PENDAMPINGAN PASTORAL TERHADAP EKS NARAPIDANA (SUATU STUDI KASUS)
Main Author: | DWI WAHYU PRASETYA |
---|---|
Other Authors: | J B GIYANA BANAWIRATMA, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2007
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- ABSTRAKSIGereja merupakan sebuah kehidupan bersama yang di dalamnya terdiri dari orang-orang percaya yang tumbuh dan berkembang dari konteks yang berbeda-beda. Namun pada dasarnya gereja mempunyai fungsi yang sama, yaitu dipakai Allah di dalam karya penyelamatan-Nya atau dapat disebut dengan Missio Dei atau misi Allah. Berangkat dari konteks budaya dan pola pikir yang berbeda-beda, tentunya sebuah gereja juga diwarnai dengan corak yang berbeda-beda pula. Sehingga warga gerejanya juga mempunyai pola pikir yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan latar belakang budaya, sosial atau lingkungan serta pendidikan baik formal maupun pendidikan keluarga yang berbeda-beda. Sehingga warga gereja mempunyai kualitas kehidupan bergereja yang berbeda-beda serta memiliki permasalahan yang berbeda-beda pula. Dengan kata lain permasalahan yang dihadapi oleh setiap warga gereja tentunya memiliki keunikan-keunikan tersendiri. Salah satu tugas gereja sebagai sebuah organisasi adalah memelihara kehidupan iman para warganya agar dapat menjalani kehidupannya dengan sebagaimana mestinya yaitu dengan cara melakukan pendampingan pastoral. Pendampingan pastoral tentunya ditujukan bagi warga gereja yang memiliki persoalan dan pergumulan dalam kehidupannya. Salah satu bentuk permasalahan yang dihadapi oleh warga gereja adalah warga gereja yang memiliki status sebagai eks narapidana. Eks narapidana adalah seseorang yang telah keluar dari lembaga pemasyarakatan karena habis masa hukumannya. Seorang eks narapidana tentunya juga akan kembali pada kehidupan awal sebelum masuk dalam lembaga pemasyarakatan, yaitu hidup dalam keluarga, dalam lingkungan pekerjaan bagi yang sudah bekerja, dan juga kembali sebagai mahluk sosial yang tidak bisa tidak akan berhubungan dengan lingkungan atau masyarakat sekitarnya. Sebagai orang yang telah dicap sebagai pelanggar hukum, eks narapidana bergulat dengan permasalahan pribadinya. Di mana seorang eks narapidana akan merasa menjadi orang yang tersingkir, tertekan, jauh dari keluarga dan kerabat, dan memiliki perasaan bersalah. Walaupun sudah tidak lagi berurusan dengan hukum, dalam arti dengan lembaga Pemasyarakatan, namun eks narapidana sebagai orang yang telah berurusan dengan hukum karena tindak kejahatannya diperhadapkan kepada permasalahan statusnya di dalam tempatnya bekerja maupun di dalam mencari pekerjaan. Bagi eks narapidana yang berstatus pegawai negeri maka akan terancam dicopot statusnya, mungkin di swasta pun akan terjadi demikian. Sementara dalam kehidupan bersosial, statusnya sebagai eks narapidana menjadi penghambat di dalam bersosialisasi karena merasa dihindari oleh masyarakat. Masyarakat Jawa yang bersifat komunal dan dipengaruhi oleh norma-norma juga mempengaruhi perasaan para eks narapidana. Demikian halnya dalam kehidupan bergereja, seorang eks narapidana dapat diibaratkan sudah jatuh masih tertimpa tangga. Maksudnya adalah bahwa seorang eks narapidana akan terlihat mendapat dua konsekuensi langsung yang harus ditanggung, yang pertama yaitu telah mendapat hukuman berdasarkan keputusan pengadilan yang telah dijalaninya, dan yang kedua adalah siasat gereja atau pamerdi yang harus dihadapinya.1 Memang gereja sebagai tempat di mana eks narapidana menggeluti pertumbuhan imannya, harus mampu untuk mensikapi permasalahan yang muncul, terkait dengan warga jemaat yang jatuh dalam dosa termasuk memberikan siasat gereja. Siasat gereja itu sendiri tidak bisa disalahkan, mengingat bahwa tujuan dari siasat gereja adalah untuk memelihara iman warga gerejanya. Namun sikap gereja yang terwujud dalam pemberian siasat gereja bagi warga yang jatuh dalam dosa, sering kali membuat warga yang mendapatkan siasat gereja merasa terpojok dan terkucilkan. Selain itu siasat gereja juga seringkali membentuk pemahaman atau pandangan yang negatif terhadap orang yang mendapatkan siasat gereja, demikian halnya yang dirasakan oleh eks narapidana.