Pendampingan Pastoral terhadap Perempuan Pasca Hysterectomy (Operasi Pengangkatan Rahim)
Main Author: | CHRISTIANA WELDA PUTRANTI |
---|---|
Other Authors: | HENDRI WIJAYATSIH, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2007
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- ABSTRAKSIKesetaraan laki-laki dan perempuan sudah seringkali dibicarakan dan diperjuangkan. Meski demikian, tetap saja kita tidak bisa mengabaikan kodrat seorang perempuan yang memang harus mengalami menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui. Pandangan ideologi familialisme1 misalnya, menganggap kedudukan perempuan ditentukan oleh kemampuan perempuan melahirkan anak, bila ada perempuan yang tidak mampu melahirkan anak, maka dianggap tidak mampu meneruskan keturunan (Jawa: trah).2 Rahim menjadi bagian tubuh yang sangat penting bagi seorang perempuan dan sekaligus dipahami sebagai simbol eksistensi perempuan. Dengan demikian ada semacam kriteria ideal bahwa yang disebut perempuan adalah seorang manusia yang mengalami menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui. Perempuan yang tidak dapat melakukan salah satu di antaranya, dinilai kurang sempurna sebagai seorang perempuan. Namun sayangnya tidak semua perempuan dapat menjadi perempuan sempurna seperti kriteria di atas dan beruntung dalam hidupnya sebagai seorang perempuan. Ada perempuan yang tidak mengalami menstruasi, ada yang tidak dapat memiliki anak, ada yang tidak bisa menyusui. Bahkan ada pula perempuan yang terpaksa mengalami hysterectomy (operasi pengangkatan rahim) karena mengidap penyakit kandungan yang membahayakan hidupnya. Bila kita masih memegang pemahaman bahwa perempuan yang sempurna adalah perempuan yang mengalami menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui, maka hysterectomy akan membuat mereka tertekan dan merasa menjadi perempuan yang tidak sempurna. Tentu saja mereka memerlukan dukungan sehingga memiliki keyakinan akan eksistensi mereka sebagai seorang perempuan, meskipun mereka tidak dapat memenuhi kriteria umum yang dibentuk oleh masyarakat. Hal tersebut juga berlaku bagi perempuan pasca hysterectomy. Hysterectomy merupakan istilah medis yang berarti operasi pengangkatan rahim (uterus). Hysterectomy biasa dilakukan sebagai tindakan terakhir untuk menangani kasus penyakit-penyakit rahim yang sudah parah (mengarah pada keganasan), seperti misalnya kista indung telur (kista ovarium), kanker indung telur, kanker leher rahim, myoma uteri, kanker rahim (kanker uterus), endometriosis dan sebagainya.3 Dengan kondisi kesehatan yang kurang baik tersebut tentunya dimensi fisik perempuan pasca hysterectomy terganggu, padahal ketika salah satu dimensi kehidupan manusia terganggu, kemungkinan besar hal itu akan mempengaruhi dimensi kehidupan yang lain.