PELAYANAN PASTORAL PADA KASUS ABORSI DI YAYASAN PONDOK HAYAT (Suatu Tinjuan Pastoral Feminis)

Main Author: DINA KURNIA RESTANTI
Other Authors: BUDIYANTO,
Format: Bachelors
Terbitan: SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta , 2006
Subjects:
Daftar Isi:
  • 1BAB IPENDAHULUAN1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Profil pelaku aborsi di Indonesia tidak sama persis seperti yang terjadi di Amerika. Akan tetapi gambaran pelaku aborsi di Amerika dapat dipertimbangkan. Seperti tertulis dalam buku Facts of Life oleh Brian Clowes. Ph.D., para pelaku aborsi adalah 57% perempuan yang berusia dibawah 25 tahun. Bahkan 24% dari mereka adalah remaja berusia di bawah 19 tahun. Jika terjadi kehamilan di luar nikah, 82% perempuan di Amerika akan melakukan aborsi. Jadi, para perempuan muda yang hamil di luar nikah, cenderung dengan mudah akan memilih membunuh anaknya sendiri. Di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar, karena dalam adat Timur, kehamilan di luar nikah merupakan aib, dan tragedi yang tidak bisa diterima masyarakat maupun lingkungan keluarga. Hal ini terbukti dari data yang diperoleh Kompas 3 Maret 2000 yang memaparkan bahwa setiap tahun di Indonesia diperkirakan terjadi sekitar 2,3 juta abortus karena kegagalan kontrasepsi, kebutuhan yang tidak mencukupi, kehamilan remaja, dan abortus spontan.Proses aborsi seringkali tidak disadari oleh calon ibu yang melakukan aborsi. Mereka merasa bahwa proses aborsi itu cepat dan tidak sakit, mereka tidak sadar karena berada di bawah pengaruh obat bius. Tapi bagi bayi, itu adalah proses yang sangat mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak manusiawi. Kematian bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon ibu. Seorang perempuan yang kelak menjadi ibu telah menjadi algojo bagi anaknya sendiri.Seorang perempuan yang melakukan aborsi mengalami gangguan secara psikis maupun jasmaninya. Secara psikis seorang perempuan akan mengalami Post-Abortion Syndrome (Sindrom Pasca Aborsi) atau disingkat PAS, yaitu : 1 Kehilangan harga diri, berteriak-teriak histeris, mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi, ingin melakukan bunuh diri, mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang, dan tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual.1Http://www.aborsi.org/resiko_aborsi diakses pada tanggal 2 November 20052 Selain itu, seorang perempuan yang telah melakukan aborsi akan mengalami perasaan bersalah yang berkepanjangan, penyesalan, penyangkalan bahwa pernah melakukan aborsi, tidak terlalu suka dengan anak-anak (trauma dengan anak-anak), penolakan dari masyarakat karena ia telah melakukan hal yang tidak wajar, dan berujung pada depresi (stress berat) yang berkepanjangan, yang bisa mengakibatkan bunuh diri atau cacat mental (gila) 2 . Selain berdampak pada aspek psikis, aborsi juga berdampak pada jasmani seorang perempuan yang melakukan aborsi, yaitu : 3 1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat. 2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal. 3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan. 4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation). 5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya. 6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita). 7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer). 8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer). 9. Kanker hati (Liver Cancer). 10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya. 11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy). 12. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease). 13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis).Melihat keadaan bangsa Indonesia saat ini dan akibat aborsi yang berbahaya diharapkan gereja mampu menampakkan eksistensinya dengan memperhatikan kasus-kasus sosial yang terjadi, misalnya kasus aborsi. Dengan cara mengadakan pendampingan pastoral bagi perempuan yang hamil di luar nikah secara tulus, terbuka dan penuh kasih, bukannya memberikan hukuman sesuai dengan tata aturan gereja yang terkadang kurang manusiawi, sehingga perempuan yang mengalami kehamilan di luar pernikahan tidak melakukan aborsi dan menemukan jalan keluar2 3Http://www.aborsi.org/artikel_sindrom_aborsi diakses pada tanggal 2 November 2005 s.d.a3 yang tepat atas masalah yang ia hadapi. Aborsi berkaitan dengan hak asasi yang mencakup segisegi kehidupan manusia yang luas 4 , hak-hak asasi itu berkaitan dengan hak yang sifatnya protektif seperti hak untuk hidup, hak untuk merasakan kemerdekaan, dan hak untuk untuk merasakan keamanan. 5 Hal itu menunjukkan bahwa perempuan yang hamil dan janin yang akan diaborsi mempunyai hak protektif yang perlu dihargai, dilindungi dan didengar, bukannya dibiarkan saja, karena kasus aborsi itu beresiko pada kehidupan janin dan ibunya.1. 2. PERMASALAHANMengacu pada perkataan Yesus dalam Matius 11:28-30, gereja perlu mewujudkan perkataan Yesus tersebut, yaitu bersama-sama dengan orang yang menderita, memikul, dan ikut meringankan beban orang yang mengalami krisis. Gereja perlu mengabarkan Firman Allah kepada mereka (terkhusus perempuan yang tidak menghendaki mengandung calon bayi) dan melayani mereka, seperti halnya Yesus melayani mereka, supaya mereka lebih sadar dan mampu mewujudkan iman mereka. 6 Hal ini perlu dilakukan gereja sebagai bentuk penggembalaan gereja kepada jemaatnya atau pun kepada orang lain yang bermasalah sebagai salah satu bentuk teologia praktika/bentuk pelayanan pastoral, 7 dimana gereja perlu mewujudkan jemaat Kristus yang hidup sebagai pengikut Kristus yang takut akan Tuhan. 8 Teologia Praktika merupakan refleksi kritis dan konstruktif atas praxis kehidupan dalam karya komunitas Kristen dalam berbagai dimensinya. 9 Iman menjadi tolak ukur bagaimana seseorang takut akan Tuhan, dan tidak melakukan hal-hal yang tidak berkenan padaNya. Namun beriman tidak dapat disamakan dengan menganggap benar isi Alkitab dan dogma-dogma gereja, karena beriman lebih tepat bila dirumuskan sebagai hidup sebagai manusia termasuk segala aspek eksistensinya : badani, rohani, psikis, dan sosial politik dalam hubungannya dengan Allah dan berorientasi kepadaNya. 10 Artinya beriman sangat berkaitan erat dengan kehidupan seseorang, dalammenghayati Tuhan, dan berteologi atasnya. Untuk tetap menjaga iman, maka gereja yang juga sebagai pelayan Tuhan, perlu mendampingi jemaatnya atau pun orang bermasalah (dalam hal iniJ.B. Banawiratma. SJ, 10 Agenda Pastoral Transformatif, 2002, p 63. J Moltman , Human Rights, The Rights of Humanity and The Rights of Nature, dalam The Ethics of World Religion and Human Rights, Hans Kung dan J. Moltman (ed), 1990, p. 122 6 Dr.M.Bons Storm, Apakah Penggembalaan Itu, 1976, p. 19 7 s.d.a. p. 15 8 s.d.a. p. 22 9 Prof Hommes Tjaard G. , Th.D, E. Singgih Gerrit Ph.D, (ed), Teologi dan Praksis Pastoral, Antologi Teologi Pastoral, 1992, p. 357 10 s.d.a. p. 4805 4