TRADISI MARGA DI JEMAAT GKP KAMPUNG SAWAH: USAHA MEMAHAMI TRADISI MARGA SEBAGAI IDENTITAS KELOMPOK DAN FUNGSINYA SEBAGAI SARANA MISI

Main Author: MEBBY FERONICA
Other Authors: ARISTARCHUS SUKARTO,
Format: Bachelors
Terbitan: SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta , 2005
Subjects:
Daftar Isi:
  • BAB I PENDAHULUANA.PermasalahanOrang Kristen memiliki tugas dan panggilan pelayanan dalam hidupnya di dunia. Tugas dan panggilan pelayanannya yaitu untuk memberitakan Firman Allah kepada dunia ini. Firman Allah yang telah mereka yakini, menjadi nilai-nilai kristiani yang sangat berharga dalam hidup komunitas mereka. Nilai-nilai kristiani ini bahkan menjadi rambu-rambu dalam perilaku hidup sehari-hari mereka. Sebagai bagian dari masyarakat, orang-orang Kristen pun akan hidup bersama dengan anggota masyarakat lainnya. Dalam hidup bermasyarakat, perilaku hidup seharihari orang Kristen, akan didengar, dilihat dan dirasakan oleh orang lain. Demikianlah tugas dan panggilan orang Kristen ini akan dinyatakan dalam keadaan berperilaku hidup sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai kristiani. Tugas dan panggilan orang Kristen di dunia dapat juga diartikan sebagai misi Kristen.Hidup bermasyarakat adalah hidup dengan pola hubungan interaktif antara individu satu dengan individu lainnya. Aksi dan reaksi akan terjadi dalam pola hubungan seperti ini. Demikian juga halnya orang Kristen dalam hidup bermasyarakat. Mereka akan mendapatkan reaksi saat melakukan aksi. Mereka akan mendapatkan reaksi dari orang lain ketika mereka berperilaku. Dalam keadaan seperti ini maka terjadi suatu proses komunikasi, yaitu komunikasi antara mereka yang beraksi dan bereaksi. Berangkat dari pemahaman di atas maka misi kemudian dapat juga dikatakan sebagai tindakan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai kristiani yang ada dalam diri komunitas Kristen ke tengah-tengah masyarakat. Salah satu perilaku yang menampakan nilai-nilai berharga suatu komunitas adalah melalui tradisi yang hidup dalam komunitas tersebut.Salah satu definisi tradisi secara umum adalah sesuatu yang diwariskan, atau penerusan normanorma, adat istiadat dan kaidah-kaidah atau harta-harta.1 Ini berarti tradisi adalah suatu tindakan yang berulang-ulang kali dilakukan atau dengan kata lain telah menjadi sebuah kebiasaan, karena sifatnya terus menerus dan diwariskan. Tradisi Kristen adalah sesuatu yang berulangkali1Prof. Dr. C.A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius, 1988, p. 5.dilakukan oleh komunitas Kristen atau dengan kata lain sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh komunitas Kristen. Tradisi sendiri adalah suatu fenomena kebudayaan, karena tradisi adalah praktek kebudayaan dari suatu komunitas. Praktek kebudayaan memperlihatkan makna nilai-nilai suatu kebudayaan, di mana nilai-nilai kebudayaan merupakan tujuan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasariahnya.2 Demikian juga dengan tradisi suatu komunitas Kristen, yang pasti memiliki kandungan nilai dan memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan dasar komunitas tersebut.Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah adalah komunitas jemaat Kristen yang hadir di daerah Kampung Sawah. Tepatnya di desa Jatimelati, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi. Secara teritorial GKP Kampung Sawah terletak di Propinsi Jawa Barat dan berbatasan dengan daerah Jakarta Timur. Berdasarkan letak daerah teritorial inilah maka GKP Kampung Sawah dipengaruhi oleh dua kebudayaan, yaitu: kebudayaan daerah Jawa Barat (Sunda) dan Jakarta (Betawi). Penduduk asli Kampung Sawah adalah orang-orang yang berbahasa Betawi dengan beraneka ragam tradisi Betawi yang mewarnai kehidupan masyarakatnya. Tradisi Sunda pun hadir di Jemaat GKP Kampung Sawah. Alasan lainnya yaitu karena Kampung Sawah termasuk dalam wilayah Kerajaan Sunda Pajajaran, pada zaman kerajan dahulu.3 Ini akan kita temukan jika kita menelusuri sejarah kehidupan kota Jakarta.Kehidupan sebuah komunitas pasti akan dipengaruhi oleh kebudayaan setempat yang tumbuh di sekitar mereka. Demikan juga halnya dengan Jemaat GKP Kampung Sawah. Kemunculan dan keberadaan tradisi-tradisi jemaat, dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat setempat. Salah satu tradisi yang hadir di Jemaat GKP Kampung Sawa adalah Tradisi Marga.4 Tradisi ini biasa disebut oleh jemaatnya sebagai Tradisi Marga. Tradisi Marga adalah tradisi yang hadir dalam pola hubungan kekerabatan keluarga Jemaat GKP Kampung Sawah. Di Jemaat GKP Kampung Sawah, Tradisi Marga diberlakukan dengan cara membubuhkan nama leluhur laki-laki pada setiap nama belakang seseorang, yang adalah keturunan dari leluhur tersebut. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pengertian marga secara umum, yaitu suatu kelompok kekerabatan yang2 3Bernard T. Adeney, Etika Sosial Lintas Budaya, Yogyakarta: Pustaka Teologi dan Gandum Mas, 2000, p. 159-162. Willard A. Hanna, Hikayat Betawi, Jakarta: Yayasan Obor Indondesia, 1988, p. 6. 4 Istilah teknis yang penulis gunakan untuk menunjuk pada tradisi yang membubuhkan nama leluhur pada nama belakang seseorang, di GKP Kampung Sawah.berdasarkan atas keturunan melalui garis keturunan pihak laki-laki atau perempuan yang bersumber pada seorang leluhur.5 Demikianlah pola hubungan kekerabatan ini ditandai dengan hadirnya nama-nama marga dalam jemaat. Hingga saat ini tercatat ada lebih dari 30 marga di Jemaat GKP Kampung Sawah.Menurut penulis, Tradisi Marga memiliki beberapa hal yang menarik. Tradisi marga dalam tubuh Jemaat GKP Kampung Sawah dan tidak hadir dalam tubuh masyarakat Kampung Sawah. Demikianlah Tradisi Marga menjadi suatu ciri khas dan identik dengan keberadaan suatu Jemaat Kristen asal Kampung Sawah. Situasi menarik pun muncul karena pada umumnya Tradisi Marga adalah tradisi kebudayaan suatu daerah dan bukan tradisi jemaat di suatu gereja. Dalam Tradisi Marga, hal yang lebih menarik adalah bahwa tradisi ini tidak hadir dalam satu jemaat Kristen yang mayoritas anggotanya adalah orang-orang berbudaya Betawi.6 Hal ini terlihat dari penggunaan bahasa Betawi sebagai bahasa pengantar sehari-hari, rumah-rumah dengan arsitektur Betawi yang masih penulis temukan hingga tahun 90-an dan tradisi Betawi lainnya yang dapat ditemukan di Kampung Sawah. Padahal, budaya Betawi bukanlah kebudayaan daerah yang di dalamnya mengenal Tradisi Marga.Sebagai sebuah tradisi Kristen, Tradisi Marga memiliki nilai-nilai kekristenan. Nilai-nilai kristiani ini akan nampak dalam perilaku mereka saat melakukan tradisi ini. Salah satu contohnya yaitu bagaimana mereka saling menjaga dan membantu dalam mengatasi kesulitan hidup yang dialami keluarga besar marga yang mereka miliki. Saat menggunakan Tradisi Marga dan menampakkan nilai-nilai kristiani inilah maka jemaat sedang melakukan misi Kristen. Karena pada saat itu jugalah perilaku mereka akan didengar, dilihat dan dirasakan oleh orang lain. Berdasarkan hal inilah maka penulis ingin melihat kaitan antara Tradisi Marga dan misi di GKP Kampung Sawah. Hal ini membuat penulis tertarik untuk mengkaji keberadaan Tradisi Marga di GKP Kampung Sawah.5Drs. A. Widjaja, Manusia Indonesia: Individu Keluarga dan Masyarakat, Jakarta: Akademika Pressindo, 1986, p. 102. 