Tafsiran Mengenai ima Dan Istilah-istilah Lain Yang Berkaitan Dengan Kesenangan Hidup Di dalam Kitab Pengkhotbah

Main Author: DWI ATMOKO AGUNG NUGROHO
Other Authors: EMMANUEL GERRIT SINGGIH,
Format: Bachelors
Terbitan: SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta , 2006
Subjects:
Daftar Isi:
  • ABSTRAKSISelain membutuhkan makanan, pakaian, dan tempat tinggal sebagai kebutuhan dasar yang perlu dicukupinya untuk bertahan hidup, sepertinya manusia juga membutuhkan rasa senang sebagai kebutuhan penting dan segera. Ada banyak peristiwa yang membuat penulis berasumsi bahwa rasa senang merupakan kebutuhan penting dan segera bagi sebagian besar orang. Salah satu contohnya : beberapa orang mencoba untuk memilih mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri karena merasa bahwa hidupnya tidak menyenangkan. Karena merupakan kebutuhan penting dan segera maka banyak orang melakukan kegiatan yang menyenangkan atau mengejar kesenangan. Menurut M. Seligman1 ada alasan yang lebih mendalam mengapa orang secara serius mengejar kesenangan, yaitu karena mereka percaya bahwa kesenangan dapat memberi mereka kebahagiaan. Bagi Seligman anggapan bahwa melakukan hal-hal yang menyenangkan akan membawa kebahagiaan tidaklah salah, namun yang salah menurut Seligman adalah premis mereka bahwa lebih banyak melakukan kegiatan yang menyenangkan akan membawa kebahagiaan bagi mereka. Adapun Seligman2 di sini membedakan antara kebahagiaan dan kesenangan, menurutnya kesenangan hanya bersifat sementara saja sedangkan kebahagiaan dapat terus dirasakan. Kesenangan terjadi selama kegiatan tertentu berlangsung, sedangkan kebahagiaan dirasakan selama dan setelah selesainya dilakukan suatu kegiatan. Kesenangan hanya merupakan bagian dari kebahagiaan. Digambarkan kebahagiaan adalah makanan yang merupakan kebutuhan dasar hidup, sedangkan kesenangan adalah rempah-rempah yang memberi rasa pada makanan. Jadi kesenangan juga menjadi penting untuk mencapai kebahagiaan, namun terfokus mengejar kesenangan belum tentu dapat bahagia, karena ada beberapa bentuk kesenangan yang justru mengurangi rasa bahagia, misalnya : kecanduan pesta, obat terlarang atau seks bebas. Karena rasa nikmat kegirangan atau kesenangan akan berakhir jika kegirangan atau kesenangan itu juga berakhir. Orang yang tidak bahagia akan menggantungkan diri mereka pada kegirangan atau kesenangan sebagai pelarian dari rasa ketidakbahagiaan yang mereka rasakan dan mereka akan terus menerus berusaha meraih rasa girang itu. Namun menurut penulis pendapat Seligman di atas tidaklah mutlak, karena banyak orang memiliki pikiran yang beragam mengenai senang dan bahagia. Bagi penulis sendiri senang dan bahagia tidak bisa diukur hanya berdasarkan bahwa senang itu sementara dan bahagia itu untuk jangka waktu panjang, karena pada kenyataannya kondisi perasaan manusia bisa berubah setiap saat. Mengenai kesenangan, di konteks penulis secara umum (sebut saja : Indonesia), orang sering mendengar sebuah peribahasa populer : berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenangsenang kemudian. Penulis menangkap bahwa perjuangan manusia (berakit-rakit ke hulu) yang mana di peribahasa ini disamakan dengan bersakit-sakit yaitu kondisi yang bertentangan dengan apa yang dikehendaki tubuh, ditempatkan sebagai langkah awal, jalan, dan proses untuk mencapai kondisi senang. Dan istilah bersakit-sakit di sini kadang diartikan menyiksa diri sehingga kesenangan dianggap sebagai suatu hasil dari kerja keras seseorang yang melibatkan penderitaan. Demikian pula dalam rangka memperoleh kesenangan, banyak orang di sekitar penulis juga memiliki sikap bahwa kalau