EVOLUSI SEKSUALITAS (SEBUAH TINJAUAN THEOLOGIS ATAS SEKS DAN KEKUASAAN DARI FOUCAULT)

Main Author: TOFLIN NOVRIANUS LEDE
Other Authors: EMMANUEL GERRIT SINGGIH,
Format: Bachelors
Terbitan: SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta , 2009
Subjects:
Daftar Isi:
  • BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Permasalahan Dalam kenyataannya seks masih merupakan misteri dalam sejarah kehidupan manusia. Sebagai bagian dari kehidupan bukankah seharusnya seks dialami sama halnya dengan makan dan minum atau seperti melakukan olah raga? Namun sekali lagi seolaholah kemunculan seks yang ada dalam masyarakat pada umumnya tersamar, sehingga setiap orang yang memperhatikan area ini hanya akan menemukan sebuah misteri1. Apakah seks pada dasarnya merupakan suatu hal yang keberadaannya tersembunyi dan sulit dicapai? Ataukah seks merupakan hal sudah ditentukan sebagai sesuatu yang tetap tersembunyi, berkaitan dengan esensi, seperti kesejajaran ciri-ciri ilahi yang tetap rahasia? Ataukah hal ini hanyalah merupakan misteri sempit dalam arti bahwa misteri ini merupakan kebenaran yang tersembunyi dari setiap pemahaman terbatas, sehingga kemungkinan internal dari kebenaran-kebanaran tersebut tetap tidak dapat dimengerti walaupun keberadaannya telah tersingkap? Pada umumnya, masyakat Indonesia masih sangat memegang teguh ajaran-ajaran agamanya. Secara tradisional, agama-agama yang ada di Indonesia mengajarkan bahwa seks pranikah adalah dosa, meskipun pun sebenarnya tidak demikian dengan agama Hindu dan Budha, hal ini menjadi perhatian Hindu dan Budha, kemungkinan karena disebabkan oleh pengaruh norma-norma agama-agama besar di Indonesia seperti Islam dan Kristen yang sangat mempengaruhi bagaimana berperilaku dalam masyarakat. Bahkan norma-norma ini juga, merupakan bentuk pengawasan diri. Inilah yang disebut proses internal2, proses ini berpengaruh sangat kuat pada diri seseorang. Melalui proses semacam ini pengawas atau pun yang diawasi tidak memerlukan lagi pengawasan fisik karena telah diubah menjadi motivasi yang berasal dari dalam diri. Hal ini secara langsung berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakat. Misalnya saja seorang istri setelah melahirkan terlihat lebih gemuk, lalu sang suami mencubit pinggul sang istri1 2Istilah ini diambil dari bahasa Yunani, mysterion atau mystes yang berarti tutup atau bumkam Proses internal atau yang biasa disebut dengan Internalisasi1 sambil berkata, makin lebar ya, ma. Mendengar hal itu sang istri akan langsung mengikuti seperangkat latihan kebugaran untuk menurunkan berat badannya dengan alasan agar menyenangkan hati suami. Pada waktu didapati teman-temannya bahwa badan sang istri tetap langsing setelah melahirkan, maka sang istri akan dengan bangga menceriterakan seperangkat latihan kebugaran yang telah dia ikuti. Terlihat bahwa cubitan sang suami berpengaruh sangat besar terhadap perubahan sang istri, hasil cubitan inilah yang disebut dengan internalisasi. Contoh lain yang bisa dikategorikan dalam internalisasi adalah seorang anak dibawah 15 tahun didapati sedang merokok, anak ini tidak lagi diberi ganjaran secara fisik tetapi diajak ke Rumah Sakit dan memperlihatkan penyakit-penyakit yang membuat si anak menjadi takut dan berjanji pada diri sendiri untuk tidak merokok lagi. Dalam agama terdapat norma-norma yang dijadikan patokan setiap umatnya untuk menjalani hidup ini. Norma-norma agama tidak terlepas dari pengaruh budaya yang menjadi latar belakang sosial agama tersebut. Mayoritas