ANAK-ANAK KECIL SEBAGAI FIGURASI PEMILIK KERAJAAN ALLAH Studi Eksegetis terhadap Injil Markus 10:13-16

Main Author: ITA NATALIA BR KARO
Other Authors: JUSAK TRIDARMANTO,
Format: Bachelors
Terbitan: SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta , 2007
Subjects:
Daftar Isi:
  • ABSTRAKSIHal-hal kecil yang ada di sekitar kita sering sekali terabaikan. Kita lebih terfokus pada hal-hal yang kita anggap lebih besar. Kita beranggapan demikian karena meyakini bahwa sesuatu yang besar pasti akan menghasilkan sesuatu yang besar juga. Terkadang kita tidak menyadari bahwa hal-hal besar justru hadir dari halhal yang kecil. Pohon yang tinggi besar tidak hadir demikian dengan sendirinya, namun ia diawali dengan bibit yang kecil. Keadaan yang demikian juga dapat ditemukan dalam Alkitab. Markus 4: 3034; Perumpamaan Biji Sesawi: bahwa biji sesawi merupakan biji tumbuhan yang paling kecil dari antara segala jenis benih yang ada di bumi. Namun, apabila ditaburkan, ia dapat bertumbuh dan menjadi lebih besar dari pada segala jenis sayursayuran dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar sehingga burung-burung di udara dapat bersarang di dahannya. Perikop ini memperlihatkan bahwa sesuatu yang paling kecil dapat bertumbuh dan menjadi besar, atau dengan kata lain, sesuatu yang besar berawal dari sesuatu yang kecil. Sebanding dengan pemikiran di atas, teks Markus 10:13-16 Yesus Memberkati Anak-anak, tampaknya dapat dijadikan acuan, bagaimana melihat keberadaan sesuatu yang dianggap kecil menjadi pengandai bagi sesuatu yang besar. Markus 10: 13-16 merupakan bagian dari perjalanan Yesus ke Yerusalem. Perikop ini memperlihatkan bahwa orang-orang yang mengikuti Yesus membawa anak-anak kecil kepada-Nya untuk diberkati, tetapi para murid melarang mereka. Bertitik tolak dari masalah ini dapat dimunculkan pertanyaan, mengapa para murid melarang anak-anak tersebut datang kepada Yesus untuk diberkati? Bukankah ada suatu kebiasaan dimana orang tua akan membawa anak-anak mereka kepada Rabbi sebelum mereka memasuki sekolah? Melihat hal tersebut, Yesus memarahi para murid dan meminta para murid untuk tidak menghalang-halangi anak-anak tersebut datang kepada Yesus karena orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Kemudian, Yesus menegaskan kembali bahwa barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, maka ia tidak akan masuk ke dalamnya. Lalu Yesus merangkul anak-anak kecil tersebut dan memberkati mereka. Berdasarkan peristiwa yang diceritakan oleh Markus di atas, beberapa hal dapat dipertanyakan. Mengapa Yesus begitu menaruh perhatian kepada anak-anak kecil ini? Bukankah anak-anak kecil mewakili sesuatu yang kecil dan Kerajaan Allah mewakili sesuatu yang besar? Jika demikian, mengapa cara menerima sesuatu yang besar (dalam hal ini Kerajaan Allah) harus dipelajari dari sesuatu yang kecil (dalam hal ini anak-anak kecil)? Apa dasar pemikiran pengarang Markus memperlihatkan Yesus mengambil anak-anak kecil sebagai model penerimaan Kerajaan Allah yang begitu besar? Apakah karena sifat mereka yang mudah percaya, sederhana, rendah hati, polos, jujur dan apa adanya? Bukankah secara fisik mereka dianggap tidak mempunyai kekuatan sehingga secara sosial kemasyarakatan dan politik mereka digolongkan sebagai anggota masyarakat yang sepatutnya diabaikan? Apa