6 Ada pemahaman yang mengatakan bahwa Islam adalah agama Betawi. Karena itu mereka yang beragama di luar Islam tidak dapat disebut sebagai Betawi Asli. Dalam skripsi ini, penulis menganggap Jemaat pribumi GKP Kampung Sawah adalah suku Betawi karena mereka berkebudyaan Betawi.Saat mendengar bahwa seseroang berasal dari GKP Kampung Sawah, biasanya orang akan langsung teringat dengan keberadaan tradisi marga. Mereka akan langsung menanyakan tentang marga apakah yang dimiliki oleh orang tersebut. Tradisi Marga kemudian menjadi identik dengan jemaat GKP Kampung Sawah. Demikianlah salah satu cara mengenal orang Batak adalah dengan melihat nama marga yang ada dalam namanya. Jadi marga dapat dikatakan sebagai salah satu identitas diri jemaat GKP Kampung Sawah. Pemikiran ini berangkat dari pemahaman penulis bahwa identitas adalah ciri khas atau keadaan khusus seseorang, sehingga ia akan dikenal sebagai siapa dan apa melalui kekhususannya tersebut.Selain sebagai identitas, marga juga dapat membantu menampilkan keadaan diri seseorang. Setiap orang memiliki konsep diri masing-masing yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya. Konsep diri adalah apa yang seseorang pikirkan tentang dirinya. Hal ini akan nampak melalui perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga halnya dengan Tradisi Marga dalam kehidupan Jemaat GKP Kampung Sawah. Tradisi Marga dalam kenyataannya adalah hal yang khusus yang dimiliki oleh jemaat GKP Kampung Sawah, yang kemudian dapat juga dikatakan sebagai kekhasan atau identitas mereka. Demikianlah mereka yang mendengar nama marga jemaat GKP Kampung Sawah, mereka akan langsung teringat dengan kehadiran jemaat Kristen GKP Kampung Sawah yang memiliki tradisi marga. Dalam keadaan inilah, marga menjadi salah satu simbol bagi keberadaan jemaat GKP Kampung Sawah. Tradisi Marga juga akan berpengaruh dalam kehidupan mereka sebagai jemaat Kristen. Dalam berperilaku, mereka akan menampakkan diri sebagai jemaat Kristen karena hidup mereka dipengaruhi oleh nilai-nilai kristiani. Demikian juga halnya saat mereka menggunakan Tradisi Marga.Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk memahami Tradisi Marga dalam kehidupan jemaat Kristen GKP Kampung Sawah. Penulis tertarik untuk memahami Tradisi Marga sebagai identitas kelompok jemaat GKP Kampung Sawah, di mana di dalamnya ada konsepsi diri jemaat. Karena seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya bahwa, salah satu perilaku yang menampakkan nilai-nilai berharga suatu komunitas adalah tradisi yang dimiliki komunitas tersebut. Sedangkan misi gereja adalah bagaimana tindakan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai kristiani yang ada dalam suatu komunitas Kristen ketengah-tengah masyarakat. Dengan adanya kaitan antara Tradisi Marga dengan misi Kristen, maka penulis tertarik juga untuk menemukan fungsi Tradisi Marga bagi misi di Jemaat GKP Kampung Sawah.