agama di Indonesia adalah Islam dan Kristen3 yang keduanya berasal dari Timur Tengah. Budaya Timur tengah sangat menjunjung tinggi virginitas. Apabila anak gadis dalam keluarganya diketahui tidak perawan lagi, maka anak gadis itu akan dipancung atau dibuang ke sumur.4 Hal ini memperlihatkan bahwa anak gadis dalam suatu keluarga memikul nama baik keluarga, meskipun anak laki-laki merupakan dambaan setiap masyarakat patriakal, tetapi apabila kasus ketidakperawanan ini ditemukan pada anak-laki-laki, hal tersebut tidaklah terlalu dipersoalkan seperti pada kasus anak-anak perempuan yang dibesar-besarkan dan diejek, dengan kata lain dalam kasus ini, anak perempuan menjadi subyek yang memalukan. Walaupun di Indonesia sangsi yang diberikan tidak seperti dipancung atau dibuang ke sumur, namun terlihat kecenderungan masyarakat untuk secara langsung menanamkan suatu larangan tersendiri bagi kaum perempuan. Dalam sistem keluarga seperti ini, diri anak gadis ini mempunyai keterkaitan secara sistematis dengan keluarganya. PengaruhAgama Kristen banyak mewarisi tradisi agama Yahudi, meskipun sejak abad ke-2 kekristenan memisahkan diri dari agama ini, akibat penyikasaan yang diterima bukan hanya dari pemerintahan tetapi juga oleh kaum Yahudi. Dalam ajarannya, kekristenan masih mewarisi paham monoteistik Yahudi yang diturunkan oleh Rasul Paulus. Sampai saat ini pun agama Kristen Baik Protestan maupun Katolik masih menggunakan kitab agama Yahudi, kemudian disebut dengan Perjanjian Lama (PL), yang digabung dengan ajaran-ajaran Rasul Paulus dan 4 injil kemudian sebut dengan Perjanjian Baru (PB) 4 Penulis mengambil contoh ini dari film Jesus Son of Man, sebuah film yang berisi penelitian arkheologi mengenai seri kehidupan Tuhan Yesus disertai budaya-budaya yang melatarbelakanginya (compact disk)32 ini dibawa oleh kedua agama yang mayoritas ke Indonesia, sehingga sampai saat ini pun seks di luar nikah masih dianggap tabu. Walaupun kenyataannya tingkat intensitas seks pra-nikah di Indonesia cukup tinggi. Meskipun pengaruh ilmu pengetahuan seperti Psikologi, Kedokteran, telah menjelaskan mengenai seksualitas yang dikategorikan dalam praktek seksualitas melawan alam seperti masturbasi, homoseksual, bigamy, aborsi, alat kontrasepsi, sebagai perkembangan seksualitas dan pencegahan terhadap peningkatan jumlah penduduk yang dilatarbelakangi perekonomian Negara, atau homoseksual pada laki-laki dengan pembuktian ilmu biologi dan pathologi5 yang mengatakan bahwa pada kaum homoseksual telah terdapat gen ini, tetapi hal-hal seperti ini juga masih dipegang teguh sebagai dosa yang melanggar kaidah-kaidah agama, sehingga akhirnya agama mengeluarkan larangan-larangan. Sementara itu dipihak lain, pihak-pihak yang menduduki posisi penting dalam kepemerintahan Indonesia dan yang masih memegang teguh kaidah-kaidah agama merasa diri bertanggung jawab atas moral bangsa ini, mereka berusaha mempolitisasi setiap larangan bukan hanya pada seks pra nikah, masturbasi, homo seksual dan bentuk-bentuk seks menyimpang lainnya, tetapi juga pada tingkatan tertentu, tindakan-tindakan sepeleh seperti pelukan, ciuman dengan lawan jenis yang sifatnya persahabatan dimasukkan dalam rancangan undang-undang anti pornografi dan anti porno aksi yang disahkan baru-baru ini dengan alasan moral, tetapi anehnya penggunaan kata-kata menjurus pada pelecehan seksual tidak dipermasalahkan, dan tentu saja setiap undang-undang mempunyai sangsi koersif bagi pihak yang melanggar. Dalam undang-undang tersebut, bukan