ingin senang maka orang perlu melakukan usaha dengan keras. Bagi mereka yang memahami bahwa rasa senang terletak pada benda, ilmu, kekayaan, kekuasaan, seks dan meraih prestasi tinggi di dunia ini maka mereka akan menggunakan waktu hidupnya untuk berusaha dengan keras demi mendapatnya. Ketika masih sekolah penulis sering mendengar, anak-anak sering diberi nasehat untuk belajar yang rajin, punya cita-cita setinggi bintang di langit, bersahaja serta hemat agar hidupnya kelak bisa sukses dan merasakan senang. Dan ada pula sebaliknya di sisi lain ada pula mereka yang memahami bahwa rasa senang sejati terletak bukan di dunia ini melainkan di sorga maka mereka akan berusaha keras meraih surga dengan cara-cara supranatural seturut keyakinan spiritual mereka. Namun di jaman di mana orang-orang banyak memiliki pola atau gaya hidup yang ingin serbainstant (cepat) seperti sekarang ini, untuk membuat dirinya merasa senang, banyak pula orang tidak ingin lama-lama dengan perjuangan yang dipahami harus merasakan penderitaan, dan kalau perlu bentuk-bentuk perjuangan dikurangi sedemikian rupa agar mengurangi penderitaan. Karena sepertinya penderitaan adalah salah satu hal yang paling dihindari manusia. Salah satu konsep yang juga populer terdengar di masyarakat (lewat lagu misalnya) yaitu bahwa hidup memang sudah susah tapi jangan dibuat susah. Oleh karena itu tidak jarang orang bahkan bersikap mengesampingkan perjuangan (kerja keras) dengan mengabaikan hak-hak orang lain demi memperoleh kenikmatan secara cepat karena hanya rasa senanglah yang menjadi fokus dari keinginan hidupnya. Dan sejauh pengamatan penulis, porsi keinginan orang untuk memuaskan diri dengan kesenangan pun berbeda-beda. Di satu sisi, ada orang yang selalu menfokuskan tindakannya demi untuk memperoleh rasa senang dengan segala bentuk kesenangan secara berlebihan walau penuh dengan resiko (dengan meminjam istilah Seligman3, orang yang demikian disebut kaum Hedonis). Dan di sisi lain ada pula orang yang justru bersikap menolak segala bentuk kesenangan yang terdapat di dunia ini (dengan meminjam istilah Seligman juga, orang yang demikian disebut Asketik), sehingga segala bentuk usaha manusia untuk memperoleh kesenangan-kesenangan di dalam dunia ini kurang dihargai. Dan biasanya dengan alasan yang bersifat religius, bagi mereka kesenangan di dunia ini semu, yang sejati ada di sorga, sehingga yang baik untuk dilakukan bagi mereka adalah sebisa mungkin menghindari kesenangan yang ada di dunia ini dan mengusahakan kebahagiaan di akherat (sorga) dengan hidup saleh. Namun ada pula orang yang bersikap seimbang, yang mana berpandangan bahwa melakukan hobi atau kebiasaan yang menyenangkan secara wajar dan tidak terlalu beresiko sebagai sebuah bentuk kesenangan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan kebahagiaan hidup secara jasmani, sambil tetap mendekatkan diri kepada Tuhan yang dipercaya sebagai sarana untuk.memperoleh kebahagiaan hidup secara rohani. Sikap masing-masing orang terhadap bentuk-bentuk kesenangan hidup bisa dipengaruhi oleh berbagai konteks yang melingkupinya, entah itu dari keyakinan yang dianut, faktor psikologis, sosial, ekonomi, tradisi, budaya lingkungan setempat, pendidikan, ataupun informasi yang dia terima lewat pengalaman melihat, mendengar atau yang dia rasakan. Dan konteks keyakinan penulis sendiri adalah seorang penganut Kristen yang memakai Alkitab sebagai salah satu sumber inspirasi untuk pandangan hidupnya. Dan terkait dengan sikap terhadap kesenangan, tentu banyak pandangan dari berbagai macam tradisi keKristenan atau bagian lain dari Alkitab yang bisa dipakai untuk menyorotinya.