Daftar Isi:
  • Hadits mempunyai kedudukan yang krusial dalam Islam. Sebagai second guidance, validitas dan otentisitas hadits mendapat prioritas. Selektifitas hadits yang valid dan otentik melewati beberapa tahapan dengan beberapa piranti yang digunakan untuk memverifikasi kevalidan dan keotentikan hadits tersebut. Usaha yang dimaksud adalah kritik baik mengenai matan maupun sanad. Dalam hal sanad, ilmu rijal menjadi kajian yang utama termasuk didalamnya informasi jarh wa ta’dil. Dari informasi yang bisa dihimpun dalam jarh wa ta’dil, rawi dikelompokkan menjadi : [1] disepakati ketsiqahannya, [2] rawi tsiqah yang dinilai dhaif dalam keadaan tertentu, [3] disepakati kedhaifannya, [4] diperselisihkan kualitasnya (mukhtalaf fih). Penulis mengangkat tema rawi mukhtalaf fih sebagaimana penilaian terhadap Ahmad bin Isa al-Mishri. Ada tiga persoalan yang dikaji dalam skripsi ini, yaitu : (1) biografi Ahmad bin Isa al-Mishri, [2] penilaian Yahya bin Ma’in, Ibn Hibban dan ulama jarh wa ta’dil terhadap Ahmad bin Isa al-Mishri.[3] pengaruh yang menyebabkan perbedaan penilaian ulama jarh wa ta’dil terhadap Ahmad bin Isa al-Mishri dan implikasinya terhadap periwayatan Ahmad bin Isa serta tarjih-nya. Untuk memahami persoalan tersebut, dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan pendekatan historis. Adapun teori yang digunakan sebagai alat analisis adalah teori jarh wa ta’dil sebagai metode untuk mendapatkan pemahaman yang valid, dengan konsentrasi pada kaidah untuk mentarjih rawi mukhtalaf fih. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perdebatan mengenai kualitas jarh wa ta’dil terhadap Ahmad bin Isa al-Mishri dipengaruhi isu tentang beliau. Isu yang beredar yaitu beliau hanya membeli kitab Ibn Wahb dan Mufadhal bin Fadhalah, tanpa melakukan proses periwayatan. Namun, dalam meriwayatkan beliau menggunakan shighat tahammul haddas\ana. Isu tersebut berimbas tuduhan Yahya bin Ma’in kalau beliau berbohong, sedangkan aslinya isu tersebut tanpa dasar dan tidak benar adanya, bahkan sebenarnya beliau jujur dan tsiqah sebagaimana pendapat mayoritas ulama jarh wa ta’dil yang lain seperti : imam al- Nasa’i, imam Ibn Hibban, imam Khatib Baghdadi, imam Ibn Hajar al-Asqalani, imam al-Dzahabi. Dari penelitian juga dapat disimpulkan implikasi periwayatan Ahmad bin Isa al-Mishri adalah shahih.