut diwajibkan untuk mengucapkan kalimat syahadat. Demikian halnya dengan kekristenan, pengakuan iman mendapat perhatian utama sehingga setiap orang Kristen diharapkan mampu mengakui iman di hadapan jemaat sebelum terlibat dalam Perjamuan Kudus atau pernikahan. Bahkan pengakuan iman ditempatkan di awal Tata Gereja dan menjadi identitas yang membedakannya dengan kepercayaan lain. Jika ditanyakan apa yang membedakan kepercayaan Kristen dengan kepercayaan lain, tampaknya jawaban yang muncul adalah adanya pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan yang tidak ditemukan dalam kepercayaan lain. Dalam Alkitab Perjanjian Baru terdapat banyak pemikiran dan pengakuan mengenai Yesus selain pengakuan di atas tadi. Dari pemikiran dan pengakuan tersebut munculah istilah Kristologi. Kristologi ialah: logos mengenai Kristus, pemikiran (dan ucapannya) mengenai Kristus, sasaran iman kepercayaan Kristen. 1 Kristus merupakan sasaran iman kepercayaan Kristen, melalui pemikiran/ucapan mengenai Kristus (Kristologi) umat dapat terbantu untuk mengarahkan imannya kepada Kristus. Iman bukan saja berkaitan dengan pendirian apa yang benar dan salah. Iman mempunyai unsur yang berkaitan dengan sebuah hubungan seseorang dengan Tuhan. 2 Kristologi adalah salah satu cara untuk mengungkapkan iman, yaitu mengungkapkan hubungan dirinya dengan1 2C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi. (Yogyakarta: 1988), p. 13. Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor Faktor di Dalamnya, (Jakarta: 1985), p. 76.Kristus. Sebab Kristologi tidak membicarakan Yesus sendiri, tetapi pikiran umat tentang Dia, tentang bagaimana umat menghayati hubungannya dengan Yesus.3 Berangkat dari pemikiran ini, maka konteks sebuah masyarakat menjadi bagian terpenting untuk memahami bagaimana sebuah pengakuan iman terbentuk. Sebutan Yesus sebagai Logos, Messias, Anak Allah, Adam yang kedua dalam Perjanjian Baru adalah sebutan bagi Yesus yang menggambarkan keadaan sosial, budaya masyarakat pada saat itu. 4 Konteks seseorang membentuk pola pikirnya, sehingga kemudian mengakar dan menjadi bagian dari identitasnya. Pengakuan iman dalam ungkapan Kristologi tidak bisa berlaku secara universal, dalam pengertian dapat diterapkan di berbagai waktu dan tempat. Oleh karena itu diperlukan upaya penyusunan Kristologi yang kontekstual, yaitu Kristologi yang memperhatikan dan relevan dengan konteksnya sehingga mampu berfungsi sebagai sarana pengungkapan iman.1.1.2Kristologi bersifat kontekstual Dalam sejarah kekristenan, telah terbentuk berbagai macam Kristologi. Moltmannmenganalisanya dan menemukan ada dua pendekatan Kristologi, yaitu therapeutic Christology dan apologetic Christology. 5 Pendekatan pertama memperhatikan pada pengalaman masa kini atau yang Moltmann sebut sebagai therapeutic atau practical Christology. Pendekatan kedua mengandalkan kesaksian masa lalu atau apologetic Christology (dapat disebut theoretical Christology untuk menghindari konotasi kata apologetic). Pendekatan pertama beranjak dari karya Yesus bagi manusia, kita bisa mengenal Yesus melalui karya-Nya di dunia bukan semata karena keanggotaan kita di gereja. Pendekatan kedua berusaha untuk mencari landasan intelektual Kristologi, dengan pemahaman bahwa pengalaman kita saja kurang memadai untuk dipakai sebagai landasan Kristologi. Terlepas dari keunggulan dan kelemahan tiap-tiap pendekatan, namun ada satu hal yang pasti, yaitu baik pendekatan theoretical maupun practical, keduanya memperhatikan konteks. Bukankah pendekatan theoretical Cristology juga merupakan sebuah studi yang mempelajari bagaimana orang-orang pada masa lalu berteologi pada konteks tertentu? Bevans dengan tegas3 4C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, p. 286. Colin J. D. Greene, Christology In Cultural Perspective, (Cambridge: 2004), p. 6. 5 J. Moltmann, The Way of Jesus Christ: Christology in Messianic Dimensions, (London: 1990), p. 44.mengatakan bahwa berteologi secara kontekstual bukanlah sebuah pilihan melainkan keharusan, dan tidak ada sesuatu yang disebut teologi, yang ada hanyalah teologi (Kristologi) kontekstual. 66Stephen B. Bevans, Model-Model TeologiKontekstual, (Maumere: 2002), p. 1.