MEJA SEMBAHYANG ALA MASYARAKAT SOYA-KRISTEN (TINJAUAN TEOLOGIS - ANTROPOLOGIS)
Main Author: | JENNE JESSICA REVANDA PIETER |
---|---|
Other Authors: | CHRISTOPHORUS THOEKOEL HARTONO, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2007
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- ABSTRAKSIManusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai yang berfungsi memberi arahan bagi tindakan manusia.1 Di dalam budaya manusia memanifestasikan seluruh eksistensi pribadinya secara utuh, salah satunya lewat simbol. Dengan demikian simbol adalah bagian dari budaya. Di dalam kehidupan manusia senantiasa berjumpa dengan simbol simbol yang berguna untuk mengkomunikasikan ide, pandangan, dan isi hati manusia. Terlebih lebih jika ingin menjelaskan suatu pengertian yang mendalam dan sulit diuraikan dengan konsep konsep yang jelas.2 Simbol atau lambang merupakan suatu bentuk pengungkapan manusia yang memiliki makna tertentu dan dipengaruhi oleh konteks. Melalui simbol tersebut manusia menemukan makna terdalam sebuah kehidupan dan mengalami transedensi.3 Simbol dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu seperti tanda (lukisan, lencana, dsb) yang menyatakan suatu hal atau mengandung maksud tertentu, lambang, tanda pengenal yang tetap(menyatakan sifat, keadaan, dsb).4 Simbol dalam bahasa Yunani adalah Symbolon yang artinya melemparkan bersama. Sebuah Simbol menggambarkan apa yang tidak terungkapkan dalam bahasa kata kata manusia, mengkomunikasikan hal hal yang tak kita sadari, mengkomunikasikan imajinasi manusia, berwujudkan bentuk pandang-dengar (audio-visual), bentuk visual atau ide-ide.5 Sebuah batu pada umumnya hanyalah sebuah benda mati, tetapi bagi komunitas tertentu batu itu adalah sesuatu yang suci, sakral dan keramat, dalam hal ini kita dapat lihat terjadinya suatu perlambangan. Membuat batu menjadi sebuah objek pemujaan adalah sebuah fenomena agamais yang universal, bahkan dalam Alkitab dapat kita temukan misalnya dalam kisah Yakub di Betel.6 Dalam sejarah pertemuan agama Kristen dengan agama lokal, proses perlambangan selalu ada. Tetapi ketika simbol dalam agama lokal tersebut bertemu dengan simbol simbol dalam agama Kristen maka akan terjadi sebuah penggusuran terhadap simbol agama lokal, simbol tersebut dihilangkan karena pandangan agama Kristen terhadap simbol dalam agama lokal itu bersifat negatif, sedangkan simbol simbol dalam agama Kristen diakui sebagai simbol yang universal dan mutlak karena adalah hasil pewahyuan Allah.7 Simbol - simbol lokal disebut sebagai tindakan menyembah berhala, padahal tanpa disadari simbol - simbol tersebut memiliki kekayaan yang mencerminkan konteks asli, karena simbol simbol tersebut tercipta dari dalam komunitas, dibandingkan dengan simbol - simbol Kristen yang merupakan budaya luar dari komunitas tersebut. Ketika agama Kristen mau berkomunikasi dengan simbol tersebut, agama Kristen dapat menyentuh akar atau dasar dari komunitas tersebut. Meja Sembahyang adalah salah satu simbol yang hadir sebagai hasil akhir dari sebuah sejarah panjang pertemuan agama Kristen dan agama lokal di Ambon. Meja Sembahyang berfungsi sebagai tempat berdoa secara pribadi atau keluarga, menaruh Alkitab dan buku nyanyian, persembahan atau perpuluhan, tempat mengikat janji antara pribadi dengan Tuhan dan dengan keluarga atau keluarga dengan sesama anggotanya dan dengan Tuhan. Praktek seperti ini dapat ditemukan dalam agama asli orang Ambon terhadap batu batu besar yang disebut Batu