PENDIDIKAN KRISTIANI BAGI ANAK AUTIS
Main Author: | YELINDA SRI SILVIA |
---|---|
Other Authors: | TABITA KARTIKA CHRISTIANI, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2007
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- ABSTRAKSISaat ini Pendidikan Kristiani untuk anak semakin berkembang. Hal ini dapat dipastikan dengan hadirnya berbagai macam pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Pendidikan Kristiani yang menjadikan anak sebagai pusat atau subjek diwujudkan agar anak dapat menjadi manusia yang utuh, dan iman mereka dapat berkembang dan bertumbuh di tengah-tengah kehidupan yang dinamis. Perkembangan ini tentu memberikan hal yang positif dalam dinamika Pendidikan Kristiani, serta membawa suasana baik dalam setiap prosesnya. 1 Tapi dari perkembangan tersebut ada beberapa hal yang masih perlu menjadi perhatian. Diantaranya adalah Pendekatan Kristiani yang dihadirkan bagi anak-anak tersebut lebih banyak menyentuh pada anak-anak yang normal. Sementara tidak semua anak dapat dikategorikan atau mendapatkan kebutuhan yang sama. Karena dalam realitanya ada anakanak yang justru memiliki kebutuhan yang khusus, yang lebih dikenal dengan istilah eksepsional (anak yang memiliki kekurangan/perkembangan khusus). Salah satunya adalah anak autis.2 Autis secara etimologi diambil dari kata dasar autos dalam bahasa yunani yang berarti sendiri, yang sama. Gejala atau perilaku yang biasanya ditunjukkan oleh anak autis seperti melakukan gerakan yang sama dan berulang-ulang, serta cenderung sendirian. Karena itu mereka biasa dikenal dengan pengertian anak yang tenggelam atau hidup dalam dunianya sendiri.3 Dalam ilmu medis, dapat didefinisikan bahwa autisme4 merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman/gangguan pervasif bukan suatu bentuk penyakit mental.5 Sehingga ada kalanya mereka dapat merespon, tetapi dengan hal-hal yang aneh atau berbeda dengan lingkungan sosial mereka. Misalnya mereka sangat jarang bermain dalam kelompok, suka melakukan gerakan motorik yang berulang-ulang, seperti lari berputar-putar atau mengepak-ngepakkan tangan/jarinya (hand flapping). Pada dasarnya anak autis memiliki potensi-potensi yang dapat dikembangkan, misalnya sebagian anak autis juga memiliki IQ yang sama dengan anak normal, bahkan ada yang memiliki IQ tinggi. Ada juga anak autis yang memiliki daya konsentrasi yang tinggi terhadap suatu hal yang menarik minat dan perhatiannya, dan ini merupakan bagian-bagian istimewa dari anak autis. Karena itu di balik kekurangan yang mereka miliki sebenarnya masih tersimpan kemampuan khusus, yang mungkin bagi kita manusia normal sulit untuk dipahami. Saat ini banyak autis dewasa yang mampu menulis kisah hidup mereka sendiri serta berhasil dalam bidang khusus. Dalam buku Theo Peeters tentang anak autis, ada sebuah contoh mengenai pemahaman dan konsep visual yang dimiliki oleh seorang penyandang autis. Contoh tersebut ternyata diambil dari konsep visualnya dalam doa Bapa Kami, dan ia memberikan sebuah gambaran yang mungkin dapat mengubah pemahaman kita, bahwa seorang anak autis juga punya konsep tertentu. Beberapa sekolah Autis di Yogyakarta memiliki naradidik yang tumbuh dalam keluarga Kristen. Selain itu ada beberapa anggota Gereja yang memiliki jemaat yang mempunyai anak autis, seperti GPIB Marga Mulya pos Jogja Utara dan Pos Bumijo. Tapi mereka justru tidak mendapatkan Pendidikan Kristiani yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka, karena tidak adanya gambaran dan bentuk serta sumberdaya yang berupaya menghadirkan Pendidikan Kristiani yang khusus untuk anak autis. Serta mungkin juga karena belum adanya penelitian dan metode khusus untuk itu, dan buku-buku atau materi Pendidikan Kristiani yang berkaitan dengan pendekatan khusus untuk anak autis tersebut belum ada.8