Persekutuan Remaja GPIB "Immanuel" Mataram Pasca Kerusuhan Mataram
Main Author: | SAMUEL SOEBROTO |
---|---|
Other Authors: | HENDRI WIJAYATSIH, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2006
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- BAB I PendahuluanI. Latar Belakang MasalahKerusuhan Mataram dan sekitarnya terjadi pada 17 Januari 2000 yang melanda kalangan orang Nasrani dan kemudian merambat kepada orang pendatang (suku Tionghoa) yang menetap di kota Mataram. Terjadinya kerusuhan yang dikenal sebagai peristiwa 171, sebenarnya masih menjadi pertanyaan besar bagi semua orang. Pada tanggal 17 Januari 2000, umat muslim melakukan Tablik Akbar yang bertempat di alun-alun kota Mataram, yang mana Tablik Akbar ini bertujuan untuk mencari dana bagi korban kerusuhan di Ambon/Maluku dan kegiatan ini merupakan salah satu tindakan keprihatinan bagi umat muslim yang menderita di Ambon/Maluku. Kegiatan Tablik Akbar ini disepakati oleh aparat pemerintahan Daerah serta beberapa tokoh agama. Kegiatan Tablik Akbar ini mendapat antusias dari umat muslin, hal ini terlihat dengan banyaknya umat muslim yang hadir untuk mengikuti kegiatan Tablik Akbar tersebut. 1Kegiatan Tablik Akbar ini tidak berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat oleh panitia, karena pada akhir kegiatan ini ada salah seorang naik ke podium dan berorasi yang membakar emosi peserta Tablik Akbar. Kemudian ada sebagian peserta yang melakukan provokasi untuk membakar tempat ibadah orang Nasrani, yang mana ada gereja terdekat dengan lokasi diadakan Tablik Akbar yaitu GPIB Immanuel Mataram yang langsung menjadi korban amukan massa. Tidak lama kemudian dibeberapa wilayah lainnya, gereja-gereja yang ada di kota Mataram maupun di luar kota menjadi korban amukan masa dan tidak hanya gereja-gereja saja yang dirusak atau dibakar tetapi juga mereka melakukan perusakan kepada rumah-rumah warga Nasrani. Hal ini yang menguatkan bahwa kerusuhan yang terjadi di kota Mataram sudah terorganisir oleh oknum tertentu dan telah di rencanakan sebelumnya, dengan cara mendompleng kegiatan Tablik Akbar tersebut. 2Kerusuhan yang terjadi di Mataram bernuansa SARA, hal ini terlihat bahwa adanya kerusuhan tersebut tidak hanya terjadi pada kaum Nasrani yang tinggal di Mataram dan sekitarnya, tetapi1Riza Sihbudi, Moch Nurhasalim, Kerusuhan Sosial Di Indonesia : Studi Kasus Kupang, Mataram dan Sambas. (Jakarta, Grasindo, 2001), p.106. 2 Scn, p. 1131juga merambat kepada kaum Tionghoa dan para pendatang lainnya. Awal terjadinya kerusuhan Mataram merupakan imbas dari kasus Ambon yang makin berkepanjangan dan belum terselesaikan, apalagi kurangnya perhatian pemerintah untuk melakukan usaha penyelesaian kasus yang terjadi di Ambon. Hal tersebut setidaknya menumbuhkan rasa keprihatinan yang mendalam, karena rasa belas kasihan yang meluap-luap sehingga menumbuhkan sikap emosi atau amarah bagi kaum muslim. Perkembangan lebih lanjut dari kasus kerusuhan Mataram yang kemudian mengarah kepada kaum Tionghoa dan pendatang, dikarenakan adanya kecemburuan sosial antara kaum pribumi dan pendatang. Dengan melihat bahwa kaum pendatang atau nonpribumi lebih maju dan berkembang dari pada kaum pribumi, karena sebagian besar roda perekonomian kota Mataram dipegang oleh kaum non-pribumi sehingga hal tersebut menimbulkan kesenjangan bagi kaum pribumi, yang kemudian para perusuh merusak dan menjarah toko-toko milik orang non-pribumi. 