MENGEMBANGKAN KEPEDULIAN SOSIAL REMAJA DI LINGKUP GKI SINODE WILAYAH JAWA BARAT KLASIS JAKARTA BARAT

Main Author: AUDREY OCTAVIANY
Other Authors: TABITA KARTIKA CHRISTIANI,
Format: Bachelors
Terbitan: SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta , 2007
Subjects:
Daftar Isi:
  • ABSTRAKSIKemiskinan, yang hadir bersama dengan pluralitas agama, adalah konteks kehidupan gerejagereja di Indonesia secara umum, dan gereja-gereja di Jakarta, secara khusus. Bagi gereja-gereja di Jakarta, di samping berhadapan dengan kemakmuran dan gemerlapnya kota, tidak bisa disangkal bahwa kemiskinan hadir secara nyata di sekitar mereka. Eka Darmaputra bahkan menilai permasalahan kemiskinan (hubungan antar golongan yang kaya dengan yang miskin) adalah permasalahan mendasar dan mendalam, yang paling membutuhkan perhatian karena paling potensial menimbulkan konflik.1 Keberadaan golongan kaya, yang jumlahnya minoritas, bila dibandingkan dengan golongan miskin, yang jumlahnya mayoritas, dapat menciptakan suatu kesenjangan sosial yang pada akhirnya menciptakan konflik multidimensi. GKI SW Jabar, di mana sebagian besar jemaatnya terletak di Jakarta, menghayati bahwa berbela rasa terhadap orang-orang yang miskin adalah sikap yang tepat untuk dimiliki oleh pengikut Kristus karena merupakan cermin dari penghayatan iman. Sikap GKI SW Jabar untuk berbela rasa terhadap orang-orang miskin dilandasi oleh penghayatan bahwa Allah, yang hadir di sepanjang perjalanan sejarah hidup manusia seperti yang disaksikan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, adalah Allah yang berbela rasa terhadap orang-orang yang miskin dan yang dilupakan oleh masyarakat.2 Tindakan berbela rasa terhadap orang-orang miskin pada dasarnya adalah panggilan untuk setiap anggota gereja. GKI SW Jabar menghayati bahwa anggota gereja mempunyai peran yang hakiki dalam melaksanakan misi gereja, juga untuk mempunyai sikap berbela rasa terhadap sesama manusia yang miskin. Remaja gereja adalah bagian dari para anggota gereja. Karena itu, remaja gereja juga berperan untuk menjelmakan sikap bela rasa Allah terhadap orang-orang yang miskin. Remaja kota seperti Jakarta pada umumnya mempunyai kehidupan yang berbeda jauh dengan remaja di kota kecil, apalagi di pedesaan. Mereka pada umumnya dituntun untuk dapat hidup dalam dinamika yang cepat dan memiliki daya saing yang tinggi jika mereka tidak ingin kalah dan menjadi tersisih dalam kehidupan. Hal ini tampaknya sepadan dengan keadaan kota Jakarta yang berjalan dengan ritme yang serba cepat dan penuh dengan persaingan. Namun, disamping beban berat yang diemban, kota Jakarta juga menawarkan kehidupan yang penuh dengan kemudahan, kenyamanan dan kemewahan. Berbagai macam tempat hiburan selama dua puluh empat jam silih berganti menyediakan fasilitas untuk dapat dinikmati sebagai tempat melepaskan kejenuhan. Mereka juga dapat memilih tempat hiburan tersebut mulai dari tempat yang bergengsi seperti misalnya: Citos (Cilandak Town Square), Plaza Senayan; sampai dengan tempat-tempat yang biasa-biasa saja yaitu warung-warung makan sederhana di pinggir jalan. Kondisi kehidupan seperti yang dipaparkan di atas membuat remaja pada akhirnya hanyut dengan kehidupan dan kesenangan mereka sendiri. Mereka tidak lagi sempat ataupun mau untuk memperhatikan keadaan sesama mereka yang miskin dan terlupakan.3 Padahal kemiskinan adalah potret kehidupan nyata yang tidak bisa dipungkiri dan dihapuskan di balik kemegahan kota Jakarta dan mereka sebagai remaja Kristen dipanggil untuk mewujudnyatakan sikap berbela rasa Allah kepada orang-orang miskin.