tujuan pengarang Markus mencatat peristiwa ini dengan memberikan perbandingan yang demikian? Apakah tulisan ini sebaiknya dibaca sebagai suatu ajakan bagi pendengarNya untuk kembali bersikap seperti anak-anak kecil? Dan mengapa harus seorang anak kecil? Bukankah orang dewasa yang pada umumnya dianggap berpengalaman, lebih baik ditempatkan sebagai model Kerajaan Allah? Atau, apakah dapat diasumsikan bahwa pengarang Markus bermaksud menjadikan peristiwa ini sebagai metafora untuk maksud yang lain?Pertanyaan-pertanyaan di atas tampaknya dapat dijadikan acuan untuk mendekati pemahaman dan penghayatan terhadap teks Markus 10: 13-16 secara lebih mendalam. Tentunya dengan maksud, bagaimana teks ini juga dapat menjawab kebutuhan kehidupan menggereja yang memahami hakekat dirinya sebagai muridmurid Tuhan Yesus. Persoalannya kemudian, jika kita menganggap gereja sebagai murid Tuhan Yesus, apakah peristiwa ini masih berulang pada masa kini dimana murid-murid itu (gereja) masih terus menghalang-halangi orang kepada siapa Yesus justru berkenan untuk memeluk dan memberkatinya? Secara administrasi, anak-anak kecil merupakan bagian dari gereja yang mempresentasikan mereka sebagai bagian dari Kerajaan Allah juga. Anak-anak kecil menerima Sakramen Baptisan Kudus, menjadi bagian dalam pelayanan Sekolah Minggu, hingga pembinaan remaja, pemuda menuju dewasa. Secara administrasi pelayanan gereja, dapat dinyatakan bahwa gereja tidak menghalang-halangi anakanak untuk turut bersekutu dalam satu tubuh Kristus. Namun jika dikritisi lebih mendalam, apakah pola pelayanan gereja sebanding dengan perilaku Yesus yang memeluk dan memberkati mereka? Ukurannya menjadi jelas ketika perhatian gereja mulai diamati dari sisi prioritas dan agenda pelayanan gereja yang melayani anakanak. Apakah gereja telah memprioritaskan daya dan dana yang dimilikinya bagi anak-anak? Apakah bahan dan kurikulum sekolah minggu memperlihatkan kesadaran bahwa anak-anak perlu dibina dalam pengertian bahwa sekolah minggu berbasis pembelajaran (didakhe) yang bertujuan pemuridan? Lebih tajam lagi, apakah dalam proses pembelajaran sekolah minggu, anak-anak telah menjadi subjek pembelajaran yang mengekspresikan kelemahlembutan Yesus yang telah memeluk dan memberkati mereka? Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, nampaknya harus diakui bahwa umumnya gereja telah menyambut anak-anak tersebut dengan setengah hati, kalaupun tidak dapat dikatakan bahwa sekurang-kurangnya gereja telah menghalanghalangi. Selanjutnya, jika teks ini (yang merujuk anak-anak kecil sebagai pemilik Kerajaan Allah) merupakan suatu metafora dari pengarang Markus, tidakkah dengan demikian gereja akan diandaikan bersikap demikian juga (seperti pengabaian terhadap anak-anak kecil) terhadap hal-hal lain yang dianggap mewakili anak-anak kecil? Suatu tindakan yang menghalang-halangi serta mengabaikan siapa yang seharusnya Yesus terima sebagai yang empunya Kerajaan Allah? Menurut penyusun, pertanyaan-pertanyaan mendasar di atas patut dikaji berdasarkan teks Markus 10:13-16. Terlebih lagi, dapat diamati bahwa teks Markus 10 13-16 berbeda dengan penyampaian Matius 19:13-15 dan Lukas 18:15-17 yang menceritakan kisah yang sama. Markus 10: 13-16 lebih ekspresif menggambarkan bagaimana Yesus telah memeluk anak-anak kecil itu serta memberkatinya.