SENI DRAMA SEBAGAI SARANA MISI

Main Author: SENO ADHI NOEGROHO
Other Authors: ARISTARCHUS SUKARTO,
Format: Bachelors
Terbitan: SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta , 2006
Subjects:
Daftar Isi:
  • ABSTRAKSIMisi yang berkembang selama berabad-abad bukanlah misi yang bersifat statis. Misi dapat ditafsirkan dan diartikan dalam banyak pemahaman, yang pada akhirnya akan mempengaruhi cara pandang dan perilaku seseorang terhadap misi itu sendiri. Adanya pemahaman yang beragam tentang misi membuat orang tertarik untuk mempelajari misi, sehingga muncul istilah missiologi. Istilah misiologi berasal dari bahasa Latin missio dan bahasa Yunani logos. Missio berarti pesan atau tugas perutusan, sedangkan logos berarti ilmu atau studi.1 Sebagai ilmu, tentu saja misi mengalami perkembangan. Perkembangan dapat terjadi karena adanya kepekaan terhadap kondisi sosial yang ada. Kondisi sosial juga berpengaruh terhadap cara pandang atau asumsi yang memberi dasar dalam berperilaku dan membentuk nilainilai kehidupan di masyarakat. Tugas misi yang sebenarnya adalah menangkap dan mengkomunikasikan kondisi sosial dengan berita Injil. Ada tahap-tahap yang dapat dilakukan dalam merealisasikan komunikasi tersebut. Pertama adalah, mengenal nilai kehidupan di masyarakat.2 Tahap ke dua, membentuk sistem makna dan mengidentifikasikan faktor-faktor pembentuknya. Langkah ke tiga adalah, mengidentifikasikan relasi antara keduanya. Berita Injil mempunyai tata nilai yang tidak dapat dikomunikasikan secara langsung dengan tata nilai yang ada di masyarakat. Untuk itu, diperlukan suatu metode komunikasi yang dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat. Problematika yang muncul kemudian adalah, apakah gereja mampu menemukan metode yang sesuai dengan kebutuhan bentuk-bentuk komunikasi masyarakat yang menjadi sasaran misi itu sendiri. Sebelum tahun 313 Masehi, peranan komunikasi audio lebih dominan daripada komunikasi visual.3 Berita Injil disampaikan secara lisan melalui cerita-cerita dalam kelompok kecil. Dalam proses penceritaan terjadi dialog dan komunikasi dua arah yang dinamis. Akan tetapi dalam perkembangannya, metode seperti itu tidak ditemukan lagi dalam kebaktian Minggu di gereja. Jemaat diposisikan sebagai pendengar Pendeta yang mengkhotbahkan tata nilai Kristen melalui ayat-ayat Alkitab. Cara itu memungkinkan timbulnya kesenjangan antara pengkhotbah dan jemaat. Oleh karena itu, jika sebelumnya penyebaran berita Injil merupakan proses dialog yang dinamis dan banyak menyentuh hal-hal praksis, maka kini hal itu telah berubah menjadi sebuah aturan atau tata gereja yang bersifat formal. Ruang dialog yang ada seakan dikikis sedemikian rupa, sehingga tidak ada lagi kesempatan bagi jemaat untuk memberi respon atau mengapresiasi apa yang didengar dan dilihat. Jika berita Injil yang disampaikan tidak mudah dipahami jemaat, maka besar kemungkinan berita itu tidak diteruskan kepada masyarakat. Dengan demikian, sudah saatnya gereja mengubah cara pandang melalui inovasi dan kreasi dalam rangka menjalin komunikasi dengan masyarakat. Komunikasi diartikan sebagai proses pemindahan informasi atau berita dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi dapat terjadi juga antara seseorang dengan kelompok orang yang lain dan antara suatu kelompok orang dengan kelompok orang yang lain. Komunikasi terjadi karena ada dorongan atau kebutuhan untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain, atau mungkin keinginan dari orang lain untuk mengetahui sesuatu yang dibutuhkan. Sebelum komunikasi disampaikan, pengirim berita akan menyusun pesan-pesan tersebut agar mudah diterima oleh penerima berita. Kemudian pengirim berita mulai mencari metode dalam menyampaikan berita. Metode komunikasi sangat menentukan bagaimana berita itu mampu diterima dengan baiksesuai keinginan pengirim. Jika berita tidak diterima dengan baik atau kurang dipahami, biasanya penerima berita akan mengkonfirmasi ulang berita yang diterimanya. Selanjutnya, pengirim kembali menyusun pesan-pesan tersebut untuk disampaikan ulang. Dalam proses ini, metode yang sama dapat dilakukan atau dicoba dengan penyampaian berita yang lain.4 Problematika yang muncul kemudian adalah berkenaan dengan metode agar berita Injil dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh masyarakat. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah mengkomunikasikan berita Injil dengan metode yang mudah dipahami oleh masyarakat. Metode komunikasi itu dapat diekspresikan menurut konteks lokal tempat masyarakat itu hidup dan seni drama sebagai ekspresi kehidupan, dapat menjadi salah satu metode komunikasi misi. Secara etimologis, istilah drama berasal dari bahasa Yunani, dram yang berarti gerak.5 Drama menonjolkan aspek gerak dan dialog yang dipadu dengan iringan musik, bahkan dalam banyak pertunjukan juga digunakan tata panggung, tata lampu, dan tata rias khusus sebagai penunjang estetika. Penonton akan menyaksikan adegan secara langsung dan mendengar dialog secara nyata. Di Indonesia, drama sering juga disebut sandiwara. Istilah sandiwara berasal dari bahasa Jawa, sandi yang berarti rahasia dan warah, yang berarti petunjuk atau ajaran. Dengan demikian, seni drama dapat dipahami sebagai petunjuk yang terselubung karena salah satu ajarannya adalah menyampaikan pesan moral yang tersirat dalam keseluruhan cerita.6 Gabriel Marcel, seorang filsuf asal Perancis bahkan mengungkapkan bahwa seni drama dan filsafat mempunyai tujuan yang sama, yaitu memahami manusia. Dalam sebuah drama, secara nyata diperlihatkan situasi-situasi eksistensial yang sulit dilukiskan pada taraf teoretis dalam suatu uraian filosofis.7 Peran seni drama sebagai komunikasi berita Injil, merupakan fokus dari skripsi ini. Kajian terhadap seni drama sebagai metode komunikasi dalam misi, ditujukan sebagai suatu bentuk alternatif pemikiran dalam rangka inovasi misi. Berita Injil yang sarat dengan nilai-nilai kekristenan dapat dijadikan ide dalam penulisan naskah drama, sehingga kisah perjuangan para nabi dan Yesus dalam menghadapi tantangan dari orang-orang di sekitarnya, dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat yang dewasa ini tengah menghadapi kesulitan hidup. Dengan demikian, karakter inklusif dari bagian Injil yang bersifat universal memungkinkan untuk dikomunikasikan kepada orang-orang yang bukan Kristen. Artinya, seni drama yang bermuatan nilai-nilai Kristen dapat membawa perubahan nilai di masyarakat, bahkan mungkin memunculkan nilai-nilai baru dalam masyarakat.