PERANAN TELEVISI DALAM TERJADINYA PERJUMPAAN BUDAYA DAN SIKAP GKJ GONDOKUSUMAN DALAM MENGANGGAPINYA

Main Author: DAMAR KINANDI PUTERA
Other Authors: YAHYA WIJAYA,
Format: Bachelors
Terbitan: SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta , 2006
Subjects:
Daftar Isi:
  • ABSTRAKSIPenulisan skripsi ini berangkat dari pengamatan dan kesan penulis ketika melihat sikap dan tingkah laku anak muda yang cenderung tidak mengenal dan tidak berselera dengan budayanya sendiri (budaya lokal), karena munculnya anggapan bahwa budaya lokal itu tradisional, dan yang tradisional itu ketinggalan zaman. Disisi lain budaya Barat selalu digambarkan sebagai budaya yang maju. Stereotipe semacam ini berdampak pada pemilihan terhadap produk-produk budaya Barat daripada budaya lokal. Daya tarik budaya Barat yang luar biasa terhadap generasi muda dapat membuat budaya-budaya lokal di Indonesia menjadi semakin menipis dan terasingkan oleh masyarakatnya sendiri. Identitas masyarakat lokal bisa menjadi kabur. Seseorang dapat dikatakan sebagai orang Jawa jika dia tinggal, hidup dan dilahirkan dari lingkungan orang Jawa. Tetapi apakah dia benar-benar orang Jawa, jika pola pikir dan tingkah lakunya tidak mencerminkan budaya Jawa? Apabila ia tidak berselera terhadap produkproduk budaya Jawa yang bersifat fisik, seperti tari-tarian Jawa, musik Jawa, dsb. Dalam era informasi saat ini, perjumpaan budaya merupakan hal yang tidak terelakkan lagi. Perjumpaan budaya ini tidak hanya terjadi antara budaya lokal tertentu dengan budaya lokal yang lain, tetapi juga antara budaya lokal dengan budaya populer. Budaya populer adalah sebuah produk budaya yang dibuat oleh masyarakat tertentu untuk kepentingan komersial dan bersifat temporer. Sebagai contoh adalah produk hiburan (musik, film, dsb) ataupun gaya hidup yang dipengaruhi oleh iklaniklan. Masyarakat lokal tidak lagi hidup dengan budayanya sendiri, tetapi juga hidup dengan tawaran-tawaran dari produk budaya populer. Dalam bentuk hiburan musik, misalnya, masyarakat lokal tidak lagi diperhadapkan oleh satu jenis hiburan musik local (tradisional) saja. Munculnya berbagai jenis musik (seperti musik pop, rock, dsb) sebagai salah satu bentuk produk budaya populer menciptakan pilihan-pilihan tertentu bagi masyarakat lokal dalam mencari bentuk hiburan musik yang sesuai dengan seleranya. Penyebaran produk-produk budaya populer kepada masyarakat luas tentunya membutuhkan sebuah media. Perkembangan teknologi menciptakan mediamedia baru bagi penyebaran budaya populer. Hikmat Budiman berpendapat bahwa, kemajuan teknologi dan perkembangan industri merupakan pernyebab utama merebaknya budaya populer di seluruh dunia.2 Televisi, surat kabar, radio maupun internet dilihat sebagai media massa yang berperan dalam penyebaran budaya populer. Produk-produk budaya populer, seperti film, musik, fashion, iklan-iklan yang berpengaruh pada gaya hidup, menjadi komoditi utama bagi media massa-media massa tersebut dalam mencari keuntungan. Dari sekian banyaknya media massa yang berperanan dalam penyebaran budaya populer tersebut, penulis lebih banyak menyoroti peranan televisi. Televisi sendiri saat ini telah menjadi bagian dalam diri manusia. Karena saat ini televisi bukanlah barang yang mewah dan sulit didapatkan. Dari masyarakat bawah sampai dengan masyarakat atas dapat menikmati tayangantayangan televisi. Bahkan ada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa di sebuah desa kecil di Peru dengan penduduk 400 orang, memiliki pesawat televisi yang dihidupkan dengan baterai sebelum ada listrik. Saat ini stasiun-stasiun televisi diIndonesia didalam menayangkan program acaranya lebih banyak menayangkan tayangan lokal daripada tayangan luar. Tayangan lokal yang dimaksud adalah tayangan yang secara pendanaan maupun pelaku yang terlibat adalah dari masyarakat lokal sendiri. Sedangkan tayangan luar adalah program-program acara dari luar negeri yang secara langsung diambil dan ditayangkan, meskipun terkadang mengalami proses sensor dan dubbing. Hanya saja program-program acara yang disebut tayangan lokal itu selalu berasal dari ide-ide kreatif masyarakat lokal sendiri ataukah mengambilalih konsep atau ide dari tayangan luar yang mengalami kesuksesan. Sebagai contoh adalah program acara Fear Factor yang sukses ditayangkan oleh RCTI, ternyata memunculkan tayangan yang sama versi Indonesia. Hal ini memunculkan kesan bahwa Masyarakat Indonesia cenderung meniru atau memodifikasi daripada secara kreatif menciptakan sesuatu yang baru. Menurut William Fore, televisi juga telah menciptakan standardisasi bagi kehidupan masyarakat. Apa yang baik dan buruk, serta yang benar dan salah bagi kehidupan manusia coba ditentukan oleh televisi. Bagaimana berpenampilan yang baik, bagaimana menata rumah yang baik dan indah, bagaimana memperlakukan anak-anak dan teman-teman kita dan juga bagaimana bertindak supaya berhasil dalam masyarakat. Dengan kemampuan tersebut, televisi memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan bagi masyarakat. Meskipun dalam hal ini televisi bukanlah satu-satunya media yang mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup masyarakat tersebut.