hanya pelukan dan ciuman6 yang menjadi perhatian, tetapi juga cara berpakaian yang agak terbuka, atau pakaian-pakaian yang serba ketat dengan alasan dapat mengundang pelecehan seksual, bahkan pemerkosaan. Tentu saja hal ini tidak begitu saja diterima oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan. Mereka memprotes perhatian yang berlebihan dalam undang-undang ini dengan berkata, bukan salah kami apabila terjadi kasus pemerkosaan, emang dasar situnya aja yangPada tingkat ini, pathologi dengan penemuan Jung mengenai feminine atau anima pada laki-laki dan animus atau maskulin pada perempuan, memberi kontribusi bagaimana memahami kompleksitas perasaanperasaan seksual 6 Dalam hal ini, ciuman yang dimaksud merupakan tindakan yang sudah biasa dilakukan oleh orang-orang yang bersahabat, tindakan ini biasa disebut dengan cipika-cipiki atau cium pipi kanan-cium pipi kiri.53 otaknya udah porno duluan. Dengan adanya tanggapan seperti ini, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana pendapat masing-masing orang tentang pornografi? apa itu pornografi, dan apa yang termasuk dalam kategori pornografi? Lebih jauh lagi sikap moral seperti apa yang dipegang oleh tokoh-tokoh agama sampai mengeluarkan larangan seperti ini? apakah orang-orang yang mengenakan pakaian yang katanya seronok dan mengundang nafsu birahi dikategorikan dalam orang-orang yang tidak bermoral? kemudian sampai dimana batas-batas kewajaran, atau moral yang memperbolehkan atau pun tidak memperbolehkan setiap warga Negara untuk mengekspresikan dan menanggapi kemajuan jaman ini? inilah yang juga menjadi pergumulan Foucault, seorang filsuf kontemporer Perancis dalam melihat seksualitas pada jaman modern ini. Sepertinya apa yang telah menjadi perenungan filsuf ini, terjadi dalam masyarakat Indonesia saat ini. Agama menggunakan nama Negara dengan mempolitisasi setiap larangan agamanya, menuntut agar setiap warga mematuhi setiap peraturan Negara. Mungkinkah agama tidak bisa lagi merayu masyarakat agar masyarakat kembali mengingat Sang Maha Kuasa (Allah) berdasarkan norma-norma agama, ataukah masyarakat telah menjadi lebih pintar dari sekedar kerbau yang dicucuk hidungnya, dengan ilmu pengetahuan yang menyajikan kenyataan lain sama sekali dari apa yang dikatakan oleh agama?7 Ditambah lagi dengan banyaknya pengaruh budaya dari luar khususnya kebudayaan barat yang kelihatannya dalam menanggapi seksualitas hanya sebagai kebutuhan biologis, sehingga agama merasa bertanggung jawab dan langsung ikut campur tangan didalamnya. Foucault melihat bahwa setiap bentuk larangan yang terbentuk dalam suatu wacana sebagai hubungan yang produktif. Penulis melihat kebenaran dari pernyataan Foucault ini, karena pada jaman yang serba modern ini, orang bisa saja mengakses segala haltermasuk seksualitasmasuk kedalam kehidupan orang tersebut dengan mudah. Dengan adanya layanan internet, tulisan-tulisan yang bertemakan seksualitas seperti Lika-Liku seks menyimpang dan solusinya, Seks dan Spiritualitas, Kamasutra, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, memudahkan setiap pembaca untuk mengetahui perjalanan seskualitas yang selama ini ditutup-tutupi oleh norma-norma agama untuk dibicarakan. Pewacanaan tentang seksualitas bukan hanyaIstilah ini diambil dari pengendaian yang diserap dari bahasa jawa, yang artinya orang bodoh yang dapat diperintah apa saja dan orang tersebut hanya bisa menurut setipa perintah yang diberikan padanya74 mendapat pro dan kontra dari berbagai kalangan tetapi