Perkembangan Jemaat GBKP Yogyakarta Dalam Hetere\ogenitasnya
Main Author: | IMZASONY TARIGAN |
---|---|
Other Authors: | KESS DE JONG, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2011
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- ABSTRAKDelapan belas April 1890 karya penyelamatan Allah pertama sampai di tengahtengah orang Karo1.Peristiwaini bertepatandengankedatanganpenginjil pertamadiTanahKaro,yaituH.C.Kruyt dan rekannya, seorang Minahasa, Nicolas Pontoh. Setelah mengamati dan meneliti situasi, mereka memutuskanBuluhawarmenjadipospelayanannya,suatudesadengan200rumahtangga,denganjarak kirakira50kmdariselatankotaMedan.Padatahun1891,empatoranggurudariMinahasa(B.Wenas, J. Pinontoan, R. Tampenawas, dan H. Pesik) yang menjadi muridmurid Kruyt di Sekolah Guru di Tomohon, bergabung dengannya di Buluhawar. Dari sana mereka membuka Sekolah Dasar di Buluhawar, Sibolangit, Salabulan, Pernangenen dan Tanjung Beringin.2. Lembaga zending yangIndonesiasejaktahun1839.NZGdidirikandiRotterdampadatanggal19Desember1797.Pasal2dari AnggaranDasarlembagainiberbunyi:LembagainihendaknyadianggapsebagailembagaKristenyangmenanamkan agama Kristen yang benar dan berdaya kerja seperti tercantum dalam kitabkitab Perjanjian Lama dan Baru dan diungkapkan dalam kedua belas pasal pengakuan iman Kristen, tanpa tambahan pengertianpengertian ajaran manusia. Semboyan yang tertulis di sekitar gambar meterai NZG berbunyi Damai melalui darah yang ditumpahkan pada salib.3 Dengan semboyan inilah NZG melakukanmisipenginjilannya,salahsatunyakeTanahKaro.PerjumpaaanInjilyangdibawaolehparazendelingNZGkedalamkontekslokalorangKarotentu saja mengalami banyak gesekan di sanasini. Orang Karo tidak serta merta menyambut Injil dengan sukacita karena mereka sudah mempunyai kepercayaannya sendiri, yaitu agama Pemena dengan serangkaian adatistiadatnya. Selain itu, kehadiran para zendeling di Tanah Karo menimbulkan kecurigaan orang Karo terhadap misi kolonialisme yang memboncenginya. Meskipun pada akhirnya banyakorangKaroyangmenjadiKristendanmenjadiwargajemaatGBKP(GerejaBatakKaroProtestan), kalau bukan karena situasi politik 65 yang memaksa, penghayatan keberagamaan mereka masih sangat dualistis, walaupun sudah menganut agama Kristen, orang Karo dengan agama baru itu masih 1 2Th. van den End dan J Weitjens, S.J, Ragi Carita 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hlm. 19. Simon Rae, Breath Becomes the Wind: Old and New in Karo Religion (Dunedin: University of Otago Press, 1994), hlm. 79. 3 S. C. Graaf van Randwijck, Oegstgeest: Kebijaksanaan Lembaga-Lembaga Pekabaran Injil yang Bekerjasama: 1897 1942 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. ke-1, 1989), hlm. 28.U KDbersifat umum yang hanya bertujuan untuk secara sederhana dan tulus di dalam hati manusiaWmengutusKruytadalahNZG(NederlandscheZendelingGenootschap)yangmemulaipenyebaranInjildisaja melakukan kebiasaanadat yang bertentangan dengan Kekristenan. Barulah beberapa tahun berikutnya,GBKPmulaiterbukaterhadapbeberapaupayakontekstualisasi,tidakterlalukakumelihat adat, dan diberikan aturan yang jelas dalam Tata Gereja GBKP mana yang bertentangan dengan iman Kristen, mana yang tetap boleh dilakukan. Upaya untuk tetap mempertahankan adat dalam menjalankanibadahpadasaatitumerupakansebuahtindakanpenyesuaiansituasi,yangdalamistilah teologiKristendinamakankontekstualisasi.Perjumpaanantarakebudayaanmodern(padasaatitu)dan tradisi dari adat itu awalnya tentu akan mengalami benturan