Sikap Anti Baal dalam I Raja-raja 18:20-40, Sebuah Studi Sejarah dan Alkitab
Main Author: | DAVID PRATAMA PUTRA |
---|---|
Other Authors: | ROBERT SETIO, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2007
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- ABSTRAKSIHukum pertama dari Dasa Titah di atas seolah mengikat bangsa Israel ke dalam sebuah perjanjian dengan Yahweh. Menurut J. A. Wainwright, perjanjian tersebut menyangkut hak dan kewajiban bangsa Israel terhadap Yahweh.2 Yahweh akan menjadikan bangsa Israel sebagai umat pilihan-Nya. Yahweh akan melindungi bangsa Israel dari ancaman bangsa lain, serta akan selalu berada di pihak bangsa Israel. Sebagai konsekuensinya, bangsa Israel tidak boleh menyembah allah lain selain Yahweh. Dengan adanya perjanjian tersebut, maka bangsa Israel harus memusatkan ibadah mereka kepada Yahweh, allah mereka. Di luar Yahweh adalah allah yang harus ditinggalkan. Tentu saja pengeksklusifan bangsa Israel terhadap penyembahan Yahweh ini sangat kontras dengan dengan apa yang dipercayai bangsa-bangsa lain pada waktu itu. Di saat bangsa-bangsa lain mempercayai dewa-dewa melalui mitologi yang berkembang, bangsa Israel hanya mempercayai satu allah saja, yaitu Yahweh. Menurut Robert Gnuse, ke-eksklusifan bangsa Israel terhadap penyembahan satu allah, yaitu Yahweh ini merupakan sebuah penemuan identitas baru dari bangsa Israel.3 Setelah melakukan migrasi yang panjang, serta benturan-benturan ideologi di dalam perjalanannya, bangsa Israel akhirnya menemukan jati diri yang membedakan mereka dengan bangsa-bangsa lain. Penemuan identitas ini bisa menjadi sebuah nilai yang positif bagi bangsa Israel. Akan tetapi konsekuensi dari pengeksklusifan diri tersebut adalah bangsa Israel harus menolak kehadiran allah lain selain Yahweh. Mitologi-mitologi yang berkembang di sekitar Israel adalah mitologi-mitologi yang mempercayai adanya multi dewa yang mempengaruhi kehidupan manusia. Tentu saja mitologi yang berkembang ini sangat bertentangan dengan perjanjian bangsa Israel dengan Yahweh yang meminta bangsa Israel hanya menyembah Yahweh saja. Munculnya monotheisme terhadap Yahweh ini rupanya sudah menjadi sebuah identitas tersendiri bagi bangsa Israel. Monotheisme sudah mengakar di dalam kehidupan bangsa Israel. Akan tetapi ketika membicarakan monotheisme di dalam fase-fase sejarah bangsa Israel4, kita akan menjumpai bagaimana monotheisme tidak selamanya diterima dengan baik oleh bangsa Israel. Ada saat-saat di mana monotheisme justru menjadi bumerang bagi bangsa Israel sendiri. Di satu pihak ada kelompok yang ingin memperjuangkan Yahweh sebagai allah tunggal mereka. Akan tetapi di pihak lain, ada kelompok yang menerima dan menyembah dewa-dewa bangsa lain demi menjaga hubungan baik internasional. Tentu saja pertentangan antara dua kelompok ini akan menimbulkan perpecahan di dalam tubuh bangsa Israel. Di dalam mempertahankan monotheisme bangsa Israel ternyata bisa dipahami juga sebagai upaya untuk mempertahankan persatuan bangsa Israel sendiri. Di dalam teks-teks Kitab Suci sering kali dijumpai upaya untuk mempertahankan monotheisme terhadap Yahweh. Teks-teks tersebut seolah menceritakan kembali bagaimana penegakan kembali monotheisme di antara penyembahan terhadap illah lain selain Yahweh. Kisah nabi Elia adalah salah satu contoh upaya penegakan kembali monotheisme di tengah-tengah penyembahan Baal yang dilakukan oleh raja Ahab. I Raja-raja 18 : 20 40 mengisahkan bagaimana perlawanan Elia yang berada di pihak Yahweh terhadap nabi-nabi Baal di gunung Karmel. Seperti uraian di atas, teks ini seolah mengingatkan pembaca akan kebesaran Yahweh, satu-satunya allah bangsa Israel yang harus disembah. Skripsi ini akan menafsirkan I Raja-raja 18 : 20 40 sebagai sebuah teks yang memiliki muatan penegakan kembali monotheisme terhadap Yahweh.