semunya itu bertujuanseolaholahuntuk tetap memelihara pewacaan ini. Dengan kata lain, ketika suatu larangan muncul, ada saja kemungkinan larangan itu dibantah dengan munculnya tulisan-tulisan yang mempresentasikan cara-cara atau pun tingkah laku dan penilaian yang berlawanan dengan larangan tersebut, inilah yang disebut Foucault dengan titik perlawanan8. Contoh yang lain, dengan semakin banyaknya film-film dan foto-foto yang menyajikan petualangan seks tanpa disensor, menimbulkan pertanyaan dimanakah badan sensor film Indonesia, kesibukan apa saja yang mereka lakukan sehingga film-film ini bisa masuk ke negeri ini? atau ada alasan lain dibalik semua ini? Film-film inikah yang disebut sebagai pornografi? Sejauh pengamatan penulis apa yang disebut dengan pornografi adalah sesuatu yang cenderung bersifat merangsang dan tidak memberikan kesempatan kepada setiap individuyang menikmatinya lewat film-film pornountuk mengadakan interaksi interpretasi. Disinilah letak perbedaan pornografi dengan erotisme. Erotis adalah suatu istilah yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti cinta terhadap keindahan, sehingga erotisme merupakan suatu paham tentang cinta terhadap keindahan. Dengan pengertian seperti ini, individu diberikan kesempatan untuk mengadakan interaksi interpretasi dengan objek yang sedang diamatinya. contoh yang mungkin bisa disejajarkan dengan paham ini adalah lukisan, pada waktu seseorang sedang mengamati lukisan, orang tersebut berusaha untuk mengerti apa arti sebuah lukisan. Dalam hal ini, orang tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk dirangsang atau merangsang diri, yang walau pun tetap saja ada kemungkinan ini, tetapi presentasenya lebih kecil dibandingkan dengan seseorang yang menikmati film-film porno. Namun inikah alasan sebenarnya dari UU tersebut? Lalu bagaimana sikap gereja dalam menghadapi masalah ini? benarkah permasalahan semacam ini datangnya dari dunia barat yang nota bene dunia barat adalah Kristen itu sendiri seperti yang secara umum dituduhkan selama ini? terlibatkah gereja di dalamnya? Kalau gereja terlibat, lalu dimanakah letak pemisahan antara gereja dan Negara sesuai dengan pemikiran Johanes Calvin (Jean Cauvin) salah seorang bapak reformator ini, kalau agama dalam hal ini8Bnd, Michel Foucault, Seks dan Kekuasaan, hal. 1185 dengan begitu saja memainkan peranan yang sangat signifikan dalam pengeluaran UU ini? Semetara di dunia barat, sejak abad ke-19, yang mana pada saat ini disiplindisiplin ilmu telah masuk ke dalam seksualitas, dan mengkategorikan kasus-kasus seks menyimpang ke dalam bidangnya, masyarakat barat melihat seks sebagai salah satu gaya hidup. Walaupun sejak abad ke-13 sampai abad ke-16 dimana visi Manikean memegang peranan penting yang kemudian diimplikasikan dalam kehidupan beragama masyarakat barat, disiplin tubuh yang dilatarbelakangi oleh menurunnya perekonomian Negara, menuntut agar masyarakat barat dapat mengelola hasrat seksualnya. Setelah masa ratu Victoria yang mengeluarkan perintah agar hubungan seksual hanya ditujukan bagi tujuan prokreasi, masalah ini tidak hanya berhenti sampai di sini saja. Ada kompromi yang terlihat dari larangan yang bersifat represif ini. terdapat beberapa tempat yang dilegalkan untuk melakukan hubungan seks, seperti tempat-tempat prostitusi dan tempat-temapt yang mendatangkan untung.9 Dari perjalanan sejarah tersebut, terlihat bahwa masyarakat barat memang menganggap bahwa seks pada dasarnya berhubungan langsung dengan diri sendiri. Seks sendiri