dari segala aspek kehidupan misalnya, kedudukanperempuan,masalahkeadilandanpastimasihbanyaklagi4.Dalambenturanbenturanyang terjadi inilah GBKP berusaha menunjukkan identitas dirinya sebagai gereja suku di tengahtengah tuntutanmodernitasdanglobalisasi.KarohijrahkePulauJawa,entahdalamrangkamenuntutilmuataumengaisrejekiitanehperlajangen (di tanah perantauan). Tidak saja dari jumlah jemaat yang semakin bertambah tetapi kemajuan sukukota Medan, Jakarta maupun kotakota besar lainnya termasuk Yogyakarta. Dalam perkembangan ini tentunyatantanganyangdihadapisemakinbesar.GBKPikutberkembangdalampenyebaransukuKaro dikarenakan mereka yang pergi tersebut membuat perkumpulan jemaat sendiri dan akhirnya menjadi jemaat GBKP. Karena kemajuan dan modernisasi terus berjalan sementara jemaat juga merasakan kemajuan tersebut dan larut di dalamnnya. Mental, karakter yang terbentuk pun semakin beragam karena lahir dan tumbuh di luar kebiasaan yang biasa dilakukan oleh orang tuanya dulu. Bahkan adasangat berpengaruh pada eksistensi GBKP. Sebagai salah satu suku yang ada di Indonesia maka suku Karoharusmenyandangtigaidentitas,satusebagaiorangKristenyangbergerejadiGBKP,satusebagai orangIndonesiayangharusmautidakmauberdampingandengankomunitaslaindalamlingkungannya seperti di tempat tinggal, sekolah, teman kerja dan tempat lainnya ditambah lagi harus tetap mempertahankan identitas sebagai suku Karo sendiri dalam menjaga warisan budaya nenek moyang. Kesehariandankebiasaaniniakanmembuatkenyamanantersendirikarenalebihseringmenjalaninya. Tidaktidakbisadipungkiribahwalatarbelakangsukudangerejasukuyangpadaintinyaakanmembawa solidaritasyangcenderungeksklusif.5 4 5Pdt. Emanuel Gerrit Singgih, Ph.D, Berteologi dalam Konteks, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 17-18. Martin L. Perangin-angin, Orang Karo Diantara Orang Batak (Jakarta: Pustaka Sora Mido,2004), hlm. 93.yangsampaibahasadaerahnyasendirisajamungkintidakbisalagi.BenturanakanhalhaltersebuttentuU KDKarosendiriyangsemakinbanyakpergikedaerahdaerahlaindiluarKabupatenKaro.AdayangpergikeWPerkembanganorangKaromenjadianggotawargajemaatGBKPdiikutidengankemajuanorangGBKPsebagaigerejasuku,yangnotabenewargajemaattersebarkepelosoktanahair,kinitidak hanya menghadapi pergumulan orang desa saja, tetapi juga orang kota yang konteks kehidupan masyarakatnyacukupberimbangantaraumatKristensukulaindanumatberagamayanglain.Sepertidi Riau,SumateraBarat,SumateraSelatan,Bengkulu,Lampung,KalimantanBarat,Jawa,Bali,danSulawesi Selatan, di mana orang Kristen Karo menjadi kelompok minoritas di sana, yang tentu saja kebutuhan mereka di tempat ini beraneka ragam dan masingmasing menuntut pemenuhan yang spesifik. Pergumulan atau pelayanan di desa berbeda dengan di kota; pergumulan atau kebutuhan petani berbeda dengan pergumulan atau kebutuhan pedagang, pegawai, politisi, birokrat atau kaum profesional.6 Di tengahtengah kancah pergumulan yang berbeda inilah GBKP diharapkan tetap menjaga nilainilai luhur, namun tetap terbuka terhadap konteks lain di mana ia berada. Kebijakan sinodal hendaknya menjangkau pergumulan warga jemaat yang ada di daerah luar kandang GBKP. Sistem presbiterial sinodal sedianya memberikan ruang pada majelis jemaat yang bersangkutan menentukan kebijakannya dalam pengembangan pelayanan dan kerjasama dengan denominasi yang berbeda.6Pdt. Jadiaman Perangin-angin GBKP Kemarin, Hari Ini, dan Hari Esok dalam Dikembangkan untuk Mengembangkan (Jakarta: Pustaka Sora Mido, 2004), hlm. 30.U KDW