3Kerusuhan ini berdampak bagi roda perekonomian kota Mataram dan sekitarnya pada saat itu, karena sebagian besar pelaku perekonomian kota Mataram mengambil langkah untuk mengungsi keluar pulau Lombok menuju pulau Bali atau Jawa. Dengan tindakan tersebut maka berakibat buruk bagi penduduk Mataram lainnya, karena mereka kesulitan untuk memperoleh kebutuhan sehari-hari. Selain itu dampak kerusuhan Mataram juga terjadi dalam bidang medis atau kedokteran, karena banyak dokter spesialis yang beragama Nasrani atau dari suku Tionghoa mengungsi sehingga aktivitas pengobatan di RSU Mataram terganggu. Dampak kerusuhan juga terjadi pada bidang pendidikan, beberapa sekolah Nasrani dirusak oleh perusuh sehingga siswasiswi sekolah tersebut terpaksa terhenti oleh karena tidak ada tempat untuk melakukan proses belajar mengajar. 4Kerusuhan ini tentu berdampak bagi umat Nasrani yang ada di Mataram, karena kerusuhan ini awalnya tertuju pada umat Nasrani. Ada sekitar 13 gereja yang ada di Mataram dan sekitarnya habis dirusak dan dibakar oleh perusuh, tidak hanya itu perusuh juga merusak beberapa rumah warga Nasrani. Peristiwa kerusuhan tersebut mengakibatkan terhentinya aktivitas dan pelayanan gereja, karena tempat ibadah tidak ada lagi dan juga umat Nasrani memilih untuk mengungsi atau pergi keluar pulau Lombok. 53Riza Sihbudi, Moch Nurhasalim, Kerusuhan Sosial Di Indonesia : Studi Kasus Kupang, Mataram dan Sambas. (Jakarta, Grasindo, 2001), p.128,131 4 Scn, p. 122-125 5 Scn, p.1182Berdasarkan observasi awal bahwa, dari 13 gereja yang menjadi korban kerusuhan, GPIB Immanuel Mataram merupakan salah satunya, GPIB Immanuel Mataram memiliki 2 bagunan gereja yang terletak di jalan WR. Supratman dan di jalan Bung Karno, kedua-duanya dirusak oleh para perusuh. Kerusakan yang terjadi pada gereja berdampak pada pelayanan dan aktivitas gereja pada saat itu, hal tersebut nampak dari adanya penurunan terhadap pelayanan gereja yang terjadi pasca kerusuhan antara lain, ditutupnya beberapa pos pelayanan misalnya di daerah perumnas, Tanjung dan Bayan (Lombok bagian utara), Kopang (Lombok bagian tengah). Ibadah minggu yang biasa dilakukan sebanyak 3 kali menjadi 2 kali, terjadinya penurunan jumlah jemaat akibat kerusuhan sangat dirasakan oleh gereja, setelah gereja melakukan penghitungan kembali pada tahun 2001 maka jumlah jemaat GPIB Immanuel Mataram sebanyak 558 KK, 2026 Jiwa. 6Situasi dan kondisi pasca kerusuhan yang terjadi menimbulkan masalah didalam gereja maupun ditengah umat pada saat itu. Masalah yang dihadapi oleh gereja yaitu bagaimana cara untuk mengembalikan rasa percaya kepada jemaat agar ketakutan tersebut dapat dihilangkan dari kehidupan jemaat sehingga jemaat dapat tumbuh dan berkembang didalam iman. Pertumbuhan jemaat dalam gereja sangat mempengaruhi pelayanan gereja, karena gereja hadir untuk mendatangkan damai sejahtera sehingga perlu adanya dukungan untuk membangun gereja dalam menjalankan tugas dan pelayanannya 7 .Masalah yang ada didalam jemaat adalah ketakutan untuk melakukan ibadah di gereja apalagi melakukan ibadah di rumah-rumah jemaat. Ketakutan yang dialami oleh jemaat tidak hanya dalam hal beribadah saja, tetapi juga mereka memiliki ketakutan dalam bidang materi, karena tempat tinggal jemaat habis dirusak oleh perusuh. Situasi pasca kerusuhan menjadi suatu masalah yang sangat kompleks ketika harus kembali dalam kehidupan sebagai warga gereja dan sebagai anggota masyarakat setempat.II.Perumusan Masalah.Salah satu segmen jemaat yang juga terimbas dampak kerusuhan adalah remaja gereja. Berangkat dari observasi awal, ditemukan adanya kecenderungan penurunan partisipasi remaja terhadap kegiatan yang ada di gereja. Sebelum terjadinya kerusuhan kegiatan yang sering6 7Laporan Tahunan, Majelis Jemaat GPIB Immanuel, (2001), p. 4 Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2001), p. 3843