dipandang sebagai kebutuhan biologis yang sama seperti makan, minum dan olah raga. Dengan pengertian seperti ini, terlihat bahwa ilmu pengetahuan memegang peranan penting dalam budaya barat. Dengan majunya teknologi setelah revolusi industri, dan seiring perkembangan jaman, manusia barat dituntut agar bisa menghidupi dirinya sendiri. Remaja yang tinggal di barat setelah meninggalkan masa pubertasnya, dikondisikan untuk mencari penghasilan sendiri. Dengan bantuan ilmu kedokteran yang mengatakan bahwa seks merupakan satu bentuk rekreasi, maka hubungan seksual tidak lagi dipandang sebagai suatu kesalahan. Foucault melihat bahwa kemajuan teknologi telah memainkan peran yang penting dalam mengubah sudut pandang orang-orang pada jamannya. Bermula dari laranganlarangan dalam kekristenan sejak abad pertengahan dan penekanannya terhadap sikap asketis, sampai pada campur tangan disiplin-displin ilmu, merupakan regularitas pengetahuan yang produktif. Produktifitas ini ditandai dengan adanya pewacanaan terhadap seksualitas, klasifikasi terhadap seksualitas yang menyimpang, pesan-pesan9Bnd, Foucault, Michel, Seks dan Kekuasaan, hal. 1-36 moral agama, pengawasan diri yang menurutnya merupakan suatu cara yang intensif dalam pendisiplinan tubuh. Meskipun pendisiplinan tubuh ini yang pada awalnya berorientasi pada konsep kesucian tubuh dalam agama, telah diakomodirdengan bantuan disiplin-disiplin ilmukedalam tujuan yang berpusat pada perekonomian. Terdapat hal-hal lain seperti kemunafikan kaum Borjuis yang menekankan disiplin tubuh bagi warganya, padahal semuanya hanya berdasarkan ekslusifitas pemurnian kaum ini. Foucault juga melihat sistem seksualitas dalam keluarga membuat pewacanaan seksualitas menjadi lebih luas cakupannya dan bertele-tele setelah adanya campur tangan agama dan Negara. B. Rumusan Masalah Dalam bukunya yang berjudul La Volonte de Savoir10 (1976), dia tidak hanya memaparkan mengenai sejarah seksualitas tapi juga bagaimana seksualitas itu dipengaruhi oleh kuasa dan bagaimana dampak dari semua itu membentuk suatu pengetahuan baru. Menurut Foucault, kekuasaan bukan sekedar apa yang dilarang, sesuatu yang berkata tidak, atau pun sesuatu yang mengucilkan. Setelah kegilaan dipaksa untuk bumkam, zaman klasik telah menemukan berbagai teknik untuk membuatnya berbicara dan sekaligus menghasilkan pengucilan dan pengasingannya oleh Psikiatri yang menegaskan keganjilannya dengan cara mengkodifikasinya. Seperti juga pemikir-pemikir kontemporer yang lainnya, Foucault mencoba untuk mengujarkan kebenaran tentang seks itu sendiri. Karena Filsafat kontemporer tidak lagi seperti Filsafat klasik yang mencari kebenaran sebagai poros kanonisasi, tetapi melihat bagaimana wacana (filsafat dan ilmu) tentang kedokteran, kegilaan, penjara atau seks (yang akan menjadi pokok utama dalam skripsi ini), dibentuk dan tampil sebagai kebenaran11. Dalam bukunya ini Foucault memberikan perjalanan sejarah seksualitas mulai dari abad ke-17 yang terkenal dengan era Viktorian, sampai abad ke-19. Pembahasan Foucault tentang seks dalam buku ini beda dalam konteks analisisnya. Strategi kuasa yang faktual, yaitu persoalan bagaimana berfungsinya kuasa pada suatu bidang tertentu. Ia tidak membahas tentang suatu meta fisika tetang kuasa seperti apa itu kuasa atau hal-hal yang tersembunyi didalamnya10Dalam bahasa Indonesia judul buku ini diartikan dengan Seks dan Kekuasaan tetapi arti sebenarnya adalah keinginan untuk mengetahui 11 Bnd. Michel Foucault Seks dan Kekuasaan, hal. ix-x 7