Pamali, yang dalam agama lokal berfungsi sebagai tempat menaruh persembahan kepada ilah ilah dan roh roh leluhur, tempat mengikat janji atau bersumpah, tempat berkumpul dan tempat berdoa. Kesakralan Meja Sembahyang sangat dirasakan dalam kehidupan jemaat Kristen Ambon, terlihat dengan sikap berhati hati dalam penggunaannya. Demikian juga dengan Batu Pamali, yang menurut aturan setempat tidak boleh sembarangan menyentuhnya atau menggunakannya. Kehadiran Batu Pamali dipengaruhi oleh bentuk agama lokal di Ambon yang terkait dengan penyembahan roh leluhur.Leluhur dipandang penting karena merekalah pembentuk adat yang dipakai dalam menjalani hidup sehari hari. Dalam agama lokal Ambon leluhur dianggap sebagai pelindung dan penjaga, leluhur dekat dengan masyarakat adat daripada dewa dewa lain yang mereka sembah. Leluhur pada hari hari tertentu dalam agama lokal di Ambon akan mendatangi masyarakat adat yang adalah anak cucu mereka sendiri, kedatangan roh leluhur dalam agama lokal di Ambon dengan cara menghinggapi Batu Pamali. Kepercayaan terhadap leluhur sangat mengikat kuat dalam kehidupan masyarakat Ambon. Penghormatan terhadap leluhur dimulai dengan alasan mereka adalah pembentuk adat, pelindung, penjaga, dan pembentuk negeri, dengan alasan ini penghormatan masyarakat adat melakukan penghormatandan ritual ritual. Bentuk seperti ini berpengaruh terus dalam kehidupan masyarakat Ambon sampai sekarang. Dapat dilihat dalam Kehidupan jemaat Kristen Protestan di Ambon memiliki sifat yang khas, dari cara mereka beribadah, semangat mereka untuk hidup berjemaat, motivasi dan sifat sifat kegiatan dalam jemaat. Seperti adat yang dijalankan dalam kehidupan orang orang Maluku demikian juga kehidupan Kristennya, hal ini terjadi karena agama Kristen telah menggantikan agama asli, yang mana agama asli itu sendiri mempunyai hubungan yang erat dengan sistem adat.8 Sehingga terjadi perpaduan antara agama Kristen dan adat di Maluku, dan mempunyai bentuk khusus dan dijuluki Agama Ambon. Perpaduan antara agama Kristen dengan adat di Maluku tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui suatu proses sejarah. inilah yang membentuk agama Kristen yang khas di Ambon dan dijuluki Corpus Christianum Ambon, yang merupakan campuran antara unsur agama suku dan unsur Kristen9. Masalah iman dan adat adalah sebuah tugas gereja gereja di Indonesia yang tidak pernah berhenti diberikan karena pada kenyataannya gereja gereja di Indonesia hadir dalam sebuah konteks budaya (adat istiadat dan agama lokal) tertentu sehingga iman dan adat hidup berdampingan dan saling mempengaruhi. Ketika berbicara tentang iman dan adat ada dua bagian besar sikap yang dimunculkan : Konfirmasi dan Konfrontasi (pembenaran dan pengecaman). Demikian juga halnya ketika membicarakan tentang Meja Sembahyang, pada kalangan tertentu akan menampilkan sikap konfrontasi karena bagi mereka Meja Sembahyang adalah sebuah objek penyembahan berhala, sedangkan pada kalangan yang menampilkan sikap konformasi bagi mereka Meja Sembah yang adalah sebuah simbol yang menyatakan kehadiran Tuhan.Tetapi pada permasalahan kita tidak boleh begitu saja menolak budaya secara mentah mentah juga tidak boleh begitu saja menerima budaya secara mentah mentah, melainkan kedua sikap tersebut dijalankan secara bersama sama. 10 Dengan berpendapat bahwa kebudayaan dan adat istiadat dapat diterima tetapi tidak tertutup untuk dinilai oleh iman, karena pada dasarnya tidak ada budaya Kristen melainkan iman Kristen.11